RIAU ONLINE, PEKANBARU - Setelah melawat empat kota, Kupang, Semarang, Manado, dan Palangkaraya, 5-9 Desember ini rangkaian kelas narasi Yayasan Pantau ditutup di Pekanbaru, Riau. Dalam kelas terakhir tahun ini, Janet Steele, Guru Besar Universitas George Washington kembali mengajar bersama Pemimpin Redaksi Project Multatuli, Fahri Salam.
Lima belas peserta di kelas Pekanbaru ini, berasal dari berbagai daerah di Sumatera termasuk Medan, Pekanbaru, Padang, dan Jambi.
"Sebagai dua negara demokrasi terbesar dan paling dinamis di dunia, Amerika Serikat memiliki komitmen yang sama dengan Indonesia untuk melindungi kelompok-kelompok rentannya," ujar Michael Quinlan, Juru Bicara dan Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
Quinlan mengatakan Amerika Serikat mendukung upaya Indonesia untuk menegakkan dan menggalakkan perlindungan bagi minoritas.
"Media memainkan peran penting dalam menyuarakan suara dan pandangan yang termarjinalisasi – dan pelaporan dengan jurnalisme yang baik dapat membentuk opini dan mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan ini, kami bangga dapat bermitra dengan Yayasan Pantau, yang sangat memahami kebutuhan di lapangan. Kami juga senang bekerja sama dengan Universitas George Washington, untuk berbagi tentang praktik terbaik jurnalisme dari perspektif AS. Kami menantikan untuk membaca kisah-kisah menarik yang dihasilkan pelatihan ini, dan berharap kisah-kisah ini dan para peserta akan menginspirasi yang lain untuk melakukan yang sama," ujarnya.
Pendiri dan penasihat Yayasan Pantau, Andreas Harsono mengatakan, Riau sering disebut sebagai daerah yang kaya, ada minyak di bawah dan atas tanah --dalam bentuk perkebunan kelapa sawit. Namun kutukan sumber daya alam selalu membayangi daerah macam Riau. Ia erat dengan masalah perampasan lahan, kebakaran hutan, polusi udara dan air.
"Bukan kebetulan bahwa para praktisi jurnalisme ini belajar di Pekanbaru karena wartawan yang baik perlu tahu soal perubahan iklim, sengkarut kepemilikan tanah, mafia hukum, hak masyarakat adat, serta kompleksitas kehidupan," kata Andreas.
Di Pekanbaru, Yayasan Pantau bekerja sama dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau.
"LPM Bahana Mahasiswa bangga dapat ikut terlibat bersama Yayasan Pantau untuk mengadakan program Narrative Journalism Tour (NJT) di Pekanbaru. NJT diharapkan dapat meningkatkan kapabilitas dan wawasan peserta, terutama dalam persoalan HAM dan lingkungan. Jurnalisme narasi yang diajarkan diharapkan membantu laporan jurnalistik lebih bergizi dan nikmat dibaca," kata Pemimpin Umum LPM Bahana Mahasiswa, Tegar Pamungkas.
Suwandi, kontributor Kompas.com Jambi yang menjadi salah satu peserta kelas ini, meyakini NJT berguna untuk meningkatkan kualitas menulis laporan mendalam dan investigatif-yang selama ini, kaku dan kering- menjadi renyah dibaca sehingga mampu menyampaikan pesan yang kuat kepada pembaca.
"Pelatihan NJT memiliki kesan mendalam karena dibimbing seorang profesor spesialis jurnalisme, penulis profesional dan berpengalaman. Namun bisa sangat sempurna ketika Janet Steel mampu mengeluarkan semua ilmu yang dimiliki, tanpa terhalang bahasa," katanya.
Ada banyak teknik menulis baru, kata Suwandi, terutama struktur, adegan dan engine, yang bisa diterapkan peserta secara langsung karena selama pelatihan, peserta diberikan tugas menulis dan diskusi untuk membedah tulisan.
"Harus diakui, aku sulit menemukan fokus dalam tulisan laporan mendalam. Dengan NJT, aku menyadari kelemahan itu dan segera diperbaiki ke depan," ujarnya.
Laras Olivia, jurnalis riauonline.co.id mengatakan jurnalis seringkali kesulitan menentukan fokus dalam satu topik tulisan.
"Saya bersyukur bisa terpilih ikut kursus Narrative Journalism Tour 2022 di Kota Pekanbaru. Kelas ini sangat penting untuk belajar teknik penulisan jurnalisme naratif. Pengajar membahas dan menekankan persoalan mendasar dihadapi kita para wartawan, yakni sulit untuk fokus dalam satu topik. Banyak naskah-naskah tulisan bagus yang juga kami bedah dalam kelas, ini memicu saya bisa menulis secara bertutur, tegas, dan memikat," kata Laras.
Selain itu, Angelique Maria Cuaca, Ketua Pemuda Lintas Iman (Pelita) Padang yang juga terpilih menjadi peserta dalam kelas ini menilai, kelas narasi juga membantu peserta menyajikan data dalam bentuk tulisan naratif yang kuat, ilmiah dan menarik.
"Kelas yang sangat keren. Saya belajar bagaimana bisa mengolah dan menyajikan data-data advokasi dalam bentuk tulisan naratif yang kuat, ilmiah dan menarik untuk dibaca. Kelas ini sangat penting buat kerja-kerja advokasi ke depan," kata Angelique.
Yayasan Pantau telah memulai kelas-kelas Jurnalisme Narasi maupun Jurnalisme Sastrawi, sejak 2001. Materi dalam kelas ini mengikuti gerakan Tom Wolfe yang menggabungkan disiplin jurnalisme, riset dan daya pikat sastra.