Astaga, Ada 72 Jaringan Narkoba Internasional di Indonesia

Kepala-BNN-Budi-Waseso.jpg
(POSKOTA NEWS)

RIAU ONLINE - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso mengungkap terdapat 72 jaringan narkoba internasional di Indonesia.

 

Pria yang kerap dipanggil dengan nama Buwas ini menegaskan, penanganan narkotika sudah tidak bisa menggunakan cara yang biasa, karena selain masuk ke seluruh wilayah, narkotika telah masuk ke instruksi dan lembaga pemerintahan di Indonesia.

 

"Sekarang yang beroperasi ada 72 jaringan internasional di Indonesia. Satu sama lain tidak ada hubungannya. Mereka berdiri sendiri dan mereka eksis mengedarkan. Ini ancaman bagi kita," ujar Buwas, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu, 17 Desember 2016.

 

Berdasarkan catatan BNN, kata Buwas, nilai transaksi yang diperoleh dari setiap jaringan tersebut mencapai Rp 3,6 triliun dalam tiga bulan.

Baca Juga: Polda Riau Ungkap Oknum Polisi Terlibat Sindikat Narkoba Internasional

 

"Kalau umpamakan satu jaringan Rp 1 triliun (per bulan), maka 72 jaringan sudah pasti Rp 72 triliun. Ini fakta bukan kami mengira-ngira, faktanya demikian," katanya.

 

Menurut Buwas, beberapa negara, seperti Kolombia, Meksiko, Amerika, Belanda dan Australia membolehkan penggunaan narkotika untuk dikonsumsi secara bebas. Namun, langkah tersebut bukan hal yang patut dibanggakan. Aturan legalisasi narkotika di sejumlah negara itu, kata Buwas, diterapkan secara terpaksa.

 



"Di pertemuan internasional saya tantang, kami tidak akan mengikuti mereka, ganja dijadikan seperti tembakau untuk konsumsi, ini bahaya. Setelah saya dalami ternyata negara itu frustasi, enggak mampu mengatisipasi," kata Buwas.

 

Buwas menjelaskan alasan legalisasi narkotika di Amerika, karena suatu kali negara power itu hendak merehabilitasi para warganya yang menjadi pemakai narkotika. Namun, hal itu urung dilakukan, karena biaya rehabilitasi yang dibutuhkan tiga kali lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Amerika.

Klik Juga: Terungkap, Ada Jaringan Narkoba di Lapas Pekanbaru

 

"Begitu juga dengan Belanda, Australia, akhirnya mereka mengambil langkah diisolir ambil satu lokasi di suatu tempat. Mau pakai (narkotika) di situ boleh, mau mati di situ boleh, yang penting tidak tersebar kemana-mana," ujarnya.

 

Buwas menegaskan, masih ada oknum aparatur negara yang terlibat dalam peredaran narkoba di Indonesia. "Ada keterlibatan oknum aparatur negara dalam kasus ini. Datanya ada, tapi yang jelas yang terpenting adalah bagimana cara mengatasi ini," kata dia

 

Sebab itu, lanjutnya, perlu dibangun sebuah komitmen antara aparatur negara hingga para pemimpin instansi untuk memberantas peredaran narkoba. Menurutnya, jika sudah ditertibkan sinergitas antara Kepolisian dan TNI serta komitmen tersebut akan berjalan dengan baik.

 

Buwas juga meyoroti masih adanya kasus jaringan peredaran narkoba di lembaga permasyarakatan (lapas). Hal itu, kata dia, juga perlu ditertibkan. Pasalnya, masih ada oknum yang terlibat. Jika jaringan tersebut ditertibkan, maka dapat mengurangi 50 persen peredaran di Indonesia.

Lihat Juga: Nyamar Jadi Pembeli, Polisi Ringkus Pengedar Ribuan Butir Ekstasi

 

"Sampai saat ini, pengungkapan di Sidoarjo bahkan Kalimantan itu bahkan ada bandar narkoba yang sudah divonis mati tapi masih bisa mengedarkan dari dalam lapas" ucapnya.

 

Sebagai contoh, kata Buwas, masih adanya oknum sipir yang terlibat memfasilitasi alat komunikasi kepada para terpidana tersebut. Padahal, di dalam lapas para terpidana tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas alat komunikasi.

 

"Berarti ada oknum yang memasukkan (alat komunikasi). Karena perintah presiden, tahun 2017 kami akan melakukan tidnakan yang masive. Bila perlu kami akan lakukan penyerbuan manakala sudah ada bukti dan faktanya," kata dia`

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline