RIAUONLINE - Butuh waktu yang relatif lama untuk melakukan proses negosiasi dalam konteks daratan maupun perairan, sebab diskusi harus dilakukan secara mendalam yang tidak hanya melibatkan perairan tapi juga pulau-pulau yang ada di dalamnya.
Kini, Indonesia, Singapura dan Malaysia yang merupakan tiga negara bertetangga di Asia Tenggara tengah terliba dalam sengketa wilayah. Sebenarnya, perselisihan batas wilayah antara tiga negara ini sudah berlangsung sejak zaman kolonialisme Belanda, saat itu Singapura masih dikenal dengan nama Temasek dan serumpun dengan Malaysia.
Ketika PBB menetapkan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada 1982, batas kedautan laut antara ketiganya malah semakin tidak jelas. Banyak hal yang harus diputuskan, seperti pembuatan batas landas kontinen dan batas ZEE. Padahal, negara kepulauan seperti di Asia Tenggara, jarak antarselat sangat sempit, seperti dilansir dari OKEZONE, Kamis, 1 September 2016.
Sedikitnya sudah 29 kali perundingan dilakukan sejak 2005 hingga Maret 2016 lalu, namun tak kunjung memberikan hasil yang menggembirakan. Perundingan hanya menghasilkan beberapa kesepakatan mengenai garis batas laut teritorial antara Indonesia dan Malaysia di sekitar perairan Pulau Sebatik, timur laut Kalimantan. Jika dilihat secara administratif, wilayah ini memang masuk wilayah Kalimantan Utara, artinya merupakan milik Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam rapat koordinasi dengan Komisi I DPR RI pada Rabu (31/8/2016) mengatakan, ada tantangan besar yang harus dihadapi untuk menyelesaikan masalah batas maritim tersebut. "Apalagi dari segi geografis dengan Malaysia, kita punya terlalu banyak, panjang dan kerumitan lain untuk bisa menyelesaikan masalah perbatasan ini dalam waktu singkat," ujarnya.
Namun, Menlu Retno menilai sudah ada kemajuan terkait perundingan wilayah tersebut dengan adanya kesepakatan (garis biru) di perbatasan Kalimatan Utara.
Menurutnya, satu garis itu dikatakan pada prinsipnya sudah selesai dinegosiasikan dan sedang diformalkan. Selain juga tinggal menunggu negosiasi dengan Pemerintah Malaysia soal waktu yang tepat untuk mempublikasikannya.
Namun, masih ada perbatasan lainnya yang belum terselesaikan. Kedaulatan wilayah di batas segmen timur I, yaitu Batam-Changi dan batas segmen timur II di sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca, yang menjadi sengketa antara Indonesia dengan Singapura.
Kedua negara juga sudah mulai menemukan titik terang. Tapi, masih ada sejumlah perundingan yang perlu dilakukan guna mengisi kekosongan antara kemutlakan teritori tersebut dengan Malaysia
Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, Damos Dumoli Agusman menjelaskan ada garis titik-titik yang sudah di sepakati, yang dinamakan garis Provisional Territorial Sea Boundary (PTSB).
"Singapura belum mau publikasikan itu karena paketan dengan ketentuan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Keputusannya, Indonesia harus menunggu negosiasi antara Singapura dan Malaysia," terangnya.
Menurut Damos, ketiga negara perlu menentukan three junction poin atau titik temu tiganegara untu mencapai kesepakatan mutlak. Sebab, jika batas sudah ditetapkan, apapun yang terjadi tidak akan bisa diubah lagi. Sementara itu, garis yang tegak rata, kata Damos, sudah menjadi milik Singapura.
Menyikapi penjelasan itu, DPR meminta agar sengketa perbatasan yang sudah mandek selama lebih dari 10 tahun ini bisa segera diselesaikan. Sehingga Indonesia tidak perlu berlarut-larut dengan posisi tawarnya.
"Ya, memang untuk membentuk satu garis kecil saja butuh (dirundingkan) bertahun-tahun lamanya. Pak Wamenlu (AM Fachir) tadi membisiki saya, dulu untuk menyelesaikan landasan kontinen dengan Vietnam saja memakan waktu 32 tahun," pungkas Menlu Retno.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline