RIAU ONLINE - Pemerintah mengharuskan setiap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memiliki sertifikat halal pada setiap produknya. Mandatori halal untuk produk UMKM, baik minuman dan makanan di Indonesia ini mulai diterapkan pada 17 Oktober 2024.
Produk yang tidak bersertifikat halal melebihi hingga pada tenggat waktu tersebut akan dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Sebelumnya, akumulasi produk bersertifikat halal yang sudah dicapai sejak 2019 sampai kini baru mencapai 3 juta, dari 10 juta yang ditargetkan pemerintah rampung tahun ini, sebelum penerapan sanksi pada 18 Oktober 2024.
"Makannya kita memang harus gerak cepat. Mandatorinya kan seperti itu, semua produk makanan minuman sampai 17 Oktober 2024 itu harus bersertifikat halal. Setelah itu otomatis berlaku PP 39-nya," kata Asisten Deputi Bidang Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro Kemenkop UKM Muhammad Firdaus, dikutip dari kumparan, Minggu, 11 Februari 2024.
Pasal 149 PP 39/2021 ayat (2) menyebutkan sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha, yakni berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran.
"Dalam hal penetapan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah)," tulis Pasal 149 ayat (6) beleid tersebut.
Sementara itu, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), Siti Aminah, menjelaskan ketentuan terkait biaya yang harus dikeluarkan pedagang untuk mendapat sertifikat produk halal.
Bila itu pelaku usaha mikro kecil, mereka bisa mengajukan self declare sertifikat produk halal Rp 230 ribu per pelaku usaha. Sedangkan untuk pelaku usaha mikro kecil yang masuk kategori reguler, dikenakan Rp 650 ribu.
Selain itu, ada biaya tambahan seperti ongkos transportasi, sehingga biayanya berkisar Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta. Pelaku usaha mikro kecil kategori reguler ini adalah mereka yang punya produk risiko tinggi seperti bakso, di mana jaminan kehalalan produk juga dilihat dari proses penyembelihan sapi untuk menyuplai bahan baku bakso.
Kemudian, biaya pengajuan sertifikat produk halal untuk pelaku usaha menengah besar dan luar negeri adalah sebesar Rp 12,5 juta.
Adapun pelayanan penerbitan sertifikat halal gratis pemerintah ini bernama program layanan fasilitasi sertifikasi halal gratis (SEHATI) oleh BPJPH Kementerian Agama. Layanan pemberian sertifikasi halal gratis melalui mekanisme self declare ini diberikan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
"Dan itu biayanya yang dibebankan ke negara. Jadi pelaku usaha gratis," kata Siti.
Untuk melakukan pendaftaran program SEHATI, pelaku usaha dapat mengakses laman SIHALAL.
Berikut daftar persyaratan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil kategori self-declare:
1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar 4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat proses produk halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait
7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 lokasi
8. Secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal
9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan)
10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal
11. Tidak menggunakan bahan yang berbahaya
12. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal
13. Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal
14. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik)
15. Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle)
16. Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.