RIAU ONLINE, PEKANBARU - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menegaskan komitmennya terkait pengalihan Participating Interest (PI) 10% WK Rokan yang akan menjadi pemasukan bagi kas daerah Provinsi Riau. Seperti apa sistem dana bagi hasil PI 10% yang akan ditransfer oleh PHR di Desember 2023 ini?
Komitmen PI 10% dari PHR ke Provinsi Riau ini diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% (Sepuluh Persen) Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi. Dalam aturan tersebut ditetapkan PI 10% wajib ditawarkan Kontraktor KKS dari suatu WK ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
BUMD tersebut disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) dan berbentuk Perusda (100% Pemda) atau Perseroan Terbatas (minimal 99% Pemda dan sisanya terafiliasi dengan Pemda). BUMD hanya sebagai pengelola PI 10% dan tidak boleh melakukan kegiatan usaha lain. BUMD tersebut dapat menunjuk Perusahaan Perseroan Daerah (PPD), dalam hal BUMD telah mengelola PI 10% pada suatu WK atau telah mengusahakan WK lain atau melakukan kegiatan usaha lain selain kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Dalam hal ini, Pemprov Riau telah membentuk BUMD yakni PT Riau Petroleum (RP) dan RP selanjutnya telah menunjuk PPD yaitu PT Riau Petroleum Rokan (RPR) yang akan mengelola PI 10% WK Rokan.
Corporate Secretary PHR WK Rokan Rudi Ariffianto menyampaikan bahwa, transfer bagi hasil produksi atas PI 10% tersebut akan dilakukan secara bertahap. “Pembayaran hak bagi hasil ini sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama, dan rencananya pencairan tahap awal akan dilakukan pada Desember tahun ini,” kata Rudi.
Transfer bagi hasil PI 10% ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi daerah, di antaranya memberikan pemasukan bagi BUMD yang akan menambah pendapatan daerah. Tak hanya itu, keterlibatan BUMD memungkinkan peningkatan kapasitas (capacity building) dan kompetensi bagi BUMD dan PPD di dalam pengelolaan WK Migas. PI 10% ini juga akan menjadi pendapatan baru baik provinsi maupun kabupaten di Riau.
Dalam perjanjian pengalihan PI 10% tersebut ditegaskan bahwa seluruh kegiatan operasi Migas pada WK Rokan tetap dilaksanakan sepenuhnya oleh PHR. Selaku operator WK Rokan, PHR akan menanggung terlebih dahulu pembiayaan atas kewajiban RPR yang akan berlaku saat tanggal pengalihan dan RPR pun selanjutnya wajib mengembalikan kepada PHR dalam jumlah yang setara, yang diambil atau dipotong dari bagi hasil produksi yang menjadi bagian RPR.
Perjanjian ini juga mengatur kewajiban RPR untuk mendukung terciptanya suasana dan kondisi sosial yang kondusif untuk pelaksanaan operasi Migas di WK Rokan. Jika diminta oleh operator, maka RPR wajib membantu berbagai proses, diantaranya proses percepatan dalam penerbitan maupun perpanjangan perizinan ke pemerintah daerah maupun pemerintah pusat jika diperlukan sepanjang percepatan tersebut tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
Selama berlakunya kontrak bagi hasil WK Rokan, RPR tidak diizinkan menjual, mengalihkan, memindahtangankan atau melepaskan seluruh atau sebagian PI 10% ke pihak manapun atau mengambil langkah korporasi yang menyebabkan terjadinya perubahan pemilikan saham dalam RPR.
Untuk mencapai keberhasilan proses pengalihan PI 10% ini, koordinasi erat telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik Pertamina, Pemerintah Provinsi Riau, Kementerian ESDM, SKK Migas, serta BUMD/PPD terkait. Dengan dialihkannya PI 10% ke Provinsi Riau ini diharapkan dapat berdampak kepada masyarakat maupun Pemerintah Daerah, dan mempererat kerjasama di dalam pengelolaan WK Rokan.