RIAU ONLINE, PEKANBARU - Hujan deras mengguyur dua Provinsi Sumatera Barat dan Riau mengakibatkan air waduk Koto Panjang di Kampar terus meluap. Akibatnya 16 Desa di 5 Kecamatan yang dihuni 3.273 warga terendam banjir. Warga masih tetap bertahan di rumah masing-masing meski tergenang air. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
“Ketinggian air mencapai 80 sentimeter,” kata Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kampar, Muhammad Nasir, saat dihubungi Tempo, Minggu 17 Januari 2016. Sebagaimana dikutip RIAUONLINE.CO.ID
Nasir menjelaskan, banjir terjadi akibat pintu air waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang dibuka lantaran kawasan hulu waduk di Sumatera Barat tengah mengalami musim hujan. Akibatnya, aliran air cukup deras ke bagian hilir waduk di Kampar, Riau. Alhasil debit air terus naik dan mengalir deras sehingga pihak PLTA terpaksa membuka pintu air agar tanggul tidak jebol. “Jika pintu air tidak dibuka dikhawatirkan tanggul akan jebol,” kata Nasir. (KLIK: 4 Desa Terisolir, BPBD Kampar: Logistik Cukup Untuk Satu Bulan)
Nasir melanjutkan, pintu air waduk Koto Panjang dibuka pada Jumat 15 Januari 2016 lalu. Sebelumnya dia menambahkan, pihak PLTA Koto Panjang telah memberitahu Pemerintah Kampar dan Kepolisian untuk membuka pintu air sebagai langkah antisipasi agar tanggul tidak jebol. Pemerintah daerah kata dia, juga telah memberi peringatan kepada warga agar waspada.
“Pintu air dibuka perlahan-lahan. Jika pintu air tidak dibuka dikhawatirkan tanggul akan jebol. Kalau tanggul jebol justru akan membuat banjir lebih parah lagi,” jelasnya.
Nasir mengaku, sejauh ini pihaknya telah membangun beberapa tenda pengungsian dan dapur umum. Persediaan perahu karet telah dikerahkan ke desa yang terendam banjir untuk evakuasi warga.
Namun, kata Nasir, tidak banyak warga yang mau menghuni tenda pengungsian. Warga memilih tetap bertahan di rumah masing-masing. Meski demikian, warga tetap datang ke tenda pengungsian untuk mengambil bantuan logistik dan sembako yang telah disediakan pemerintah daerah.
“Kebanyakan warga ke tenda hanya untuk mengambil makanan, mereka lebih memilih bertahan di rumah,” ujarnya.