TAMAN Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan satu dari berbagai kawasan konservasi yang terus dicoba untuk direvisi peruntukkan kawasannya.
(INTERNET)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau (Pemprov) Riau kembali menuding lesunya ekonomi dan perlambatan investasi di Riau akibat belum dipenuhinya diakomodirnya keinginan daerah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi (Plt Sekdaprov) Riau, M Yafiz mengatakan, setidaknya Rp 70 triliun nilai investasi tak bisa masuk ke Riau akibat keinginan daerah tidak diakomodir pemerintah pusat.
Namun demikian, tutur Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau ini, Pemprov telah mempersiapkan langkah strategis guna manarik masuknya investor.
(Baca Juga: Curhat Menteri Siti Nurbaya saat Terima Bupati Siak, Syamsuar)
"Setidaknya ada investasi senilai Rp 70 triliun kini terhambat karena permasalahan RTRW yang belum selesai. Sayang sekali karena proses pembangunan kita terhambat akibat persoalan ini tak kunjung selesai," kata Yafiz kepada wartawan, Kamis (25/2/2016).
Beberapa kawasan strategis akan dikembangkan, di antaranya kawasan Pelabuhan Dumai, Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Buton Siak dan Kawasan Industri Pelabuhan Kuala Enok Indragiri Hilir.
"Kawasan paling diminati adalah Kota Dumai. Pemerintah mencatat nilai investasi yang terhambat mencapai Rp20 triliun. Banyak investor yang tertarik dengan wilayah pintu gerbang distribusi ekspor Cruide Palm Oil di Riau," jelasnya.
Dumai juga merupakan kota industri minyak bumi dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Pemerintah setempat juga akan membangun kawasan pelabuhan.
"Tahun lalu, pencapaian investasi Riau hanya Rp 11 triliun jauh dari target Rp 18,5 triliun, akibat belum disahkannya RTRW. Tahun ini, target investasi Riau terpaksa diturunkan menjadi Rp14 triliun," tandasnya.
Sebelumnya, masalah RTRW Riau, kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, jangan mengganggu jalannya pembangunan di daerah. Ini menjadi tanggungjawab penuh Pemprov Riau.
(Klik Juga: Menteri Siti Nurbaya Tuding Pemprov Riau Membangkang Soal RTRW)
"Harusnya Pemprov Riau menjalankan SK 878, karena itu bersifat final. Begitu juga dengan daerah-daerah di Riau, mengacu saja pada SK 878. Saya sudah tegas dan jelas mengatakan, saya tidak mau ada indikasi pemutihan lahan melalui RTRW,’’ tegas Siti.
Mengenai masalah kepastian hukum di daerah, terutama bagi kepentingan investasi, mantan Sekjen Depdagri ini menyarankan agar daerah-daerah di Riau mengajukan usulan secara parsial. ''Sehingga bisa dirinci bersama satu persatu apa yang diusulkan,'' katanya seperti dilansir dari sitinurbaya.com.
Untuk membantu kepastian hukum, tutur mantan Sekjen DPD RI ini, dapat juga dilakukan korespondensi antarlembaga pemerintahan.
Bagaimanapun, tuturnya, rakyat membutuhkan pembangunan. Ini juga untuk meyakinkan investor, ada masalah-masalah seperti di tingkat Provinsi seharusnya bukan masalah.
"Rakyat jangan dikorbankan. Investasi jangan terganggu. Jika Provinsi masih tak bisa menyelesaikan, maka Pemkab konsisten saja mengacu pada SK 878 dan lakukan korespondensi. Jangan jadikan RTRW sebagai alasan lambannya pembangunan di daerah,’’ tegas Siti.
(Lihat Juga: Akar Masalah Asap Riau Lantaran RTRW Belum Tuntas)
Penegasan sama juga disampaikan Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan Kemen LHK, San Afri Awang. Ia mengatakan, sudah sering menyampaikan penegasan tersebut ke Pemprov Riau mengenai RTRW Riau sudah tidak ada masalah bila semuanya mengacu pada SK 878.
Namun sayangnya, Pemprov Riau tak kunjung menjalankan arahan dari Kemen LHK, meski sudah berulang kali disampaikan. ‘’Kita punya semua datanya, sudah kita sampaikan ke Pemprov Riau. Tidak bisa kita dipaksa-paksa, karena kalau dipaksa akan melanggar aturan,’’ kata Awang.
"Jadi mengacu saja pada SK 878, karena itu bersifat final,’’ tegasnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline