Laporan: Azhar Saputra
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Carut-marut dunia pendidikan di Pekanbaru, semakin terbuka boroknya. Usai sepekan lalu dihebohkan dengan bangunan tempat belajar yang lebih buruk dibandingkan di Film Laskar Pelangi, kini kondisi bangunan nyaris serupa juga ditemukan.
Penelurusan RIAUONLINE.CO.ID, SDN 62 Marjinal di Simpang Tangor, Jalan Budi Luhur, RW 18 Binjai, Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya, para murid harus belajar di Pos Pelayan Terpadu (Posyandu) dan mushalla.
Kondisi ini sudah dialami sejak sembilan tahun silam. Pantauan RIAUONLINE.CO.ID, Jumat, 1 April 2016, murid SDN 62 Marjinal berjumlah sekitar 80 orang tetap bersemangat dalam belajar.
Baca Juga: Miris, Sekolah di Pekanbaru Ini Lebih Parah Dari Laskar Pelangi
Puluhan anak ini harus berjalan kaki sejauh 4 kilometer setiap harinya. Walau dengan kondisi memprihatinkan tersebut, murid-murid ini sadar pendidikan merupakan cara untuk mengubah nasib mereka.
SEORANG guru perempuan SDN 62 Marjinal saat mengajar di gedung Posyandu RW 18, Kelurahan Sail, Tenayan Raya, Jumat, 1 April 2016. Di SDN 62 ini murid-murid harus berbagi lokal dengan kelas laiannya.
"Semangat belajar anak di sini sangat tinggi. Kemarin, pas hari hujan lebat turun, saya datang terlambat karena kondisi jalanan sangat parah. Sebelum kita datang mereka tidak akan pulang. Tetap ditunggunya kita (guru). Anak-anak tetap disini," kata Yusmarni, guru kelas dua di sekolah ini.
Ia menceritakan, lokal yang dipakai sekarang ini dulunya merupakan Posyandu, kini sudah dipindahkan ke RW 18. Tanah dimanau bangunan Posyandu tersebut berdiri, tuturnya, merupakan milik warga, lalu diserahkan kepada masyarakat.
"Jadi karena untuk masyarakat, anak-anak kita berhak memakai bangunan ini. Jadi kita pakai saja. Sedangkan mushalla di atas tidak terpakai, sudah ada mesjid dibangun," ujarnya.
BANGUNAN tanpa plester ini kini disulap menjadi lokal untuk murid kelas III dan IV SDN 62 Marjinal, Simpang Tangor, Tenayan Raya, Jumat, 1 April 2016.
Posisi kedua bangunan ini tidak begitu jauh. Jarak antara Posyandu dengan mushalla berkisar lima meter. Kedua bangunan tersebut berkontur perbukitan, sebelum tiba di Mushalla.
Klik Juga: Pak Firdaus, Kapan ke Sini? Lihat Sekolah Kami Dong
Kelas satu dan dua memakai bangunan Posyandu. Yusmarni mengatakan, pemakaian lokal sudah diatur kapan masuk dan keluarnya. Untuk pagi hari, kelas 1 memakai ruangan tersebut, bergantian dengan kelas 2.
"Sedangkan mushalla, dipakai untuk kelas III dan IV. Sudah dipasang partisi terbuat dari triplek sebagai pembatas anak-anak dalam belajar," kata Yusmarni.
Ia menjelaskan, bagi puluhan murid kelas III dan IV yang menggunakan Mushalla sebagai lokal, kala terik matahari semakin panas, mereka harus basah karena peluh keringat. Di lokal ini, tak ada sama sekali plafon, ini membuat panas terik langsung dirasakan pelajar.
SEORANG guru sedang mengajar di Mushalla yang telah disekat untuk ruang belajar kelas III dan IV, Jumat, 1 April 2016. Ini merupakan lokal untuk murid SDN 62 Simpang Tangor, Tenayan Raya, Pekanbaru.
"Saat siang hari sangat panas. Jadi anak-anak kita pulangkan pukul 12.00 WIB, kasihan," kata guru ini.
Yusmarni mengatakan, untuk murid Kelas V dan VI, terpaksa menumpang di sekolah induk, SDN 62, berjarak 8 km. Terkendala jarak, tak jarang dua dari 10 anak tidak sanggup dan harus putus sekolah.
Lihat Juga: Ruangan Belajar Kandang Sapi Itu Dipakai untuk 3 Kelas
"Marjinal ini diprioritaskan untuk anak putus sekolah dan anak-anak tidak mampu. Sedangan pembangunan kelas belum ada dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Tanah kita belum ada, kalau untuk membangun kalau ada tanah, dinas oke-oke saja," kata perempuan itu.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline