RIAU ONLINE - Sebanyak 100.300 kasus kematian dini di Asia Tenggara terjadi diperkirakan akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia pada 2015 lalu. Data tersebut diperoleh berdasarkan riset terbaru Universitas Harvard dan Universitas Columbia Amerika Serikat.
Shanon N Koplitz dan tim penelitinya dalam jurnal Environmental Research Letters (ERL) mengatakan paparan asap karhutla yang terjadi selama Juli sampai Oktober 2015 berimplikasi pada peningkata angka kematian dini masyarakat di wilayah yang terpapar asap karhutla secara langsung, khususnya Indonesia, Singapura dan Malaysia.
"Pada tahun 2006 (dengan periode yang sama), angka kematian dini yang disebabkan paparan asap karhutla mencapai 37 ribu kasus. Pada 2015, kami perkirakan ekses kematian tersebut menjadi 100.300 kasus," demikian laporan berjudul Public Health Impacts of the Severe Haze in Equatorial Asia in September-Oktober 2015: Demonstration of New Framework for Informing Fire Management Strategies to Reduce Downwind Smoke Exposure, yang dikutip RIAUONLINE.CO.ID dari CNNIndonesia.com, Selasa, 20 September 2016.
Baca Juga: Kepergok Saat Kabur, Satgas Amankan Pria Diduga Bakar Hutan Lindung Bukit Suligi Rohul
Menurut Komplitz, 91.600 dari 100.300 kasus kematian terjadi di Indonesia. Sekitar 6.500 kasus kematian dini ditemukan di Malaysia dan 2.200 kasus kematian dini terdapat di Singapura. Ketiga negara ini adalah negara yang terpapar kabut asap karhuta selama 2015 lalu.
Penelitian ini menggunakan metode penyingkapan polusi udara dari data satelit dalam menghitung paparan asap karhutla. Penelitian menghubungkan prakiraan emisi api dan penyebaran asap karhutla selama kurun waktu Juli-Oktober tahun 2015, dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan.
Dengan indikator the Global Fire Assimilation System (GFAS), peneliti bisa memperkirakan jumlah populasi yang terpapar kabut asap berdasarkan perhitungan konsentrasi asap yang menyebar di setiap wilayahnya.
Klik Juga: 2 Perusahaan Pembakar Lahan Ditetapkan Sebagai Tersangka
"Secara garis besar, penelitian ini menjelaskan kontribusi relatif emisi dan asap kebakaran terhadap dampak kesehatan yang ditimbulkan, khususnya pada peningkatan angka kematian dini di wilayah-wilayah yang terpapar langsung oleh asap karhutla," tulis laporan tersebut.
Menurut Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, peningkatan angka kematian dini adalah kasus yang serius dan perlu menjadi perhatian pemerintah dalam penanggulangan karhutla.
Selama ini, kata Yuyun, pemerintah hanya fokus pada penanganan teknis pengelolaan lingkungan pada kasus karhutla, tanpa memberikan penanganan khusus untuk masyarakat yang terpapar asap karhutla.
"Banyak yang belum tersentuh pemerintah dalam hal penanganan karhutla, khususnya terkait dengan kesehatan korban," kata Yuyun.
Lihat Juga: Menteri Siti Berang, Perusahaan Jangan Main-main
Yuyun menyatakan, walau angka kematian dini sebanyak 100.300 kasus tersebut tidak serta-merta disebabkan oleh dampak kahutla, namun dampak asap karhutla berpengaruh besar tidak hanya pada kerusakan lingkungan, tapi juga kesehatan manusia.
"Karhutla memang tidak menjadi faktor utama 100.300 kasus kematian prematur terjadi, tapi diindikasikan (100.300 kasus itu) diperparah oleh asap karhutla berdasarkan paparan asap, waktu, dan wilayah kejadian," ujar Yuyun.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline