Sosok Datuk Seri Al Azhar: Dikenal Semasa Hidup, Dikenang Sepeninggalannya

Datuk-Seri-Al-Azhar-semasa-hidup2.jpg
(istimewa)

Laporan: Indah Lestari 

RIAUONLINE, PEKANBARU - Tak terasa sudah satu tahun berlalu, kepergian Datuk Seri Al Azhar yang merupakan tokoh Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Tepatnya 12 Oktober tahun lalu, menjadi duka abadi bagi seluruh keluarga dan kerabat dekat, serta murid-murid almarhum Al Azhar.

Semasa hidupnya, beliau dikenal sebagai sosok yang lasak atau tak mau diam. Datuk Seri Al Azhar aktif menyuarakan isu perampasan tanah dan hutan adat, terutama untuk Riau sendiri. Ia paling tidak bisa diam dan marah sekali jika ada yang mengusik Riau dalam hal ini.

Dari informasi yang beredar, utamanya struktur kelembagaan LAM Riau, tahun 2017-2022 adalah masa jabatan Datuk Seri Al Azhar sebagai Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau. Selain itu, beliau pun juga dikenal sebagai sastrawan dan budayawan.

Tidak hanya selaku tokoh adat, beliau juga menjalankan tugasnya sebagai sastrawan dan budayawan. Melalui sastra dan budaya, beliau seringkali ambil kesempatan mengkampanyekan isu tanah dan masyarakat adat, isu lingkungan sampai ekologi.

Apresiasi Datuk Seri Al Azhar Terhadap Pegiat Seni dan Anak Muda

Pada Januari 2020 lalu, yang diprediksi BMKG sebagai awal dari musim kemarau panjang, puluhan anak muda dalam komunitas bernama Syair Kera Network melantunkan sastra lisan 'Syair Kera' karya almarhum Tenas Effendy, sastrawan dan budayawan Riau.

Karya legendaris yang ditulis pada 1995 itu dilantunkan di halaman Kantor Gubernur Provinsi Riau. Disaksikan sejumlah pejabat daerah dan Polda Riau, serta masyarakat yang turut hadir melalui undangan terbuka.

Bersama NGO Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), syair tersebut disampaikan melalui pertunjukan grup teater kolosal yang disutradarai oleh Willy Fwi, seorang Teaterawan Riau yang merupakan alumni dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Karya tersebut menceritakan tentang manusia saat ini yang sudah sulit untuk mengikuti perkataan manusia lainnya dalam menjaga alam. Maka dari itu, di sini hewan yang berusaha menyampaikan suara tersebut. Tujuannya, agar manusia bisa lebih sadar dan bersabar dalam menjaga lingkungan.

Bagi penulis, almarhum Tenas Effendy, hewan, tumbuhan juga makhluk Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Manusia hidup tak sendiri, melainkan berdampingan dengan makhluk lain. Maka dari itu, sebagai manusia sudah semestinya saling bertoleransi antar makhluk hidup.

Pada penghujung pertunjukan, Datuk Seri Al Azhar muncul di tengah lautan kera, para aktor dan aktris teater. Kemunculan beliau bukan secara tiba-tiba, melainkan memang bagian dari pertunjukan itu sendiri.

Dalam bagian itulah, Datuk Seri Al Azhar memberikan kata sambutan dan menyampaikan apresiasinya terhadap teater kolosal, yang mengkampanyekan isu ekologi tersebut.

Setelah itu, beliau turut menceritakan sejarah singkat berupa latar belakang, dan motivasi dari Syair Kera ini dan penulisnya. Beliau juga membacakan sepucuk surat berisi pesan moral dan harapan ke depan terhadap generasi saat ini dan esok.


Dari Syair Kera, melihat keadaan hutan dan lahan gambut di Riau, Datuk Seri Al Azhar mengajak semua pihak untuk bersatu. Menggelorakan, jangan lagi ada kabut-asap di Riau, mulai saat ini maupun di masa-masa mendatang.

Sampai saat ini, sosok beliau masihlah sangat dirindukan para pegiat seni, budaya, lingkungan, dan anak-anak muda, yang pernah merasakan kehangatan rangkulan beliau.

Antara Datuk dan Atuk

Kedekatannya dengan banyak generasi. Mulai generasi sebaya sampai muda-mudi, membuat Al Azhar dikenal sebagai sosok yang ramah dan bersahabat.

Al Azhar, semasa hidupnya juga diketahui seringkali menjenguk ruang-ruang atau kawasan kesenian di Riau. Sekadar memantau seni-budaya yang menjadi bagian dari adat itu sendiri, bahkan sampai bercengkrama dengan tokoh-tokoh dan orang-orang yang tengah berkesenian maupun datang untuk berdiskusi.

Bagi anak muda pegiat seni yang zonanya komunitas seni dan budaya, serta sering melangkahkan kaki, bermain, bersantai ke Bandar Serai Ali Haji, pastinya sudah sering melihat wajah Datuk Seri Al Azhar. Mungkin juga sudah akrab.

Saat berbaur dengan anak muda, Al Azhar menganggap dirinya sebagai orang tua atau kakek. Maka tak heran, kalau kebanyakan kaula muda penghuni Bandar Serai Ali Haji atau sekitar Anjungan Seni Idrus Tintin (ASIT) atau juga yang lebih eksis disebut MTQ, memanggil Al Azhar bukan dengan sebutan datuk, melainkan atuk.

Selain itu, ada fakta menarik jika berbicara soal kedekatan Al Azhar dengan anak muda. Datuk Seri Al Azhar bahkan menjadi pengasuh pertama atau pembina Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Universitas Riau. Dulunya LPM dikenal sebagai surat kabar kampus.

Kedekatan Al Azhar dengan anak muda di masa silam, bukan sekadar kedekatan biasa. Tapi, juga tentang kedekatan emosional antara pewaris dan ahli waris.

Selama ini, Al Azhar telah banyak melakukan penelitian terhadap adat dan kebudayaan. Ia bertekad agar anak-cucu Melayu nanti, bisa menikmati tanah ulayat warisan nenek moyangnya dengan tenang. Semangat itu senantiasa dirawat sepanjang usianya.

Semangat itu tak pernah padam. Boleh dikatakan telah tumbuh berkali-kali lipat, pun setelah kepergian Al Azhar. Hal itu terlihat ketika semakin menjamurnya komunitas seni dan budaya, juga lingkungan atau komunitas lainnya, yang aktif mengampanyekan maupun melakukan kegiatan konservasi. Baik terhadap budaya juga lingkungan. 

Al Azhar di Mata Tokoh Riau dan Kerabat

Baik di mata anak muda maupun sebayanya, Al Azhar punya semangat berjuang dan sifat mengayomi sesama.

Di mata rekan-rekan senimannya seperti Marhalim Zaini, Willy Fwi, Fedli Azis, Bens Sani, dan lain-lain, dalam kepengurusan Asosiasi Seniman Riau (Aseri), Al Azhar pun bukan main semangatnya. Ia memberi dukungan penuh untuk Aseri sewaktu berdirinya.

Program-program asosiasi yang resmi terbentuk pada 27 Juli 2020 tersebut bertujuan untuk pemberdayaan ekonomi seniman dan advokasi seniman.

Berselang sebulan kemudian, Datuk Seri Al Azhar menyampaikan kepada publik melalui media-media, dalam silaturahminya dengan pengurus dan anggota Aseri di Balai Adat, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, bahwa secara pribadi, Al Azhar mendukung penuh kegiatan yang dilakukan Aseri.

Bagi Al Azhar, gerakan semacam ini bagus untuk menghapus stigma bahwa seniman itu miskin dan suka meminta-minta. Gerakan ini bisa membangun ekonomi para seniman. Terlebih pada masa itu, pandemi tengah melanda dengan berbagai krisisnya.

Begitulah sosok Al Azhar, dermawan dan bersahaja. Semangat juang Al Azhar untuk masyarakat Riau dan tokoh-tokoh daerah, serta anak muda Riau selalu lekat di hati mereka. Selalu dirindukan.

Bahkan saat kepergiannya pun, salah satu tokoh ternama Riau, Ustad Abdul Somad (UAS) ikut terpukul mendengar kabar tersebut.

Menurut informasi dari kerabat almarhum Datuk Seri Al Azhar, Raja Yoserizal Zein, di rumah duka, Jalan Tengku Bey, Simpang Tiga, Pekanbaru, Selasa, 12 Oktober 2021, jelang tengah malam, yang diperoleh dari riaupos.co, UAS sempat berkomunikasi melalui Whatsapp sebelum Al Azhar menghembuskan napas terakhir dan juga turut menyampaikan dukanya, setelah kepulangan Al Azhar.

UAS yang tengah berdakwah di beberapa pulau di Aceh saat itu, mengirimkan rekaman doa dan puisi berdurasi 2 menit 42 detik melalui jaringan pribadi WhatsApp Yoserizal.

Terbukti, sosok Al Azhar adalah tokoh luar biasa bagi Riau. Sampai saat ini pun Datuk Seri Al Azhar tak pernah benar-benar beranjak dari hati dan ingatan mereka yang barangkali pernah bertemu dengannya atau bahkan sangat mengenal dekat dirinya. Damai untuk Datuk Seri Al Azhar.