Menguji Transparansi Penyelenggara

Ilham-Muhammad-Yasir.jpg
(Istimewa)

Oleh Ilham Muhammad Yasir, Redaktur Eksekutif Riau Online

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Proses sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mulai bergulir. Di Riau ada sebanyak 7 (tujuh) pemohon dari pasangan calon (Paslon) di 7 kabupaten/kota sudah resmi mendaftarkan permohonannya. 

Terhitung sejak Senin, 23 Desember kemarin, ketujuh permohonan tersebut sudah deregister dan diberikan nomor perkaranya. Permohonan dari para pemohon juga sudah diunggah dan dapat diakses oleh para pihak di website resmi MK. Bahkan, masyarakat luas juga dapat melihat dan mempelajarinya. 

Total se Indonesia, ada sebanyak 313 permohonan yang sudah diregister. 23 permohonan untuk pemilihan gubernur, 241 permohonan untuk pemilihan bupati, dan 49 permohonan untuk pemilihan wali kota. 

Dokumen permohonannya ada dua, permohonan awal dan permohonan perbaikan. Artinya, permohonannya sudah final. Tidak dapat diperbaiki lagi. Baik dikurangi maupun ditambah. 

Karena para pihak seperti termohon (KPU), pihak pemberi keterangan (Bawaslu) dan pihak terkait (paslon peraih suara terbanyak) sudah harus menyiapkan seluruh jawaban, alat bukti dan daftar saksi sebelum sidang pendahuluan. Di mana di sidang pendahuluan dijadwalkan akan digelar di tanggal 3 sampai 6 Januari 2025.

Pada tulisan kali ini, penulis tidak akan memaparkan terkait materi permohonan para pemohon. Itu nanti akan penulis bahas lebih lanjut di kesempatan berikutnya. Pada tulisan kali ini lebih menekankan dan mengingatkan kepada para penyelenggara, yaitu jajaran KPU dan Bawaslu sesuai tingkatan pemilihannya.

Integritas


Integritas adalah nilai utama yang harus dipegang teguh oleh KPU dan Bawaslu saat menghadapi sidang sengketa di MK. Jangan ada yang coba bermain-main, atau malah memposisikan penyelenggara punya keberpihakan. Bahkan dengan pihak terkait yang saat ini sudah ditetapkan perolehan suaranya oleh KPU. 

Ketika para pemohon melayangkan permohonan, itu adalah wujud ketidakpuasan Pemohon. Yang mereka inginkan adalah penjelasan KPU selaku pemohon di muka persidangan di MK nantinya.

Karena itu, permohonan pemohon harus dijawab dengan fakta, data, dan bukti yang transparan. Sebagai termohon, KPU bertanggung jawab penuh untuk menunjukkan bahwa proses pemilihan telah dilakukan dengan jujur, adil, transparan dan sesuai dengan prosedur. 

Integritas ini bukan hanya soal mematuhi prosedur hukum, tetapi juga tentang mempertahankan kredibilitas sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Setiap kelalaian, baik dalam pengumpulan bukti maupun dalam sikap di ruang sidang, akan menjadi catatan tersendiri oleh majelis hakim MK yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilihan.

Sengketa pemilihan di MK jangan dianggap sebagai suatu beban. Atau dinilai karena tidak baik dalam menyelenggarakan pemilihan. Namun ini adalah ruang demokrasi yang sehat. 

Karenanya jajaran KPU yang ada sengketa permohonan di MK,  harus menjadikan ruang ini dengan sebaik-baiknya. Ruang mempertahankan bahwa tahapan pemilihan ini sudah dilaksanakan dengan sangat baik. Jajaran KPU dan Bawaslu harus dapat menjelaskan dengan data-data yang dimiliki. 

Jadi bukan hanya sekadar argumentasi saja, tapi juga menyajikan data yang dimiliki dengan sempurna. Apalagi sidang di MK tersebut dilakukan secara terbuka, dapat disaksikan dengan mudah melalui televisi atau melalui kanal televisi milik MK. Yang dengan mudah dapat diakses melalui jaringan internet. Fakta dan Transparansi 

Dalam setiap sengketa di MK, pembuktian tidak hanya berhenti pada dokumen hasil rekapitulasi suara, tetapi juga mencakup seluruh proses pemilihan dari awal hingga akhir. 

Penyelenggara pemilu harus siap menjelaskan setiap tahapan, mulai dari penyusunan daftar pemilih tetap (DPT), distribusi logistik, hingga perhitungan suara di tingkat TPS. 

Kasus-kasus sengketa sebelumnya, seperti yang terjadi di Banjarmasin, Nabire, dll menunjukkan bahwa MK tidak hanya melihat sebatas hasil angka, tetapi juga mendalami proses. 

Oleh karena itu, KPU harus memiliki bukti pendukung yang kuat untuk menjelaskan bahwa hasil yang mereka tetapkan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat. Transparansi dalam penyampaian bukti menjadi elemen penting yang tidak boleh diabaikan. Kepercayaan Publik.

Di tengah persidangan MK, masyarakat akan menyaksikan bagaimana KPU dan Bawaslu  mempertahankan hasil pemilihan. Sikap profesional, pemaparan bukti yang terstruktur, dan jawaban yang lugas terhadap dalil permohonan menjadi kunci untuk mempertahankan kepercayaan publik.

Jika KPU menunjukkan sikap ragu atau kurang transparan, bukan hanya hasil pemilihan yang dipertaruhkan, tetapi juga legitimasi seluruh proses demokrasi. Sebaliknya, jika penyelenggara pemilu mampu mempertahankan integritas mereka, maka kepercayaan publik akan semakin kokoh, bahkan di tengah badai sengketa. Hal ini menjadi penting, karena kepercayaan publik adalah pondasi utama demokrasi yang sehat. Semoga.

*Selain aktif di RiauOnline, Ilham Muhammad Yasir adalah mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum di Universitas Islam Riau.