Laporan: Azhar Saputra
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilomu Politik Universitas Riau (FISIP Unri), Adlin, mengatakan hasil dari survei bakal calon (balon) untuk maju sebagai pemimpin Kota Pekanbaru tidak bisa dijadikan sebuah patokan di ajang pentas sebuah pesta demokrasi.
"Sebenarnya survey itu banyak kelemahan yang terletak kepada pelaksanaan surveinya itu sendiri," ucapnya, Jumat, 5 Agustus 2016.
Adlin mencontohkan jika narsumber yang diwawancarai saat survei tidak tepat maka hasilnya akan tidak sesuai. Menurutnya, jika survei dilakukan dengan pengerjaan yang tepat maka akan memberikan gambaran yang tepat pula.
"Yang dimaksud itu apakah narsum yang telah di wawancara itu adalah orang yang tepat. Kalau tidak seharusnya hasil surveinya bisa meleset nanti. Semua tergantung pelaksanaannya dilapangan. Kalau benar pengerjaannya maka tentunya bisalah memberikan gambaran," ujarnya.
Baca Juga: Noviwaldy Jusman Mundur Balon, Pengamat Politik: Patut Ditiru
Menurut Adlin, hasil dari sebuah survei itu diibaratkan kepada sampel balon A dengan balon B. Kemudian yang telah disurvei memilih balon A. Tetapi ternyata, saat penghitungan usai pemilihan hasil survei tidak sesuai.
"Kita lihat saja waktu periode pertama hasil survei dari Firdaus yang sekarang telah menjadi Walikota Pekanbaru. Hasil surveinya kan Septina yang menang, rupanya Firdaus," tandasnya.
Kepada elit politik, Adlin menyarankan, untuk tidak berpatokan pada lembaga survei saja, sebab ada baiknya untuk menggunakan dua atau tiga lembaga survei lainnya sebagai penguat dan pembanding antara hasil survei satu dan lainnya.
"Kalau misalnya tiga lembaga survey memberikan hasil yang sama biasanya itu mengambarkan hasil kenyataan itu. Calon itu juga harus cerdas, jangan percaya kepada hasil survey itu," tutupnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline