Tak Mau Dipimpin Anak Cucu Jokowi, Rakyat Riau: Lawan Politik Dinasti

Tak-Mau-Dipimpin-Anak-Cucu-Jokowi-Rakyat-Riau-Lawan-Politik-Dinasti.jpg
(Laras Olivia/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Masyarakat Kota Pekanbaru, Riau, menggelar aksi di Tugu Perjuangan, Jalan Diponegoro, Kamis 22 Agustus 2024, petang. Aksi merupakan buntut dari pembangkangan konstitusi yang dilakukan Badan Legislatif (Baleg) DPR RI hingga memicu kemarahan rakyat.

Massa aksi dari berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa, buruh, LSM dan berbagai komunitas mengecam dan menolak keras sikap DPR-RI yang mengangkangi Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan tidak pro rakyat.

Satu persatu relawan aksi pun menyampaikan orasinya di Tugu Perjuangan tepatnya di depan gubernuran. Mereka tidak ingin terjadi Dinasti Politik yang semakin beringas.

"Janji demokrasi untuk melawan. Kami rakyat Riau ingin melawan politik dinasti, hancurkan kroni-kroni Jokowi, hentikan pembangkangan konstitusi, hentikan pengkhianatan demokrasi," seru aksi massa.

"Perlu kita ketahui, ada banyak yang akan terjadi jika di negeri ini dipimpin oleh segelintir kalangan oligarki. Apakah kawan-kawan mau beberapa dekade ke depan kita dipimpin oleh Jan Ethes? Tentu saja tidak. Hanya ada satu kata yang kita teriakkan. Lawan! Lawan terus," ucap relawan aksi.

Manajer Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Ahlul Fadli turut menyampaikan orasi dalam kegiatan aksi.

"Apa yang dilakukan mereka semua akan berdampak langsung dalam jangka panjang. Kita akan merasakannya waktu demi waktu. Hutan itu hilang, asap akan datang dan banjir akan menggenangi kita semua," paparnya.



"Yang harus kita lakukan adalah menjaga kewarasan. Kita harus membersamai agenda-agenda perjuangan masyarakat. Kita harus terus berkonsolidasi. Jaringan-jaringan yang ada sekarang harus dibesarkan, karena musuh semakin banyak dan kita harus melawan. Lawan musuh, lawan elit!" tambahnya.

Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) kebut melaksanakan pembahasan RUU Pilkada untuk segera dapat mengesahkan RUU Pilkada tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan kepentingan elit.

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Sementara itu pada Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengubah syarat batas minimal usia pencalonan kepala daerah menjadi 30 tahun saat dilantik.

Putusan MA dinilai menimbulkan berbagai polemik dan intrik dalam kontestasi Pilkada tahun 2024 ini. Masyarakat menilai, hal tersebut seakan memberi ruang terhadap cawapres yang belum memenuhi persyaratan batas usia pada saat itu, bisa mengikuti dan terpilih pada kontestasi Pemilu Tahun 2024. 

Kegiatan aksi di depan rumah dinas Gubernur Riau ini dimulai dengan melakukan aksi diam selama 15 menit. Selanjutnya, para relawan aksi membacakan puisi, teatrikal, serta pembacaan sikap masyarakat Pekanbaru melawan.

"Jadi, demokrasi kita sudah hancur, sudah babak belur. Aksi diam selama 15 menit dilakukan karena masyarakat pada hari ini tidak didengar oleh pemerintah," ujar relawan aksi, Khariq Anhar yang juga Koalisi Masyarakat Sipil Riau.

Dirinya menilai bahwa aksi ini sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat Riau bahwa di Riau ada banyak masalah dan tidak boleh diam.

"Teatrikal bertajuk kekerasan dalam demokrasi karena terasa bahwa pemerintah yang harusnya menjaga demokrasi justru menjadi pihak yang melakukan pelecehan, menganiayanya, sehingga demokrasi di negeri ini hanya untuk kepentingan mereka semata," ujarnya.