RIAU ONLINE, PEKANBARU - Penyebaran HIV/AIDS di Provinsi Riau hingga Oktober 2022 mencapai 8.034 orang yang terinfeksi. Sementara untuk pengidap AIDS saat ini tercatat 3.728 orang.
Hal itu diungkapkan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Ridwan.
Dirincikan Ridwan sejak ditemukan pada 1997 di Kota Dumai, penularan virus tersebut penyebaran terbanyak di Kota Pekanbaru tercatat 2.437 kasus AIDS.
Sementara untuk penularan AIDS yang rendah tercatat di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
"Kasus pertama HIV/AIDS ditemukan di Dumai, saat ini tercatat 230 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), di Dumai," ujar Ridwan, Selasa, 3 Januari 2023.
Sementara itu kata Ridwan, pada 2022 tercatat sebanyak 591 orang. Terjadi peningkatan jika dibandingkan tahun 2021, yakni 570 orang.
Sementara untuk AIDS, pada 2022 tercatat sebanyak 220 orang menurun dibanding tahun 2021. Pada 2021 lalu, penderita AIDS sebanyak 242 kasus.
"Jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, kasus HIV/AIDS dari perilaku heteroseksual (penyuka laki-laki dan perempuan) meningkat tajam. Khusus kasus AIDS kategori heteroseksual adalah yang tertinggi yakni 2.497 kasus. Sementara kategori homoseksual cenderung menurun yakni 880 kasus. Yang beresiko sekarang adalah heteroseksual dan homoseksual," beber Ridwan.
Kemudian, berdasarkan golongan masyarakat yang terpapar HIV/AIDS di Riau yang tertinggi dari golongan karyawan swasta yaitu sebanyak 1.211 kasus, golongan wiraswasta sebanyak 728 kasus, ibu rumah tangga sebanyak 515 kasus. Ada pula dari golongan pengangguran 402 kasus dan terendah golongan tenaga profesional medis sebanyak 16 kasus.
"Kalau ibu rumah tangga tertularnya bisa saja dari suaminya, bisa saja dari transfusi darah, atau dia terpapar karena sebagai petugas layanan kesehatan. Untuk tenaga medis bisa saja terpapar melalui pasien, karena pasien tidak memberikan informasi yang jelas, misalnya melahirkan, kalau kena darahnya bisa menular, kalau ada luka," sambungnya.
Untuk mengatasi atau meminimalisir penularan HIV/AIDS di Riau, pemerintah telah melakukan upaya sosialisasi kepada Masyarakat akan bahayanya virus tersebut dan untuk obatnya sendiri belum ditemukan.
"HIV belum memunculkan gejala, 10 sampai 20 tahun (kalau dibiarkan, red) baru nanti ketahuan AIDSnya. Intinya adalah jangan sampai gonta-ganti pasangan. Kemudian harus hati-hati dalam melakukan transfusi darah, harus melalui PMI," lanjutnya.
Sedangkan demi menekan perkembangan virus HIV menjadi AIDS, Kementerian Kesehatan RI sudah mendistribusikan obat yang berfungsi menahan peningkatan kadar virusnya.
"Obatnya yaitu Antiretroviral (ARV) yang disediakan oleh Kemenkes secara gratis yang terdapat di seluruh Puskesmas. Yang sudah positif HIV itu bisa diberikan obatnya, kalau sudah diberikan obat, berkemungkinan virusnya terkendali, kalaupun nanti (meningkat, red) ke AIDS itu sudah jarang terjadi. Kalau tidak minum obat, gejala AIDSnya itu muncul antara 10-20 tahun. Kalau minum obat, dia tidak muncul, dan obatnya harus diminum tiap hari," pungkasnya.