Para penari menggotong logo semboyan Homeland of Melayu di Halaman Kantor gubernur Riau, Minggu (9/8/2015)
(Suci Aulia)
Laporan : Saan
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) pelestarian budaya dan tradisi melayu, Masnur menyebutkan pembahasan itu lahir menyusul kegelisahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau melihat visi Riau menjadi pusat budaya melayu belum jelas.
"Visi Riau pada tahun 2020 menjadi pusat budaya melayu di Asean. Namun visi ini hingga sekarang belum diketahui sudah berjalan sejauh mana," kata anggota DPRD Riau dari Fraksi Golkar ini, dalam public hearing Ranperda ini di Graha Pena Pena Riau, Jumat (13/12/15).
Menurut Masnur, selama ini masyarakat melayu Riau justru terbagi lantaran letak geografis. "Kita ini terkotak-kotak. Orang kampar tak pulak mengaku melayu. Orang taluk juga mengaku nenek moyang mereka bukan pula melayu," ujarnya. (KLIK: Pasar Wisata Pekanbaru Kurang Promosikan Produk Lokal)
Masnur berharap, Perda Pelestarian budaya dan nilai tradisi melayu nantinya bisa menjadi perekat masyarakat Riau. Masnur mengaku Ranperda ini sudah lama dibahas dan melibatkan tokoh masyarakat dan akademisi Riau. "Bukan simsalabin jadi. Biarlah belama-lama tapi padat," jelasnya.
Ketua harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Alazhar, mengkritik rancangan peraturan daerah (Ranperda) pelestarian budaya dan nilai tradisi melayu.
Menurut Alazhar, Ranperda pelestarian budaya dan nilai tradisi melayu diharapkan tidak hanya membuat aturan simbolik saja. Sebab aturan simbolik selama ini sudah diterapkan. (LIHAT: Plt Gubri Imbau Daerah Kembangkan Wisata Budaya)
"Kalau cuma untuk melindungi Pakaian melayu, melindungi tari melayu. Tak usah dibuat Perda. Sebab ini sudah terlaksana," paparnya, pada public hearing yang diadakan di grahara Pena, Jumat, (13/11/15).
Alazhar mengusulkan, hendaknya Ranperda ini bisa mempersatukan simbol dan makna kemelayuan yang ada.
Kritikan juga disampaikan Dekan Fakultas budaya Univeraitas lancang kuning, Junaidi, menurut Junaidi ada banyak hal yang harus diperbaiki dari Ranperda tersebut. Seperti masalah bahasa, sastra, pantun, desa adat dan lainnya. Menurutnya Ranperda ini juga tidak tuntas, sebab hanya menyebut secara umum. "Harusnya Ranperda ini sudah menyeluruh, tidak hanya sekedar menyinggung," ujar Junaidi.
Ada beberapa pasal dalam Ranperda tersebut yang tidak dijelaskan secara umum, dan ditentukan oleh peraturan gubernur. "Ini namanya tidak tuntas. Sebab Peraturan gubernur ada prosesnya lagi," tandasnya.