RIAU ONLINE, PEKANBARU - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menganggap wajar Riau mendapatkan rapor merah dalam rilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemarin KPK menyebutkan Riau berada dalam urutan ke 6 provinsi dengan potensi korupsi tertinggi di Indonesia.
Koordinator Fitra Riau, Usman mengatakan dengan tertangkapnya tiga Gubernur Riau secara beruntun diikuti beberapa bupati dan wakil bupati membuat Riau masuk dalam prioritas pengawasan dari KPK. Dengan banyaknya kasus korupsi yang menyeret petinggi-petinggi di Riau, nama Riau kini bersandingan dengan Aceh dan Sumatera Utara dalam daftar provinsi rawan korupsi di Sumatera.
"Rilis dari KPK dengan menetapkan Riau sebagai salah satu provinsi paling rawan korupsi di Indonesia itu wajar saja. Melihat kinerja dan banyaknya kasus penggelapan anggaran APBD di Riau maka kita harus menerima kenyataan tersebut bahwa daerah kita sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh banyak pejabat tinggi di Riau," ungkap Usman ketika dihubungi RIAUONLINE.CO.ID, Kamis (14/1/2016). (KLIK: Ledakan di Sarinah Tidak Ganggu Perekonomian Tanah Air)
Usman menjelaskan buruknya sistem kelola anggaran hingga transparansi anggaran di Riau sebagai faktor utama maraknya korupsi anggaran negara di Riau. Selama ini pemerintah Provinsi Riau tak pernah melakukan perbaikan sistem kelola yang buruk, belum lagi transparansi anggaran yang buruk pula. hal ini seolah bentuk pembiaran pemerintah untuk tetap menjaga praktik korupsi terjadi di Riau.
"Kita berulang kali telah memperingatkan kepada pemerintah Provinsi Riau terkait buruknya sistem tata kelola keuangan serta tertutupnya aliran anggaran dari publik sehingga dapat membuka kesempatan bagi para pejabat korup yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi untuk memperkaya dirinya. Namun hingga kini pemerintah seolah tak menggubris peringatan kita tersebut," tegas lelaki asal Bengkalis tersebut.
Usman mencontohkan buruknya tata kelola yang terjadi pada pengadaan barang dan jasa di Riau. "Selama ini tiap ada pengadaan barang dan jasa itu harus mendaftar terlebih dahulu di LPSE dan kemudian akan dilakukan lelang terbuka. Padahal siapa yang menang dalam lelang itu sebenarnya sudah ditetapkan terlebih dahulu. Sudah ada kesepakatan terlebih dulu mereka lakukan. Ini sudah jadi rahasia umum bagi siapapun yang pernah mengikuti bagaimana mekanisme proyek berlangsung," urai Usman. (LIHAT: Bingung Cari Modal Usaha? Coba Tips 5 Rahasia Umum Dapat Modal Usaha)
Selain korupsi yang kerap kali terjadi pada sektor anggaran negara atau APBD, Usman juga menambahkan sektor kedua paling banyak dikorupsi adalah sektor sumber daya alamnya. Menurutnya sektor ini merupakan lahan baru bagi para oknum pejabat tinggi untuk meraup kekayaan pribadi yang lebih banyak.
"Sektor sumber daya alam kini tak kalah dengan sektor APBD untuk dikorupsi. Sumber daya alam kita yang melimpah dieksploitasi secara besar-besaran dan ini telah ada kongkalikong dengan oknum pejabat tinggi di RIau. Misalnya saja sektor migas dan kehutanan. Ini parah sekali," tutupnya.