Balita penderita gizi buruk bernama Fikri dirawat di RSUD Selasih Pangkalan Kerinci, Selasa (19/11/2019).
(istimewa)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Di bawah minyak, di atas minyak. Ungkapan tersebut seringkali diucapkan untuk menggambarkan Provinsi Riau.
Namun, Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat bayi di bawah lima tahun (Balita) penderita stunting atau gizi buruk kronis selama 2019 sebanyak 16.275 orang.
Angka ini dipastikan akan lebih tinggi lagi jika seluruh balita di Riau seluruhnya dilakukan pengecekan. Sebab sejauh ini, dari 601 ribu balita di Riau, ternyata belum seluruhnya tuntas dilakukan pengecekan kecukupan gizinya oleh Dinas Kesehatan.
Dari total 601 ribu bayi di Riau, baru 149.280 balita sudah dilakukan pengukuran berdasarkan ukuran Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).
Artinya masih ada 451.720 balita belum sempat dicek gizinya oleh Diskes Riau.
"Jadi baru 24,8 persen baru diukur, seperempatnya. Hasilnya didapati ada 16.275 balita mengalami stunting karena tinggi badannya tidak sesuai usia atau 10,9 persen," kata Mimi di Pekanbaru, Jumat, 10 Januari 2020.
Mimi mengungkapkan, hingga 2020 ini, baru ada lima kabupaten menjadi lokus penanganan intervensi stunting di Riau. Di antaranya Rokan Hulu, Kampar, Meranti dan Rokan Hilir.
"Target kita di 2021 semua kabupaten kota di Riau bisa kita masukkan ke dalam lokus penanganan intervensi stunting di Riau," ujarnya.
Mimi mengakui, angka kasus stunting di Riau masih terbilang cukup tinggi, untuk itu pihaknya mengajak masyarakat Riau untuk lebih memperhatikan asupan gizi yang dikonsumsi oleh keluarga mereka, khususnya ibu hamil dan bayi.
Sebab tunting terjadi diakibatkan pola makan yang tidak sehat dan tidak teratur sehingga kekurangan gizi.
"Selain pola makan yang sehat dan teratur kami juga menganjurkan agar ibu hamil juga mengkonsumsi tablet tambah darah, sehingga saat bayi masih berada didalam kandungan bisa tercukupi asupan gizinya," kata Mimi. (*)