Aktivitas program Smile yang diluncurkan oleh industri kelapa sawit Kao Corporation, Apical Group dan Asian Agri.
(Istimewa)
RIAUONLINE, PEKANBARU - Kebijakan pemerintah Indonesia yang menerapkan program percepatan penyaluran ekspor atau dikenal sebagai flush out membuat harga minyak sawit mentah Crude Palm Oil (CPO) ambrol pada pekan ini.
Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Defris Hatmaja mengatakan bahkan, penurunan tersebut menyentuh level terlemah dalam dua bulan terakhir.
"Di sepanjang pekan ini, harga CPO ambles 7,87 persen dan drop 13,48 persen secara bulanan. Padahal sebelumnya CPO merupakan salah satu komoditas penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia," ujar Defris Hatmaja, Selasa 21 Juni 2022.
Dijelaskan Defris, melansir dari data Refinitiv, harga CPO di bursa derivatif Malaysia terkoreksi 7,87 persen pada pekan ini ke 5.454 ringgit per ton. Kemerosotan tersebut telah terjadi dalam dua perdagangan terakhir.
"Sehingga, minyak sawit berjangka Malaysia di Bursa Malaysia Exchange ditutup anjlok 1,78 persen ke MYR 5.474/ton (US$ 1.244/ton)," tukasnya.
Dikutip dari CNBC Indonesia, sebelumnya pada Jumat (10/6/2022) lalu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan bahwa pemerintah akan memberlakukan program percepatan penyaluran ekspor atau dikenal sebagai flush out.
Flush out yang akan diterapkan Indonesia menjadi pemicu turunnya harga CPO. Dalam kebijakan flush out atau program percepatan penyaluran ekspor pemerintah akan memberikan kesempatan kepada eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dapat melakukan ekspor.
"Tetapi dengan syarat membayar biaya tambahan sebesar US$ 200 per ton kepada pemerintah. Biaya ini di luar pungutan ekspor dan bea keluar yang berlaku," kata Luhut.
Selain itu, dari sisi permintaan China yang merupakan konsumen terbesar minyak nabati kembali menerapkan lockdown di beberapa kota di Shanghai yang berpotensi menurunkan permintaan CPO.
Sebab China memiliki kebijakan zero Covid-19, begitu terjadi kenaikan kasus di suatu wilayah maka akan langsung di-lockdown.