Badan Restorasi Gambut Bangun Sistem Pemantau Sekat Kanal

fuAD-GAMBUT.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/Zuhdy Febrianto)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Badan Restorasi Gambut (BRG) akan membangun sistem monitoring secara real time terhadap sekat kanal dan embung yang telah dibangun di lahan gambut se-Indonesia. Rencana ini akan direalisasikan segera untuk mengukur efektifitas sekat kanal dan embung.

 

Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead mengatakan efektifitas sekat kanal dan embung bisa diukur dengan melihat kelembaban dan kebasahan gambutnya. Jika sekat kanal dan embung sudah dibangun namun lahan gambut masih terdeteksi kering, maka Foead menuding ada yang salah dengan pemasangan sekat kanal.

 

"Kalau sudah ada sekat kanal tapi gambutnya kering terus berarti ada yang salah dalam membangun sekat kanalnya," terang Foead, Selasa (3/5/2016).

 

Foead akan membangun sistem monitoring secara real time dengan cara membuat sensor yang akan menyensor kepermukaan bawah gambut untuk mengukur kelembaban, temperatur dan permukaan naik turunnya air. (KLIK: Gugatan Kabut Asap, Pemerintah Enggan Minta Maaf)

 

"Seluruh data itu nanti akan dikirim dan terkoneksi ke server, jadi bisa dilihat oleh Pak Gubernur, Pak Bupati, perusahaan ataupun Presiden sekalipun. Dari data ini nantinya bisa kita lakukan evaluasi secara sigap, cepat dan terukur karena semuanya ada datanya," papar Foead.

 



Dari 2 juta hektar lebih lahan gambut yang ditargetkan presiden kepada BRG untuk direstorasi, setelah dilakukan pemetaan Foead ternyata di Riau lokasi gambut yang rusak dan terbakar dalam lima tahun terkahir mencapai 933 ribu hektar.

 

Dari total hampir sejuta hektar lahan gambut rusak tersebut, nantinya BRG akan menghitung berapa luas lahan yang ada di lahan konservasi, budidaya dan lahan
perusahaan," ujarnya. (BACA: Ini Alasan Gambut Rimbo Panjang Perlu di Restorasi)

 

Dalam waktu dekat BRG mengupayakan pembagian itu bisa selesai dan bisa dipublikasikan segera. Nantinya lahan gambut yang terdeteksi mengalami kerusakan tersebut akan dilakukan restorasi.

 

"Karena kami pikir ini penting bagi rekan-rekan pemilik dan pengelola lahan untuk tau apakah lahan mereka masuk ke dalam bagian kerja restorasi atau tidak. Saya tidak akan kaget kalau nanti persentasi terbanyak ada di lahan konsesi perusahaan sawit dan HTI," pungkas Foead.

 

Nantinya BRG akan mengajak perusahaan-perusahaan untuk bekerja sama dalam melakukan restorasi. Foead optimis, tidak akan sulit mengajak perusahaan karena banyak perusahaan yang juga sudah melakukan pembuatan sekat kanal secara mandiri.

 

"Jadi yang akan kita dorong itu bukan hal baru, tapi hal yang juga sudah mereka lakukan. Hanya barangkali nanti metodenya saja yang berbeda," urai Foead.

 

Sementara itu, Deputi Penelitian dan Pengembangan, Haris Gunawan berujar bahwa untuk pembangunan sistem tersebut, kini BRG telah bekerja sama dengan beberapa universitas yang ada di Jepang. Menurutnya Jepang merupakan percontohan yang baik dalam kajian gambutnya.

 

"Kita sedang membangun sistemnya bersama dengan akademisi yang ada di Jepang. Jika lancar, tahun ini akan selesai sistem itu," tandasnya.