Miris, Bahasa Melayu Sulit Lestari di Ibukota Bumi Lancang Kuning

Ilustrasi-Kota-Pekanbaru.jpg
(YouTube/Syahrial Ahmad)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Meski Kota Pekanbaru berdiri sebagai ibukota Provinsi Riau, nyatanya bahasa Melayu bukanlah bahasa yang mendominasi. Kota Bertuah justru kental dengan bahasa Minang dari provinsi tetangga, Sumatera Barat (Sumbar).

Anak muda Pekanbaru seperti tidak mengenal bahasa Melayu yang jadi identitas di Bumi Lancang Kuning. Meski begitu, penggalan kata-kata di akhir kalimat tetap hidup di Kota Pekanbaru. 

Seperti kata ‘do’ yang sering digunakan di akhir kalimat masih bertahan di tengah percakapan generasi ke generasi, bahkan hingga saat ini.

“Ndak itu do (tidak seperti itu)” misalnya, kalimat dengan dialek Pekanbaru yang masih digunakan sampai saat ini.

Meski hanya sedikit, tetap dibutuhkan upaya untuk melestarikannya, terutama di tengah gempuran bahasa asing. Media menjadi satu di antara sarana yang perlu dimanfaatkan untuk melestarikan bahasa Melayu. 


Seorang pemuda dari Kabupaten Siak bahkan sudah sejak lama memanfaatkan media untuk melestarikan bahasa Melayu. 

“Lestarikan Bahasa Melayu, Melalui Konten Wak” merupakan slogan yang diusung oleh pemuda bernama Al Hafizh itu media sosialnya. Ia mengajak semua pihak melestarikan bahasa Melayu dengan konten seperti video pendek.

Dengan ciri khas sapaan "Sedagho" untuk menyebut saudara di awal videonya. Kalau sudah mengucapkan Sedagho, sudah seperti saudara dekat. 

Kini jumlah pengikutnya di Instagram 40,2 ribu dengan jumlah konten 298 feed. Bahkan, kontennya berhasil mengenalkan bahasa Melayu dan menjadi trend di kalangan anak muda.

Artikel ini ditulis A.Bimas Armansyah, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di RIAU ONLINE