RIAU ONLINE, PEKANBARU - Beberapa anak belasan tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar tampak berjalan mengitari barisan kendaraan yang berhenti, di lampu merah simpang Jalan Nangka dan Sudirman, atau tidak jauh di depan toko buku Gramedia Sudirman. Mereka menyebar dan menyinggahi satu demi satu kendaraan. Dengan setumpuk koran di tangan, mereka jajakan dengan harga kisaran Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu.
Semua anak itu berasal dari kawasan Pasar Dupa, di Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. Mereka saban hari berjualan koran di persimpangan jalan protokol di Pekanbaru.
Mereka mulai bekerja berjualan koran sejak tengah hari sepulang sekolah hingga petang datang. Mereka berangkat bersama dari Jalan Cendrawasih, Harapan Raya setelah masing-masing mereka mengambil setumpuk koran dari seorang lelaki paruh baya yang mereka panggil dengan sebutan Pak Rambai untuk dijajakan hingga habis. (KLIK: Potret Anak-anak Pekanbaru Tanpa Pendidikan)
Sehari mereka paling banyak mengambil 5 hingga 7 eksemplar koran dari Pak Rambai. Pak Rambai merupakan pengepul koran dari beberapa perusahaan media. "Dari Harapan Raya kami naik oplet beramai-ramai terus turunnya ada yang di Simpang jalan Sudirman, ada juga yang depan kantor gubernur," ujar Dion, salah seorang anak penjual koran, kepada RIAUONLINE.CO.ID.
Dion saat ini duduk di bangku kelas I Sekolah Menengah Pertama. Ia didapuk sebagai ketua geng anak-anak penjaja koran, karena hanya dia yang berumur paling tua dan berbadan besar dari yang lainnya. Dion pun paling menjadi loper koran di dua persimpangan tersebut.
"Sudah 5 tahun saya jual koran, waktu saya masih kelas 3 SD," katanya.
Panas terik matahari dan debu jalanan tidak membuat mereka patah semangat, tidak sedikitpun tampak gurat murung di wajah mereka, sambil menjajakan koran mereka tampak ceria bercanda satu sama lainnya. Suasana semakin mencair tatkala RIAUONLONE.CO.ID mengajak mereka berbincang-bincang. Tawa canda pun mengalir satu sama lain saling lemparkan ejekan, namun masih dalam batas yang wajar candaan anak-anak seusia mereka. Mereka bahkan lupa waktu makan siang saking asiknya menjajakan koran.
"Dari rumah kami cuma dibekali Rp2 ribu saja. Itupun dipakai untuk ongkos oplet pergi dan pulangnya. Kalau makan kami tunggu sampai di rumah dulu baru bisa makan. Uang hasil jualan kami bawa pulang terus kasih sama mamak," ujar anak lainnya yang bernama Ilham. Ilham masih duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar, SDN 139 Pekanbaru. Ia masih berusia 9 tahun.
Selain Ilham, Dion beserta anak-anak lainnya juga mengaku uang hasil berjualan mereka berikan kepada orang tuanya. Mereka tak pernah menggunakan uang sepersen pun untuk jajan mereka sendiri, meskipun itu hasil jerih usaha sendiri. Mereka mengaku,berjualan koran untuk membantu perekonomian keluarga.
"Kami jualan koran tak pernah dipaksa. Kami berjualan untuk membantu orang tua saja," imbuh Dion. (LIHAT: Pasca 10 WNI Bebas, Filipina Lanjutkan Pembebasan Sandera Lain)
Dalam sehari, pendapatan mereka tak pernah tetap dan tidak selalu untung banyak. Sehari, biasanya mereka hanya mendapat uang Rp10 ribu hingga Rp20 ribu hasil berjualan dari tengah hari hingga petang datang. Jika tak laku jual, koran yang mereka bawa tadi akan dikembalikan lagi kepada Pak Rambai. Kadang mereka harus merugi lantaran harus mengganti koran yang rusak akibat ditimpa hujan.
"Kami rugi kalau koran yang kami bawa itu basah kena hujan atau rusak dan tak bisa dijual lagi. Itu kami harus ganti dengan uang kami sendiri atas kerusakan dan kerugian itu. Bukannya untung, kita malah ganti uang orang," kata Dion.
Selama berjualan, mereka tak pernah terganggu dengan kegiatan sekolah yang mereka jalani setiap hari. Mereka menjelaskan setiap hari harus membagi waktu 24 jam mulai dari bersekolah, bermain, berjualan, belajar hingga istirahat. Mereka mengaku tak kesulitan melakukannya.
Sejak pagi mereka pergi dan bersekolah hingga pukul 12.30 wib. Setelah pulang mereka berganti baju dan langsung bergegas berangkat ke rumah Pak Rambai untuk mengambil koran, hal itu terus dilakukan bersama-sama. Kemudian dari siang hingga senja datang, Dion, Ilham dan yang lain berjualan lalu pulang ketika malam tiba.
"Malamnya kami makan, mandi, belajar lalu istirahat. Untuk waktu main-main ya kami main sambil berjualan setiap harinya. Kan bisa main sambil kerja," ucapnya.
Ketika ditanya makna hari pendidikan nasional yang jatuh tepat hari ini (2/5/2016), bagi mereka tak ada keistimewaan apapun selain pulang lebih cepat karena adanya upacara dan acara lomba di sekolah mereka masing-masing. Mereka bahkan tak mengetahui mengapa hari pendidikan jatuh pada 2 Mei setiap tahunnya.
"Tak ada yang istimewa. Cuma kita bisa pulang lebih cepat aja dari biasanya, jadi kita bisa jualan lebih lama dibandingkan dengan hari biasanya," tandas Ilham disambut gelak tawa dari teman-temannya.