Sederet Kasus Pertanahan, Siapa Bisa Tuntaskan saat Kepala BPN Riau Jadi Tersangka?

Konflik-Lahan.jpg
(Liputan6.com/Rino Abonita)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sejumlah konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat dan perusahaan terjadi di Provinsi Riau. Beberapa di antaranya bahkan masih berlangsung dan tak kunjung usai meski berbagai jalan telah ditempuh.

Baru-baru ini, sejumlah tokoh dari berbagai kabupaten di Provinsi Riau bahkan menggelar pertemuan dengan sejumlah awak media. Mulai dari tokoh adat dari Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Rokan Hulu (Rohul), dan beberapa daerah lainnya. Pertemuan ini berkaitan dengan sengketa lahan yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan.

Ketua LAM Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Datuk Setio Kamaro Talang Darat Japura Zulkifli bahkan tak kuasa menahan air mata saat mengungkap bahwa tanah kelahirannya diduga diambil alih perusahaan PT RPI di Kabupaten Inhu.

Tak hanya tanah adat, lahan perkebunan sawit, gubuk, bahkan akses jalan menuju kampung mereka ditutupi portal. PT RPI diduga menyiagakan anggota Brimob bersenjata laras panjang.

Zulkifli menegaskan bahwa tindakan yang diduga dilakukan PT RPI telah meresahkan masyarakat Desa Lubuk Batu Jaya. Pihak perusahaan seolah ingin menakuti warga dengan menyiagakan aparat kepolisian bersenjata.

"Bagaimana kami tak sedih? Kami punya keluarga, istri dan anak-anak yang perlu makan, kami warga yang sudah lama tinggal di situ sebelum ada perusahaan, tapi PT RPI merusak kehidupan dan masa depan kami," ujar Datuk Setio Kamaro Talang Darat Japura Zulkifli sambil meneteskan air mata, Jumat, 14 Oktober 2022.

PT RPI diduga melakukan penyerobotan dan pengolahan lahan perkebunan milik masyarakat. Padahal lahan seluas 3.550,20 ha merupakan tanah ulayat warga sejak 1997. 

"Saya minta tolong kepada Pak Jokowi dan dinas terkait untuk mengusut hal ini, kami warga Desa Lubuk Batu Jaya sudah lama tinggal di sini. Kenapa perusahaan PT RPI mengambil alih lahan kami dan mengadu kami dengan aparat kepolisian?" terangnya. 

Selain itu, PT RPI diduga pula telah melakukan pengrusakan terhadap aset warga tempatan yang sudah bermukim sejak Indonesia merdeka.

"Gubuk kami dihancurkan, kuburan diratakan, tanaman sawit kami diracun. Pemerintah pusat mohon bantu kami, kembalikan hak kami dan jangan sampai tanah anak cucu kami dijajah oleh pihak luar," pungkasnya. 

Sengketa lahan juga terjadi di Kabupaten Rohul. Ahli Waris dari kelompok almarhum H. T Siddiq di Kota Lama, Kecamatan Kunto Darussalam bertikai dengan PT EDI terkait lahan seluas 1.500 hektar yang diduga dikuasi perusahaan tersebut.

Pihak ahli waris H T Siddiq menyatakan bahwa lahan tersebut adalah tanah keluarga dari nenek moyang atau tanah pusako yang sudah memiliki surat legalitas yang sah yang dikeluarkan oleh Kewalian Kota Lama. Surat tersebut terbit sebelum perusahaan membuka kebun sawit di lokasi tersebut.

Setelah puluhan tahun berlalu ahli waris meminta haknya ke PT EDI. Karena sampai saat ini belum ada proses penyelesaian atau ganti rugi terhadap lahan itu.


Menurut  koordinator lapangan dari Kelompok H T Siddiq, Agus Candra, dalam rapat mediasi, PT EDI sengaja mengulur-ngulur waktu untuk menyelesaikan masalah ini.

Pasalnya, sejak 2019 sudah dilakukan kesepakatan dengan pihak perusahaan. Tetapi belum ada jawaban pasti dari pihak perusahaan.

Setelah beberapa kali melakukan unjuk rasa lapangan, upaya yang dilakukan hanya sebatas mediasi. Tetapi tetap saja belum ada keputusan yang nyata terhadap tuntutan Ahli Waris T Siddiq, termasuk mediasi yang dilakukan di Polres Rokan Hulu.

Hal ini adalah tindak lanjut dari aksi damai yang dilakukan beberapa waktu lalu di lokasi yang disengketakan. Mereka mengatakan lahan tersebut  sudah diganti rugi tetapi ketika diminta bukti ganti rugi tersebut tidak satupun yang bisa mereka tunjukkan dalam forum rapat ini.

”Kami dari pihak ahli waris  H T Sidiq sangat komitmen. Jika PT EDI sudah mengganti rugi lahan tersebut kita tidak akan menuntut lagi masalah ini. Tetapi harus dibuktikan yang mana kwitansinya atau barang bukti lainnya dan sampai saat ini tidak ada. Artinya lahan yang mereka kuasai saat ini adalah milik Ahli Waris H T Siddiq,” tegas Agus. 

Polres Rohul bahkan turun tangan dengan menggelar mediasi antara kedua belah pihak. Namun, tidak ada kata sepakat untuk ganti rugi tanah yang menjadi tuntutan ahli waris H T Siddiq kepada pihak perusahaan. 

Sehingga, kasus dilanjutkan dengan proses hukum. Hal ini dibenarkan oleh ADM PT EDI, Dwi Setiyo Budiawan. 

"Sementara yang bisa saya sampaikan hasil pertemuan tidak mendapatkan titik temu dari hasil mediasi tersebut," ujar Dwi kepada RIAUONLINE.CO.ID, Sabtu, 19 November 2022.

Dwi menjelaskan, pihak perusahaan menyarankan agar kasus ganti rugi lahan seluas 1.500 hektare ini diselesaikan lewat proses hukum.

"Pihak manajemen tetap menyarankan untuk lewat jalur hukum untuk mendapatkan kepastian akan hal ini," tegas Dwi. 

Kasus agraria atau pertanahan juga menyeret Kepala Kanwil Badan Pertanahan nasional (BPN) Provinsi Riau, M. Syahrir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Syahrir ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) di BPN Riau.

"KPK melakukan penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pidana, " ujar Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kamis, 27 Oktober 2022 lalu. 

Saat itu, M Syahrir belum memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa dan belum ditahan. 

"Saudara M. Syahrir untuk memenuhi panggilan tim penyidik dan tim penyidik akan melakukan penjadwalan pemanggilan dan mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif hadir,” tegas Firli.

Berbagai konflik agraria yang terjadi di Provinsi Riau bahkan mendapat sorotan dari Komisi III DPR RI. Berdasarkan laporan BPN Riau termasuk dalam tiga besar provinsi dengan konflik pertanahan di Indonesia, selain Jambi, dan Sumatera Utara.

Mulfachri Harahap dari Fraksi PAN menyebut setidaknya ada 80 perusahaan di Riau yang melakukan aktivitas ilegal di kawasan terlarang untuk dilakukan kegiatan perkebunan.

"Saya mencatat, paling tidak ada 80 perusahaan aktif melakukan aktivitas ilegal di kawasan terlarang melakukan aktivasi perkebunan," ujar Mulfachri kepada RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 16 November 2022.

Di antaranya adalah konflik pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Bahkan, kata Mulfachri, konflik pertanahan di sejumlah daerah tak kunjung usai.

Diantara permasalah tersebut adalah konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Disebutkannya, sejumlah daerah di Riau diketahui terdapat konflik pertanahan yang tak kunjung usai.

"Kami hari ini datang khusus menyoroti konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Kita tahu beberapa konflik antara masyarakat dengan perusahaan telah berlangsung menahun dan tak kunjung selesai," sebutnya kepada awak media.

Dikatakan Mulfachri, sebagian sengketa tanah antara masyarakat dan perusahaan telah berkekuatan hukum. Namun konflik masih berlangsung.

"Maka dari itu kami dibantu aparat hukum di Riau sama-sama mendiskusikan bagaimana mencari jalan keluar terhadap masalah ini," lanjutnya.