RIAU ONLINE - Target pertumbuhan ekonomi oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto adalah mencapai 9 persen. Hal ini dinilai berat untuk dicapai oleh ekonom yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira.
Bhima mengatakan, ada sejumlah faktor yang belum bisa diandalkan untuk menyokong pertumbuhan ekonomi, seperti ekspor dan investasi langsung asing.
“Terlalu overshoot target pertumbuhan ekonomi Prabowo. Motor ekspor dan investasi langsung asing (FDI) belum bisa diandalkan," kata Bhima, dikutip dari KUMPARAN, Sabtu, 12 Oktober 2024.
"Kondisi global sedang lesu, mitra dagang terbesar Indonesia yakni China diperkirakan tumbuh 4,3 persen di 2025,” ungkap Bhima.
Bhima menjelaskan, salah satu negara yang saat ini berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah China.
Menurutnya, setiap pertumbuhan ekonomi China melambat 1 persen maka efeknya adalah perlambatan 0,3 persen bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Untuk pengaruh dari dalam negeri, Bhima mengatakan konsumsi rumah tangga masih rendah.
Menurutnya, hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang cenderung kontraktif ke kelas menengah, seperti tarif pajak PPN yang naik.
Jika mengejar pertumbuhan ekonomi yang pesat, Bhima menyarankan agar Indonesia harus lepas dari kebergantungannya akan komoditas ekstraktif.
Ke depan, Indonesia dapat mengejar komoditas yang punya nilai tambah tinggi seperti industri semikonduktor.
“Motor pertumbuhan perlu lepas dari ketergantungan komoditas ekstraktif. Kita harus kejar potensi yang nilai tambahnya tinggi seperti semiconductor yang Malaysia kini sedang fokus,” katanya.
Sedangkan untuk nikel, Bhima menuturkan perlu dibangun rantai pasok domestik agar produksi baterai dan stainless steel bisa dilakukan di dalam negeri.