Massa Desak KLHK Gunakan UU Cipta Kerja Selesaikan Sawit dalam Kawasan Hutan

Demo-Amaris-di-DPRD.jpg
(Istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Aliansi Masyarakat Peduli Sawit Riau (AMRIS), menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Senin (26/9).

Dalam aksinya puluhan orang dari Aliansi Masyarakat Peduli Sawit Riau (AMRIS) menuntut stop penyesatan informasi industri sawit ke publik, tolak kampanye negatif industri sawit, hormati mandat UU CK sektor kehutanan dan lindungi iklim investasi di Riau.

Koordinator aksi, Sugar Simanjuntak, dengan pengeras suara menyampaikan bahwa saat ini pemerintah terus berupaya mendorong investasi agar tercipta lebih banyak lapangan kerja. Hal ini dilakukan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat yang tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri. 

"Tentunya itu perlu peran swasta, yaitu melalui investasi untuk menciptakan kemudahan berusaha dan peningkatan ekosistem investasi di dalam negeri," ujar Sugar Simanjuntak. 

Oleh karenanya, tegas Sugar, pemerintah telah menerbitkan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing investasi masuk ke Indonesia, menciptakan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat.

Khususnya di sektor kehutanan, tertulis pada pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja memuat secara khusus jalan keluar penyelesaian "keterlanjuran" penguasaan kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan, baik berasal korporasi, lembaga pemerintah, masyarakat lokal/ada dan lainnya.

Kemudian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat terdapat seluas 3,3 juta hektar keterlanjuran perkebunan sawit dalam kawasan hutan. Untuk mengimplementasikan UU Cipta Kerja sektor kehutanan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.


Sebagai Implementasi PP No. 24 Tahun 2021 KLHK telah membuat satuan tugas dalam pelaksanaan, pengawasan dan Pengendalian implementasi UU Cipta kerja bidang lingkungan hidup kehutanan melalui SK. 203/2021 yang diketuai oleh Sekjen Kementerian LHK, dan di bawahnya  telah dibentuk pula 10 kelompok kerja (Pokja).

KLHK pun telah menerbitkan 7 Surat Keputusan (SK) berisi subjek hukum yg berusaha dalam kawasan hutan tanpa ijn bidang kehutanan, yaitu: (1)  SK.359/2021 (tahap I); (2) SK.5312021 (tahap II); (3) SK.1217/2021 (tahap III); (4) SK.64/2022 (tahap IV); (5) SK 298/2022 (tahap V); (6) SK 652/2022 (tahap VI); dan (7) SK 787/2022 (tahap VII).

Secara nasional, tambah Sugar, per Agustus 2022 telah berhasil diidentifikasi 1.192 subjek hukum yang menguasai dan membuka kawasan hutan tanpa izin di bidang kehutanan, yang terdiri atas subjek hukum perkebunan sebanyak 867, pertambangan 130, kegiatan lain 205. Subjek hukum berdasarkan badan hukum, yaitu 616 korporasi, 129 koperasi, 407 masyarakat/perorangan, 40 kegiatan pemerintah.

Khusus Provinsi Riau, Menteri LHK melalui surat perintah No. PT.23/2022 tanggal 28 April 2022 telah membentuk dan menerjunkan Tim Verifikasi Lapangan yang diketuai Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sustyo Iriyono, dengan tugas melakukan verifikasi subjek hukum yang menguasai kawasan hutan, untuk mengetahui histori penguasaan dan pembukaan kawasan serta mengetahui kepemilikan usaha dalam kawasan hutan.

Pada 15 September 2022, secara khusus Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono, telah melakukan sosialisasi implementasi UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020 dan PP No. 24 Tahun 2021 di Polda Riau yang dihadiri langsung oleh Kapolda Riau, Seluruh Polres di Riau, Pihak Swasta, dan Anggota DPD RI asal Riau Intsiawati Ayus serta pihak-pihak lainnya.

Sebagai industri padat karya, sebut Sugar, jutaan orang di Indonesia dari Sabang hingga Merauke menggantungkan hidupnya pada sektor kelapa sawit. Dari hulu ke hilir industri kelapa sawit telah terbukti nyata menciptakan 16 juta lapangan pekerjaan. Bahkan, sejak tahun 2000 sektor kelapa sawit telah membantu lebih dari 10 juta orang keluar dari garis kemiskinan. 

"Oleh karena itu berangkat dari fakta-fakta di atas maka kami meminta semua pihak untuk menghormati Kementerian LHK yang sedang secara sungguh-sungguh menjalankan mandat UU Cipta Kerja Sektor Kehutanan, khususnya dalam pelaksanaan Pasal 110 A dan 110B,” tegas Sugar. 

Kemudian meminta semua pihak memahami dengan seksama bahwa hakikat dari Pasal 110 A dan 110B yang secara teknis diatur dalam PP No. 24 Tahun 2021, dan khusus untuk Perkebunan sawit dalam kawasan hutan berlaku hal-hal sebagai berikut:

(a) Makna Pasal 110A: Kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun, memiliki izin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan yang sesuai Rencana Tata Ruang tetapi belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan yang dilakukan sebelum berlakunya UU Cipta Kerja, tidak dikenai sanksi pidana tetapi diberikan  kesempatan untuk menyelesaikan pengurusan perizinan di bidang kehutanan dengan membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

(b) Makna Pasal 110B: kegiatan lain di dalam kawasan hutan yang dilakukan-sebelum berlakunya UU Cipta Kerja dan belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan, tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai Sanksi administratif berupa Penghentian Sementara Kegiatan Usaha, perintah pembayaran denda administratif dan/atau paksaan pemerintah untuk selanjutnya diberikan persetujuan sebagai alas hak untuk melanjutkan kegiatan usahanya di dalam kawasan Hutan Produksi (HP)," ucap Sugar.

Selanjutnya, tambah Sugar, pihaknya juga meminta agar tidak ada lagi pihak tertentu yang mencoba memberikan informasi menyesatkan publik, dan melakukan penggalangan opini publik untuk menekan aparat penegak hukum secara tanpa dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. 

"Lalu kami juga meminta agar pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan maupun lembaga swadaya masyarakat untuk menghentikan penyebaran kampanye negatif yang merugikan iklim investasi di Riau khususnya dan Indonesia umumnya, termasuk kampanye negatif terhadap perkebunan sawit, mengingat perkebunan kelapa sawit telah berkontribusi besar terhadap pendapatan negara, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan petani sawit, serta menyerap tenaga kerja yang besar. Serta meminta kepada publik untuk mengawasi dan méndorong adanya transparansi dari proses pengenaan sanksi administratif dan pembayaran denda administratif kepada perusahaan yang menguasai kawasan hutan yang dalam hal ini dilakukan oleh KLHK melalui Ditjen Penegakan Hukum. Demikian Tuntutan ini kami sampaikan, untuk dapat menjadi perhatian semua Pihak," ungkapnya.