Dengan Gagah Berani Letnan M Boya Maju Menyerang Belanda

Pesawat-Pembom-B-25.jpg
(INTERNET)

Laporan: Saan

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Di zaman kemerdekaan (1945-1949) Republik Indonesia, pertempuran rakyat melawan Belanda juga banyak terjadi di Riau. Sayangnya tidak banyak yang mengetahui kisah tersebut, terutama generasi muda di Bumi Lancang Kuning.

 

Saat itu di awal Tahun 1949. Sudah hampir sebulan Kota Rengat dan Tembilahan diduduki serdadu KNIL atau Belanda. Sejak itu Belanda berupaya mencari tempat konsentrasi pangkalan pasukan TNI dan rakyat yang mundur dari kota dan meneruskan perang dengan taktik gerilya. (BACA JUGA: Kisah Heroik Pertempuran di Sungai Siak)

 

Dari Rengat, sisa pasukan yang dipimpin Komandan Batalyon Kapten Marah Halim bergerak menuju Taluk Kuantan membangun pangkalan gerilya. Sebagian dari pasukan tersebut menuju ke selatan Indragiri Hilir bergabung dengan pasukan yang dipimpin oleh Letnan II Muhammad Boya.

 

Menurut tulisan seorang pejuang Riau, Zuhdi, pertahanan di Kuala Enok dibagi menjadi tiga pos pertahanan. Yaitu, Pos I dipimpin Sersan Kusen di Ujung Tanjung dekat kantor Bea dan Cukai.

 

Pos II di sebelah hulu tanah merah dengan komandan Sersan Ahmad Kirman dan Pos III di halaman mesjid arah ke darat dengan komandan Sersan Suratman. Pos dibuat dari tanah liat dengan penahan kayu bakau. (KLIK: Ditembak Pemuda Riau, Pesawat Pembom B-25 Patah Dua)

 

Di pagi hari, tepatnya 28 Januari 1949, masyarakat Kuala Enok sudah diungsikan. Suasana pagi itu sepi, hanya terlihat beberapa orang saja yang masih melakukan aktivitas berjualan di kota tersebut.



 

Pada pukul 10.00 WIB, pesawat Mustang milik Belanda menembaki pemukiman penduduk secara membabi buta selama 20 menit. Pasukan yang tinggal hanya dua regu. Dua regu lagi diperintahkan berangkat ke front utara memperkuat pasukan Letnan Bastian yang akan menyerang Kota Tembilahan.

 

Usai maghrib pada hari yang sama, Letnan M Boya mengadakan inspeksi pada setiap pos, dia juga memerintahkan kepada Sersan Kosen untuk membuang senapan mesin Jepang kalau pelurunya hanya tinggal 40 butir. Sersan Ahmad Kirman diperintahkan untuk mundur ke arah masjid dan bergabung dengan Sersan Suratman bila tak sanggup bertahan.

 

Tengah malam pukul 02.00 WIB, terdengar suara kapal patroli Belanda mendengung menuju ke arah hulu kemudian hilang dan tidak lama terdengar lagi dan hilang lagi. (Lihat Juga: Bendera Belanda Dirobek di Hotel Mounbatten Jalan A Yani

 

Pada pukul 03.00 WIB, tiba-tiba Pos I dihujani tembakan dengan senapan bensin jarak dekat. Dan pada Pukul 04.00 WIB kubu Sersan Suratman diserang serdadu Belanda secara mendadak dari arah barat dan Sungai Pinang.

 

Letnan Boya lalu maju ke depan. Ia menyerang seorang diri di tengah baku tembak dengan Belanda. Dengan sigap Letnan Boya merampas standgun dari anak buahnya dan menembak sambil berdiri hingga memuntahkan 50 peluru.

 

Letnan Muhamad Boya terus bergerak menuju tepi sungai, pengawalnya tidak bisa mengikutinya. Pada waktu hari sudah mulai terang, suara tembakan tidak terdengar lagi.
Tiga orang pengawal bergerak menuju jembatan, mereka menemukan topi baja, pisau dan samurai Letnan Boya.

 

Pada Tanggal 30 Januari 1949, bertemu dengan seorang anak bernama Mudik. Menurut Mudik, ia melihat Belanda meninggalkan Kuala Enok dengan tiga buah motor kotak dan kapal patroli. (Klik: Baku Tembak 12 Jam di Tanjungkilang, Durai, Inhil

 

Pada Pukul 16.00 WIB, ditemukan Jenazah Letnan M Boya dekat jembatan. Sore itu juga jenazahnya dibawa ke rumah ibunya dan adiknya di sungai Rukam Hulu Enok. Kemudian dimakamkan dengan upacara meliter dan berlangsung khidmat.

 

Simak berita Pertempuran di Riau lainnya dengan klik di sini.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline