Parkir Liar Merajalela di Pekanbaru, HIPMI Riau: Cuma Parkir di Rumah yang Ngak Bayar

Juru-Parkir6.jpg
(Riau Online/Laras Olivia)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Ketua Umum  Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Riau, Rahmad Ilahi menanggapi persoalan retribusi parkir liar yang mulai menjamur di Kota Pekanbaru.

Menurtunya, kondisi ini kian memprihatinkan sebab berimbas kepada pelaku UMKM dan warung-warung kecil.

"Inikan secara perputaran ekonomi enggak bagus. Kadang orang jadi mikir mau belanja karena di tempat itu ada biaya parkir. Jadi  malas singgah dan berhenti. Ini harus jadi perhatian bersama jangan hanya mengejar PAD dari sisi parkir. Kita juga harus memikirkan multiplayer efeknya seperti apa. Jangan sampai gara-gara mengejar target parkir mengahambat pertumbuhan ekonomi di Pekanbaru," ujarnya kepa RIAUONLINE.CO.ID, Kamis 31 Agustus 2023.

Rahmad menilai, bukan hanya berdampak pada pedagang kecil, tetapi masyarakat pengguna parkir ikut dirugukan. Sebab dalam sehari biaya parkir bisa lebih besar dari pembelian BBM.

"Memberatkan keuangan masyarakat. Jadi  pengeluaran tambahan bagi kita. Biaya parkir bisa sampai Rp20 ribu, terutama mobil. Pusing. Saya pribadi kecewa pengelolaan parkir saat ini, enggak jelas. Sepertinya yang enggak bayar parkir cuma di rumah kita saja," tegasnya.

Menurut Rahmad, apalagi saat ini juru parkir tidak teredukasi dengan baik. Mereka kerap berada di tempat yang tidak seharusnya dan sering muncul tanpa diduga.

"Kita bayar pajak, masa berhenti di jalan juga disuruh bayar. Sementara fasilitas yang diterima engga ada. Kalau saya lihat belakangan ini udah sembarang tempat aja. Yang perlu dipahami, definisi parkir itu kendaraan yang ditinggal pengguna. Ada rambu-rambu dan aturannya bahwa di sini adalah area parkir. Tapi pada kenyataannya orang yang cuma sekedar singgah sebentar tetap bayar. Itu bukan orang parkir, cuma berhenti sementara. Secara undang-undang menyalahi definis parkir," jelasnya.

"Bahkan ini mohon maaf, karakter petugas parkir tidak teredukasi dengan bagus. Misalnya mobil Rp3 ribu, trus mereka bilang tidak ada kembalian. Kita kan kadang malas berdebat jadi yaudahlah. Belum lagi mereka yang bisa datang tiba-tiba. Pas masuk enggak ada kita lihat, pas mau keluar muncul dia. Kalau prosedurnya terus-terusan begini enggak baik buat wajah transportasi di Pekanbaru," tambahnya.

Sementara itu, Pengamat Tata Kota Dr Muhammad Ikhsan mengajukan somasi kepada Pemko Pekanbaru agar mencabut Perwako tentang Tarif Layanan Parkir. Gugatan tersebut mencakup sejumlah poin, diantaranya:


1. Dasar hukum dan pelaksanaan penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum di Pekanbaru adalah Perwako Pekanbaru Nomor 138 Tahun 2020 yang menjadi dasar penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum pada ruang milik jalan. Namun, dasar hukum ini tak lagi diindahkan, dimana juru parkir bisa-bisanya mengambil halaman ruko, warung kecil dan jalan-jalan sempit.

"Penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum yang seharusnya dibatasi oleh ruang milik jalan saja, malah melebar kemana-mana sampai ke warung-warung kecil, dan jalan-jalan sempit dipenuhi oleh tukang parkir sehingga menjadi seperti pungutan liar," ujarnya.

2. Perwako Nomor 41 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 148 Tahun 2020, menerapkan tarif parkir yang sama tanpa adanya zonasi. Semua tarif berlaku yakni Rp2.000 untuk sepeda motor dan Rp3.000 untuk mobil bertentangan dengan prinsip penentuan tarif.

3. Penentuan tarif parkir seharusnya berdasarkan kemampuan masyarakat. Akan tetapi, saat ini tidak sesuai dengan aspek keadilan karena masyarakat di tingkat bawah di jalan lokal dan lingkungan harus membayar parkir sama dengan di jalan utama/tengah kota. Padahal, kegiatan harian parkir masyarakat di tingkat bawah/lokal/lingkungan sangat banyak dan menggerus pendapatan mereka.

Maka dari itu, penetapan besaran retribusi parkir yang sama untuk semua zona ini mengabaikan aspek kemampuan masyarakat dan aspek keadilan, karena untuk jalan lokal, jalan lingkungan, jalan depan warung kecil, pinggiran kota semuanya disamakan sehingga sangat membebani masyarakat.

4. Pemko diminta mencabut Pasal 14 ayat (2) pada Perwako No.138 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, yang menyebutkan, penyelenggara parkir di halaman ruko atau tempat usaha lainnya, termasuk sebagai penyelenggara parkir di ruang milik jalan, apabila, tidak ada pembatas pagar dengan jalan, tidak ada pintu masuk khusus untuk melakukan pemungutan tarif parkir, dan tidak menggunakan perlengkapan alat parkir elektronik.

5. Pemko Pekanbaru diminta melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang tempat yang boleh dan tidak boleh dipungut parkir. Sosialisasi batas-batas ruang milik jalan yang boleh ditarik parkir, dan ditandai dengan rambu-rambu parkir bagi tempat yang boleh dipungut.

"Karena sudah satu tahun sejak dijalankan Perwako Nomor 41 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 148 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Parkir Pada Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru Sebagai Badan Layanan Umum Daerah. Masih banyak juga saya mendengar keluhan dari warga, dari media, bahkan kita merasakan dilapangan bahwa parkir ini semakin meresahkan. Merambah kemana-mana aktivitas penarikan tarif parkir ini. Bahkan ke tempat jual lontong di jalan kecil pun ada petugas parkirnya. Ini sangat meresahkan. Misalnya jual lontong ini, penjual lontong itu saja tidak sampai Rp2.000 dia ambil untungnya perporsi. Tukang parkirnya ambil Rp2.000," tandanha.

Dengan demikian, Dr Ikhsan mengaku tengah menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk melakukan gugat kepada Pemko Pekanbaru. Dibantu oleh Tim Advokat Pejuang Keadilan (TAPAK) Riau, sebagai kuasa hukum atas gugatan penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum pada tempat-tempat yang dinilai tidak sesuai di Kota Pekanbaru.

Tim TAPAK Riau terdiri dari Dr Zulkarnain Kadir, Heri Susanto SH MH, Mirwansyah SH MH, Suroto SH dan Emi Afrizon SH MH.