RIAU ONLINE, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuding hingga kini masih ada kepala daerah, mulai Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Riau, menerima gratifikasi atau hadiah dari seseorang.
Padahal, pemberian hadiah atau gratifikasi tersebut bagian dari tindak pidana korupsi dan modus paling banyak digunakan sekarag ini oleh kepala daerah.
"Meski sudah ada imbauan bahwa pejabat negara dilarang menerima apapun janji ataupun hadiah tapi nyatanya masih banyak pejabat yang terjerat gratifikasi di Indonesia ketimbang suap," kata Direktur Giri Suparpdiono, Rabu, 9 November 2016, dalam seminar sehari.
Baca Juga: Inilah 10 Kepala Daerah di Riau Tersangkut Kasus Korupsi
Gratifikasi masuk dalam klasifikasi korupsi yang menurut KPK telah menjadi budaya sangat kental dalam pemerintahan Indonesia sejak lama.
Gratifikasi dianggap sebagai hadiah yang tak ada hubungannya dengan praktik suap, sehingga bagi pejabat dahulunya tak jadi masalah ketika mereka menerima dan melakukannya.
Gratifikasi bahkan dulunya disebut sebagai bentuk penghormatan terhadap seseorang sehingga ketika bertama, kata Giri, seseorang harusnya membawa sebuah hadiah atau buah tangan yang juga berfungsi untuk merajut silaturahmi.
"Gratifikasi dulunya itu sangat lazim dilakukan sehingga setelah ada aturan larangan gratifikasi, pejabat baru menyadari bahwa hal tersebut merupakan sebuah kejahatan yang tak boleh dilakukan," jelas Giri.
Dalam pemaparan ini, KPK menggandeng Ombudsman sebagai lemabaga negara yang melakukan pengawasan terhadap tindak gratifikasi.
Klik Juga: Wujudkan Bebas Korupsi, Pemprov Riau Bakal Bangun Tugu Anti Korupsi dan Taman Aspirasi
Keduanya bersama dengan pemerintah daerah povinsi Riau juga di kabupaten dan kota melakukan Deklarasi Riau sebagai zona anti praktik gratifikasi.
"Tadi kita sudah tanda tangani pakta integritasnya untuk menegaskan keseriusan Riau bebas dari korupsi," ungkap Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman.