RIAU ONLINE - Pengungsi Rohingya yang masuk Indonesia hingga kini masih menjadi polemik. Penolakan demi penolakan datang dari berbagai pihak.
Terbaru, ratusan mahasiswa mengusir paksa pengunsi Rohingya dari tempat penampungan sementara di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA). Mereka dipaksa pergi dan menuju kantor Kemenkumham Aceh pada Rabu 27 Desember 2023.
Dari video yang beredar di media sosial massa mahasiswa dari Universitas Al Washliyah, Universitas Abulyatama, hingga Bina Bangsa Getsempena, menarik paksa dan melakukan kekerasan. Mahasiswa melempari botol ke arah wanita dan anak-anak hingga menendang barang-barang di sekitar.
Para pengungsi menangis, histeris, ketakutan, bahkan ada yang meminta ampun. Aparat kewalahan menangani insiden ini karena jumlah mahasiswa terlalu banyak.
Jika mundur ke masa lalu, Rohingya yang merupakan etnis Muslim ini sudah kerap mendapat penolakan. Etnis yang sudah hidup di Myanmar selama beratus-ratus tahun sejak 1842 ini bahkan dianggap sebagai minoritas di negara mayoritas pemeluk agama Buddha itu.
Mereka tak diakui di negerinya sendiri. Pemerintah Myanmar menyangkal kewarganegaraan Rohingya hingga mengecualikan mereka dari sensus pada 2014. Mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Padahal, Rohingya merupakan populasi Muslim terbesar di Myanmar dengan jumlah penduduk sekitar satu juta jiwa pada awal 2017. Sebagian besar Rohingya hidup di negara bagian Myanmar, Rakhine.
Mereka diketahui penghuni daerah Arakan yang dipimpin oleh Raja Suleiman Shah pada tahun 1420. Sang raja ini sebelumnya merupakan raja Buddhis bernama Narameikhla. Namun, kerajaan itu diambil alih oleh Myanmar.
Rohingya pun sempat dijajah oleh Inggris hingga Jepang yang menyerang Burma atau Myanmar pada tahun 1942. Selang enam tahun, Myanmar merdeka dan setelahnya terjadi ketegangan antara pemerintah dengan Rohingya, sebagaimana dilansir dari Suara.com, Kamis 28 Desember 2023.
Mereka ditolak menjadi warga negara yang dulu disebut Burma itu, lalu dikucilkan. Warga setempat memperlakukan mereka dengan buruk, seperti ancaman, pembunuhan, hingga pemerkosaan.
Karena itu, Rohingya memutuskan keluar dari Myanmar demi menghindari kekerasan tersebut. Berbagai sumber menyebutkan bahwa mereka mengalami kekerasan besar-besarn di Rakhine pada 25 Agustus 2017 silam.
Konflik itu berawal pada Mei 2012 yang dipicu foto hasil forensik perempuan etnis Rakhine yang dibunuh tiga pemuda. Lantas, pemuka agama dan masyarakat Rakhine mulai membunuh etnis Rohingya.
Pada Juni 2012, Presin Myanmar kala itu, Thein Sein, memilih untuk mendeportasi Rohingya serta mengumpulkannya di penampungan.
Sebanyak 140 orang etnis Rohingya terusir dalam konflik ini. Ada 800 orang tidak memiliki kewarganegaraan serta hampir 60 ribu orang kehilangan rumah.
Mereka terpaksa meninggalkan Myanmar dan mengungsi ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, pengungsi Rohingya menerima pandangan negatif dari warga setempat. Beragam narasi kebencian terhadap mereka terus digaungkan. Hingga akhirnya, ratusan mahasiswa Aceh mengusir paksa bahkan disertai kekerasan.