RIAU ONLINE, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama melakukan pemantauan tinggi muka air tanah gambut di sejumlah pihak. Pemantauan bersama sejumlah pihak ini dilakukan untuk mengatasi potensi meningkatnya kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah daerah.
Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam Disaster Briefing: Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan yang diikuti secara daring di Jakarta, mengatakan bahwa 99 persen karhutla terjadi disebabkan ulah manusia. Sehingga, dibutuhkan koordinasi dengan banyak pihak dan penegak hukum.
“Kita butuh berkoordinasi dengan banyak pihak dan penegak hukum, karena dari data kami biasanya mau dibantah atau diterima, 99 persen karhutla pasti terjadi karena ulah manusia, kemudian 80 persen dari lahan yang terbakar pasti jadi kebun. Ini yang harus kita perhatikan,” kata Abdul, Senin, 19 Juni 2023.
Abdul menyebut pemantauan tinggi air muka tanah gambut yang terus dilakukan BNPB bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Tinggi muka air pada gambut menjadi satu dari parameter pentingi dari karhutla yang perkembangannya terus diikuti, sehingga perlu dilakukan pemantauan. Abdul menyebut jarak ideal antara permukaan gambut dan tinggi muka air idealnya adalah 25 sampai 40 cm.
Bila permukaan air mengalami penurunan di bawah batas ideal itu, akan menjadi peringatan bagi warga sekitar untuk mewaspadai potensi karhutla yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Bersama kementerian dan lembaga tersebut, BNPB turut memantau prediksi cuaca jika ada anomali di luar faktor manusia yang menjadi penyebab karhutla dan menemukan titip api (hotspot) di lapanngan untuk segera diidentifikasi atau dipetakan guna mendapatkan bantuan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dari pemerintah pusat.
Tak hanya memantau persebaran lahan gambut, lanjut dia, BNPB terus mengidentifikasi kebutuhan dan memastikan kesiapan personel, ketersediaan peralatan dan logistik operasi, baik yang berada di darat maupun di udara, dalam menanggulangi karhula di sejumlah pulau rawan, seperti Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Abdul pun mengimbau seluruh pemerintah daerah untuk segera melapor agar meminta dukungan pemerintah pusat jika mengalami kendala yang sudah tidak bisa diatasi sendiri, seperti anggaran tidak memadai atau kebakaran telah meluas.
Hal ini akan meningkatkan koordinasi pentahelix antar-pihak, sehingga penanganan karhutla menjadi lebih efektif dan efisien untuk dilakukan.
Selain itu, penegakan hukum pelaku pembakaran hutan dan lahan dengan regulasi yang tegas juga dimasifkan untuk menimbulkan efek jera kepada para pelaku.
Dengan begitu, temuan kejadian karhutla di lapangan dapat dikurangi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan serta memahami karakteristik bencana di wilayahnya masing-masing dapat ditingkatkan.
Sesuai dengan arahan Kepala BNPB, setiap jajarannya mulai melakukan apel kesiapsiagaan secara rutin setiap pekan.
“Karhutla menjadi atensi langsung dari Presiden, jangan lengah! bentuk Satgas dan lakukan apel secara rutin,” ujarnya.(ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Dilarang mengutip berita ini, kecuali seizin ANTARA