Kebijakan Ini Jadi Biang Kerok Anjloknya Harga TBS

Tandan-Buah-Segar6.jpg
(infosawit.com)


RIAUONLINE, PEKANBARU - Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Defris Hatmaja menyebut rendahnya harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) di Indonesia, dikarenakan belum dibukanya izin ekspor secara luas akibat kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) 20 persen dari total ekspor CPO dan penetapan Domestic Price Obligation (DPO).

Hal itu menyebabkan stok CPO di tangki penimbunan mengalami penumpukan, sehingga sebagian PKS sudah tidak menerima TBS dan tidak mengolah TBS dari pekebun.

"Masih belum dibukanya izin ekspor secara luas kepada eksportir CPO sehingga penumpukan CPO pada tangki penimbunan berdampak pada pembatasan dan pemberhentian penerimaan TBS pekebun di PKS. Adanya kebijakan pungutan ekspor yang relatif tinggi ini berdampak pada tertekannya harga TBS pekebun," ujar Defris, Rabu 29 Juni 2022.

Tak hanya itu, Defris menyebut hal ini juga berdampak terhadap pemilik PKS dan eksportir CPO, yang mana terjadi pemutusan kontrak dalam perdagangan internasional.

"Dimana eksportir CPO tidak bisa memenuhi pasokan CPO sesuai kontrak yang telah disepakati dan kondisi tersebut berlanjut sampai hari ini," tandasnya.

Apalagi menurut Defris, pasar CPO Indonesia diambil alih oleh Malaysia dengan harga CPO yang mereka terima sekitar Rp20.000/kg dan berdampak positif bagi harga TBS di Malaysia.

"Kondisi ini berbanding terbalik dengan Indonesia. Harga CPO terjun bebas pada kisaran harga Rp8.000/kg," imbuhnya.



Defris berharap pemerintah segera memberikan izin ekspor kepada eksportir CPO, minyak goreng dan turunannya secara luas dengan tetap memperhatikan ketentuan yang ada.

"Diyakini dengan bergeraknya ekspor CPO, minyak goreng dan turunannya, maka akan berdampak pada pergerakan TBS pekebun sehingga diprediksi harga TBS akan semakin meningkat," pungkasnya.

Sementara, dikutip dari Liputan6.com, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung membenarkan perbedaan harga TBS di dalam negeri dan internasional disebabkan sejumlah aturan yang ditetapkan pemerintah seperti DMO dan DPO.

"Itu karena beban DMO, DPO, FO, BK dan PE, ini semuanya beban. Maka tergerus lah harga dari Rp20.400 menjadi Rp8.000. Ini sangat mencengangkan. Jadi harga CPO dunia ketika ditender di Indonesia anjlok lebih dari 60 persen," jelasnya.

 

 

Oleh sebab itu, petani berharap pemerintah segera menghapuskan 'beban-beban' yang selama ini membuat harga TBS petani anjlok yakni DMO dan DPO.

"Jadi kalau dibilang anjloknya harga TBS itu karena apa? ya karena beban-beban tadi. Kalau untuk BK (Bea Keluar) dan PE (Pungutan Ekspor) kami setuju tetap dilanjutkan. Tapi kalau untuk yang 3 beban (DMO, DPO dan FO) itu harus dihapus. Itulah salah satunya cara untuk mendongkrak harga TBS petani. Jadi bukan malah membebani TBS petani dengan berbagai pungutan," pungkasnya.

DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan. Artinya produsen CPO wajib memasok 20 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.

Sedangkan DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 129 tahun 2022.