RIAU ONLINE - Larangan untuk mengekspor gandum diterapkan di India setelah terjadinya inflasi harga konsumen tahunan yang mendekati yang mendekati level tertinggi selama 8 tahun di 7,79 persen pada April 2022. Hal ini juga diikuti dengan inflasi makanan ritel yang mengalami lonjatan tinggi menjadi 8,38 persen.
Hingga ikni, India menjadi produsen gandum nomor 2 terbesar di dunia setelah China dengan kapasitas produksi 107,5 juta ton. Sementara Indonesia, tiap tahunnya mengimpor gandum sebesar 11,7 juta ton atau setara US$3,45 miliar. Angka impor nya naik 31,6% dibanding tahun sebelumnya.
"Jadi kalau India melakukan proteksionisme dengan larang ekspor gandum, sangat berisiko bagi stabilitas pangan di dalam negeri," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, melansir Suara.com, Minggu, 15 Mei 2022.
Disebutkan Bhima, ada empat dampak dari pelarangan ekspor gandum India tersebut. Pertama, terjadi kenaikan harga gandum di pasar intenasioanl sebesar 58,8% dalam satu tahun terakhir. Imbas pada inflasi pangan akan menekan daya beli masyarakat.
"Contohnya tepung terigu, mie instan sangat butuh gandum, dan Indonesia tidak bisa produksi gandum. Banyak industri makanan minuman skala kecil yang harus putar otak untuk bertahan ditengah naiknya biaya produksi," papar Bhima.
Kedua, pelarangan ekspor gandum yang belum diketahui kapan berakhirnya ini menyebabkan ancaman serius akibat kurangnya pasokan. Terlebih lagi, perang Ukraina-Rusia sudah membuat stok gandum turun signifikan, ditambah kebijakan India, tentu berimbas signifikan ke keberlanjutan usaha yang butuh gandum.
Ketiga, pengusaha harus segera mencari sumber alternatif gandum dan ini harusnya menjadi kesempatan bagi alternatif bahan baku selain gandum seperti tepung jagung, singkong, hingga sorgum yang banyak ditemukan di Indonesia.
Keempat, ketika harga gandum naik maka dikhawatirkan juga akan membuat daging dan telur mengalami kenaikan harga. Pasalnya, sebagian pakan ternak membutuhkan campuran gandum.
"Pemerintah harus segera mempersiapkan strategi untuk mitigasi berlanjutnya ekspor gandum India," kata Bhima.
Menurut Bhima, pengusaha disektor makanan minuman dan pelaku usaha ternak perlu berkoordinasi mencari jalan keluar bersama dengan Pemerintah.
"Sekarang harus dihitung berapa stok gandum ditanah air, dan berapa alternatif negara penghasil gandum yang siap memasok dalam waktu dekat. Bukan tidak mungkin, Pemerintah Indonesia bersama negara lain melakukan gugatan kepada India ke WTO karena kebijakan unilateral India merugikan konsumen dan industri di Indonesia," pungkasnya.