Laporan: Azhar Saputra
RIAU ONLINE, MERANTI - Kembali, insitusi negara di Indonesia kalah dengan perusahaan pemilik lahan atau konsesi di Riau. Kali ini menimpa Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead.
Rombongan Kepala BRG Nazir Foead serta jurnalis tersebut dihadang oleh sekuriti dan tak diperbolehkan memasuki lahan konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Desa Bagan Melibur, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Senin, 5 September 2016.
Nazir dan rombongan sudah enam hari berkantor di Riau guna melihat peruntukkan lahan gambut untuk perusahaan serta kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau. Kunjungan ke konsesi PT RAPP ini merupakan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan usai menerima laporan dari masyarakat dan mengkrosceknya benar atau tidak di lapangan.
Baca Juga: Kapolri: Tidak Ada Polisi Riau yang Kongkow dengan Pengusaha Sawit
Selama 19 tahun Karhutla di Bumi Lancang Kuning, terjadi di atas lahan gambut milik perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun perkebunan kelapa sawit.
Usai mengalami penghadangan oleh sekuriti PT RAPP tersebut, sekitar 10 menit, Nazir kemudian mengatakan, perusahaan milik Sukanto Tanoto itu tidak kooperatif dengan Pemerintah Republik Indonesia, karena telah melakukan perbuatan ilegal.
"Perusahaan RAPP tidak kooperatif dengan Pemerintah sehingga apa disembunyikan ini kelihatannya seperti tindakan ilegal," kata Nazir kepada jurnalis, termasuk wartawan RIAUONLINE.CO.ID, Azhar Saputra, yang mengikuti selama enam hari Nazir berkantor di Riau.
Pengamatan di lapangan, sesampainya Nazir di lokasi, Kepala BRG itu dihadang enam satpam dari perusahaan tersebut. Penghadangan dilakukan dengan alasan tim dari BRG belum mengantongi izin dari perusahaan jika hendak memasuki konsesi mereka harus memiliki surat izin.
Klik Juga: Anggota DPR: Ada Korelasi Apa Sehingga Istana Diam dengan SP3 Polda Riau
Penghadangan ini sangat aneh, kata Nazir, karena dilakukan jauh dari Pos Sekuriti PT RAPP. Ia menduga sebelumnya mereka telah mendapatkan informasi terkait kedatangan dirinya dan rombongan wartawan.
Usai dihadang oleh sekuriti PT RAPP, Nazir kemudian mundur, dengan alasan ia telah mengantongi semua data yang dibutuhkan terkait pola laku perusahaan tersebut, termasuk sengketa dengan warga serta membukan kawasan gambut.
Nazir mengakui, ia memang ingin Sidak terhadap perusahaan HTI ini. Karena, BRG menerima dan mendengar korporasi tersebut diduga melanggar perintah Presiden RI terkait pembukaan lahan gambut baru saat ini memeng harus dihentikan.
Ia juga memperoleh informasi dari masyarakat, perusahaan telah menjarah setengah lahan dari wilayah diklaim korporasi bahwa itu sudah dikuasai mereka.
"Untuk sementara apa-apa yang kita butuhkan seperti data dan foto telah kita dapatkan. Selanjutnya akan kita proses jika memang mereka seperti itu. Penemuan ini akan dilaporkan ke Gakum dan jika memang terbukti bersalah tentunya lokasi akan diamankan oleh negara," tegasnya.
Sementara itu, Corporate Communications Manager PT RAPP, Djarot Handoko dalam rilis konfirmasinya yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, mengatakan, operasional perusahaan sudah sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No 180 tahun 2013.
Lihat Juga: Diduga Bakar Ribuan Lahan, Menteri Siti Nurbaya dan Polri Bidik PT APSL
"Dalam menjalankan aktifitasnya, perusahaan senantiasa berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dan selalu merujuk kepada Rencana Kerja Tahunan disahkan pemerintah. Sebagai perusahaan menjalankan usahanya di Indonesia, kami senantiasa patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," tutupnya.
Mengenai penghadangan dan sidak Kepala BRG ke Bagan Melibur, Djarot menjelaskan, menerima masukan dari BRG mengenai hasil dari kunjungan tersebut.
"Kami saat ini sedang melakukan koordinasi dan akan mendiskusikan dengan pihak BRG dalam hal pengelolaan lahan gambut, dalam waktu dekat," jawabnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline