RIAU ONLINE - Ind Police Watch (IPW) mendukung gebrakan yang dibaut Presiden Joko Widodo dalam memberantas pungutan liar (pungli). Namun, menurut IPW, tidak akan mudah jika sasarannya hanya pada tingkat bawah, sementara pungli dibiarkan pada tingkat atas.
Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane mengatakan upaya untuk memberantas pungli di jajaran lalulintas Polri bisa dilakukan seperti dengan memberlakukan SIM, STNK, BPKB dan TNKB seumur hidup. Sebab menurutnya, pengurusan perpanjangan menjadi sumber terjadinya pungli.
"IPW melihat, di banyak negara maju, masa berlaku SIM, STNK, BPKB, dan TNKB sudah seumur hidup. Pergantian hanya terjadi saat terjadi kerusakan atau hilang," kata Neta melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 27 Oktober 2016
Pembayaran pajak di negara maju, kata Neta, cukup dilakukan melalui bank. Namun untuk mendapatkan SIM harus diperketat lewat lembaga pendidikan yang terakreditasi dan sanksi bagi pengendara yang melanggar diperberat serta diperketat.
Neta menegaskan, gebrakan ini perlu dilakukan mengingat masyarakat telah mengidentikkan polisi dengan praktik pungli, terutama pelayanan di kepolisian. "Artinya pusat pelayanan Polri sarat dgn praktek pungli," katanya.
Menurutnya, stigma negatif tersebut menjadi tantangan berat untuk Kapolri Tito Karnavian, terutama saat Polri melakukan OTT di institusi lain dan menjadi beban berat di saat presiden menggalang gerakan anti pungli. Sebab selama ini publik sangat merasakan fakta-fakta dan praktik-praktik pungli di pusat pelayanan kepolisian.
"Dalam pengurusan SIM misalnya, biaya resminya hanya Rp 125 ribu faktanya masyarakat harus membayar Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu lewat calo, tanpa calo jangan harap bisa lolos ujian mendapatkan SIM," terangnya.
Operasi pemberantasan pungli sebenarnya sudah kerap dilakukan Propam, Irwasum dan Irwasda, tapi pungli tetap saja terjadi. Menurut Neta, hal ini karena praktik pungli sudah mengakar dan melibatkan banyak pihak serta menyangkut pada kepentingan sehingga sulit untuk diberantas.
Terlebih lagi, kata sistem yang ada sangat mendukung untuk terjadi praktik pungli, sehingga sulit untuk dibasmi. Untuk itu, Neta menyarankan untuk mengubah sitem sehingga peluang untuk pungli tertutup.
"Dalam pengurusan SIM, STNK, BPKB dan TNKB misalnya, masa berlakunya harus seumur hidup dan tidak perlu ada perpanjangan. SIM, STNK, BPKB dan TNKB diurus ulang jika rusak atau hilang," kata Neta.
Neta mengatakan, jika sistem itu diterapkan maka praktik pungli dan pencaloan yang kerap terjadi saat proses perpanjangan akan hilang. Kemudian, lanjutnya, praktik mafia proyek dalam perebutan pengadaan SIM, STNK, BPKB dan TNKB akan hilang.
Sebab, menurutnya, selama ini, selain praktik pungli, praktik mafia proyek dalam proyek pengadaan di Polri sangat kental dan tidak pernah tersentuh. "Dalam praktek mafia proyek pengadaan SIM, STNK, BPKB dan TNKB setiap tahun rata-rata Rp 2 triliiun nilainya dan ini tidak pernah disentuh," tegas Neta.
Menurut Neta, Jokowi harus memberantas praktik-praktik mafia proyek pengadaan di bidang SIM, STNK, BPKB dan TNKB Polri, khususnya dan proyek pengadaan di berbagai instansi lainnya juga harus dibersihkan dan diperangi serta OTT.
Sehingga pemberantasan pungli tidak hanya menargetkan jajaran bawah tapi juga menyentuh jajaran atas. "Apalah artinya jika yg di OTT hanya jajaran bawah, sementara yg di atas enak-enakkan bermain dengan mafia proyek," katanya.
Neta mengatakan Presiden harus benar-benar seirus dan simultan dalam mealkkan OTT dan perang terhadap pungli yang mencakup kalangan bawah dan atas. "Sebab disinyalir praktek pungli di jajaran bawah tdk hanya dinikmati jajaran bawah saja tapi diduga juga mengalir ke atas," tutupnya
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline