Pengamat Sebut Mosi Tak Percaya Karyawan BRK Politik Picisan

Menara-Dang-Merdu-Bank-Riau-Kepri.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Isu mosi tidak percaya karyawan Bank Riau Kepri (BRK) Syariah terhadap Direktur Utama (Dirut) sebelumnya, Andi Buchari, menjadi perhatian berbagai kalangan, termasuk akademisi.

Pengamat Ekonomi Universitas Riau, Edyanus Herman Halim, mengatakan mosi tidak percaya tak sebaiknya dilakukan pada institusi bisnis apalagi perbankan. 

“Pemegang saham seharusnya mencermati itu sebagai ketidakprofesionalisan para pelaku mosi. Mereka seperti terjebak pada kekurangmampuan mendongkrak kinerja dengan proses-proses politik picisan,” katanya, Rabu, 26 Juli 2023.

Dikatakannya, BRK Syariah baru saja bertransformasi dari Bank Umum Konvensional ke Bank Umum Syariah. Tentu tidak mudah untuk merealisasinya dari aspek bisnis. 

Hal itu dikatakannya sebab kredit yang semula diberikan berbasiskan prinsip umum harus diubah dalam bentuk pembiayaan yang berbasis syariah. 

“Jumlahnya kan tidak sedikit. Termasuk Dana Pihak Ketiga (DPK) yang selama ini ditempatkan nasabah di BRK. Dari sisi kredit mungkin akan lebih mudah mentransformasinya karena kendali ke Nasabah masih dominan dipegang BRK tetapi di sisi DPK itu akan lebih sulit karena nasabah yang tidak mau menempatkan dananya di BRK Syariah bisa saja menarik semua dana yang ditempatkannya di BRK Syariah tersebut,” jelas dia.

Bila itu terjadi, kata Edyanus, dapat menyulitkan bank karena Financing to Deposit Ratio (FDR)-nya akan melonjak tajam dan bisa menimbulkan negative spread atau kerugian pendapatan operasional. Apalagi, menurut dia, dalam laporan keuangan beberapa bulan setelah transformasi ke syari’ah gejala itu kelihatan. 

“Performancenya masih relatif baik. Sampai dengan Maret 2023 masih untung tapi merosot jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya. BOPO-nya membengkak sampai 94,18% sehingga nampak bank ini semakin tidak efisien,” jelas dia. 

Atas pemaparan itu, Edyanus berharap, BRK Syariah hendaknya dikelola dengan lebih profesional. Apalagi dengan pengelolaan yang berbasis Syariah tentu memiliki tanggung jawab moral yang tinggi. 

“Budaya bisnis yang semakin bermutu harus diterapkan secara tegas melalui komitmen semua stakeholder agar kepercayaan nasabah meningkat dan pertumbuhan bank tersebut kian positif. Termasuk pemegang saham harus memahami bahwa bisnis bank tidak bisa diseret-seret ke “wilayah” yang diluar dari kaidah-kaidah bisnis keuangan (intermediary business),” tuturnya.

“Harus dipastikan juga uang deposan dalam hampir semua kasus tidak hilang hanya karena kesalahan manajemen dan kebijakan para pemegang saham. Keyakinan atau trust dalam sistem manajemen bank merupakan elemen penting,” imbuh Edyanus. 

Ditekankannya, mengelola bank tidak dapat mengandalkan hanya pada rasa cinta terhadap daerah, mengingat risiko bisnis perbankan sangat tinggi. Sebab itu, kata dia, harus ada upaya mitigasi dengan cara-cara yang profesional. 


“Bukan dengan sentimen-sentimen primordial yang justru tidak jarang menggerus profesionalisme bisnisnya. Apalagi dalam dunia yang makin canggih saat ini “rasa cinta daerah” tidak akan mampu menghadapi pesatnya perkembangan teknologi. Semua itu hanya bisa dihadapi dengan moral yang tinggi, skill yang mumpuni, budaya kerja yang bermutu, dan ilmu pengetahuan yang selalu diasah sesuai kebutuhan zaman,” jelasnya. 

“Kita lebih mementingkan bank itu sehat dan dapat memberikan kontribusi yang tinggi pada pendapatan asli daerah (PAD),” tambah Edyanus.

Ia menyarankan agar BRK Syariah mampu meningkatkan efisiensi usaha bank sehingga margin usaha dapat diperbesar. Kemudian memperbaiki teknologi agar semakin mampu bersaing dalam kancah bisnis perbankan khususnya perbankan syariah.

“Melakukan kontrol yang kuat untuk menjaga kepercayaan nasabah. Mendesak pemegang saham agar secepatnya memenuhi modal dasar dengan menyetor modal ke BRK Syariah,” tegas dia. 

Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), Chaidir, mengatakan penggalangan mosi tak percaya oleh para karyawan BRK Syariah sangat tidak wajar. Apalagi di industri perbankan. Ia melihat BRK Syariah tak ubahnya sebagai lembaga politik. Semestinya kalau ada code of conduct atau kode etik dilanggar, atau best practice tidak mengindahkan Good Corporate Governance (GCG), maka lembaga pengawas, Dewan Komisaris bisa memanggil Dewan Direksi.

Kalau, tutur mantan Ketua DPRD Riau tersebut, masalahnya pada kebocoran-kebocoran atau kasus terindikasi tindak pidana, Dewan Komisaris bisa berkonsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru kemudian, bila perlu dibawa ke RUPSLB.

"Kalau mosi tak percaya itu mengesankan subjektivitas, like and dislike. Padahal kinerja manajemen perbankan itu terukur. Apa dilakukan karyawan BRK Syariah dalam bentuk mosi tak percaya bukan suatu proses biasa. Sekali lagi itu seperti organisasi kemasyarakatan atau organisasi politik," kata Chaidir tegas.

Sebagai organisasi perusahaan daerah, tuturnya, jelas strukturnya. Siapa mengerjakan apa dan bertanggung jawab kepada siapa. Jadi sebuah kesalahan akan cepat dapat didiagnosa dan dicarikan solusinya.

Chaidir mengingatkan Dewan Komisaris dan Direksi BRK Syariah seperti aquarium tembus pandang di tengah era keterbukaan sekarang serta kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Publik, tuturnya, bisa menyaksikan apa terjadi dalam aquarium.

Pihak-pihak merasa dirugikan atas oleh praktik-praktik pengelolaan perbankan, kata Chaidir, pasti akan mengungkapkan kerugian dan ketidakpuasannya melalui media sosial. Termasuk saat sekarang ini, ketiadaan Direktur Utama, bisa memicu fraud atau tindakan kriminal perbankan.

"Kepercayaan publik akan dipengaruhi oleh tindakan manajemen terhadap fraud yang terjadi, apakah bisa mengatasinya secara cepat dan fair atau tidak. Di samping itu, bukankah lembaga perbankan harus mempublikasikan laporan keuangannya sudah diaudit oleh akuntan publik setiap tahun?" kata Chaidir mempertanyakan.

Ia mengingatkan, kalau manajemen BRK Syariah buruk, bottom-line laporan neraca untung rugi juga menunjukkan tren negatif, misalnya terlihat dari menurunnya nilai aset seperti kondisi saat ini, maka hal ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat.

Chaidir menyarankan kepada Dewan Komisaris dan Direksi untuk bekerja keras dengan mengedepankan GCG secara umum mengandung prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibility, independent, dan fair (fairness).Tak hanya itu, ia juga meminta Gubernur Riau, Syamsuar, sebagai pemegang saham pengendali untuk harus bersikap imparsial, tidak pandang bulu. Karyawan tidak profesional, minggir. Bagi yang memiliki jejak hitam digital, jangan diberi peran di BRK Syariah.

"Kemerosotan BRK Syariah saat ini akibat praktik pengelolaan tak profesional Komisaris dan Direksi sehingga menimbulkan kerugian. Asset menurun dari Rp 32 triliun jadi Rp 27 triliun. Karena itu, maka BOD dan Dekom semuanya harus memiliki tanggung jawab moral untuk meletakkan jabatan," pintanya.

Sementara sebelumnya, para karyawan/karyawati BRK Syariah menyatakan tuntutan dan pernyataan sikap tertanggal 15 Juni 2023 silam. Setidaknya ada ada delapan pokok kebijakan yang diminta agar diubah pihak Direksi BRK Syariah ke arah yang lebih baik.

Pertama terkait Operasional Kantor, mereka menuntut perbaikan di bidang Teller, Customer Services, dan Kas. Kemudian Hak dan Fasilitas Karyawan di mana karyawan meminta agar dicabutnya semua surat-surat pemberitahuan, pelanggaran dan lainnya yang bertentangan dengan BPP Kepegawaian Bab VII Hak dan Fasilitas.

Dilanjut pada Sumber Daya Manusia, karyawan BRK Syariah meminta kejelasan jenjang karir, pelatihan dan pengembangan dengan rutin, penerimaan calon pegawai secara transparan. Setelahnya ada Audit dan Pemeriksaan yang diminta melakukan pencegahan bukan malah mencari-cari kesalahan. 

Tak berhenti di situ, di poin Administrasi juga diminta penguatan dan mencabut seluruh surat yang tumpang tindih. Unit Kantor, juga diminta agar mencabut kewajiban foto dengan klien, juga tunjangan operasional pemimpin kantor yang realistis, serta mengevaluasi pelarangan penggunaan dana dan biaya yang akhirnya menghambat bisnis dan kinerja.

Terakhir, karyawan meminta adanya serikat pekerja BRK Syariah dan penandatanganan dengan serikat pekerja, serta memberikan ruangan dan fasilitas khusus kepada serikat pekerja.