Pemprov Riau Angkat Tangan Atasi Karhutla?

Karhutla-di-Pedekik-Bengkalis.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

Sepuluh hari pertama Januari 2020, wilayah pinggiran Riau digerogoti titik-titik api. Panasnya kebakaran tak kalah panas dengan pasang copot jabatan di lingkungan pemerintahan setempat.

Namun, panas di pesisir Riau bukan kiasan. Melainkan kenyataan, yang kini mengancam kesehatan ribuan masyarakat Bumi Melayu.

Semangat pemerintah provinsi Riau dalam menangani kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di awal 2020 ini ternyata tak sebanding dengan panas semangat hingga berkeringat mengangkat kerabat, sanak, dan keluarga sebagai pejabat.

Sejak awal Januari 2020 ini, belasan titik panas masih saja mengepung Riau, terutama bagian Utara Riau. Pada hari ini saja, Jumat, 10 Januari 2020, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mendeteksi sebanyak 14 titik panas yang mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

Analis BMKG Stasiun Pekanbaru, Sanya Gautami mengatakan mengatakan titik-titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 50 persen yang mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan itu menyebar di lima kabupaten di Riau.

Titik panas terbanyak terdeteksi di Kabupaten Kepulauan Meranti dengan tujuh titik. Titik-titik panas yang terpantau melalui citra satelit Terra dan Aqua Jumat pukul 06.00 WIB itu seluruhnya terpusat di Pulau Tebing Tinggi, sebuah pulau gambut di pesisir Riau dan berbatasan dengan Malaysia.

Selain Meranti, titik panas juga menyebar di Dumai tiga titik, Pelalawan dua titik serta Rokan Hilir dan Indragiri Hulu masing-masing satu titik panas.



Padahal, Riau belum sepenuhnya memasuki musim kemarau. Riau masih beruntung karena sebagian wilayah lainnya potensi hujan masih ada.

Riau, akan sepenuhnya memasuki musim kemarau pada pertengahan Januari dan berlangsung hingga Februari 2020 mendatang.

Lantas, apa langkah pemerintah setempat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau?

Nyaris tidak ada langkah nyata. Langkah terakhir yang dilakukan mereka hanya meneken nota kesepakatan dengan belasan perusahaan hutan industri dan perkebunan, agar tidak lagi membakar hutan.

Sementara, "prestasi" yang menjadi bualan dan hangat di masyarakat adalah aksi nepotisme Gubernur Riau, Syamsuar dan sekretaris daerah Riau Yan Prana Jaya Indra Rasydi. Anak, mantu, istri, Abang, baru-baru ini mendapat jabatan.

Hal mengejutkan lainnya dari pemerintah adalah permintaan agar daerah yang mengalami kebakaran segera menetapkan status siaga darurat saja. Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Jim Ghafur, Jumat mengatakan, Dumai dan Bengkalis saat ini merupakan daerah paling banyak ditemukan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Meski belum memastikan berapa luasan lahan yang terbakar, namun sejauh ini di dua wilayah ini sudah ditemukan ada lahan yang terbakar. Sehingga harus segera dilakukan secara masif.

"Apalagi sekarang wilayah pesisir kan sudah mulai berkurang intensitas curah hujannya. Makanya kami dorong dua daerah ini bisa segera menetapkan status siaga," kata Jim.

Status siaga adalah senjata andalan Riau kala menghadapi Karhutla. Dengan status itu, maka Riau akan dengan senang mendapat bantuan penanggulangan hingga kucuran dana dari pemerintah pusat.

Pemerintah seolah sudah mulai angkat tangan dan meminta bantuan sejak awal. Padahal, jika energi pemerintah setempat, dilebihkan sedikit untuk penanggulangan, itu akan jauh lebih baik. Dibandingkan mengangkat keluarga dan kerabat dan menjadi bahan debat.