RIAU ONLINE, PEKANBARU-Sebanyak 100 jurnalis dari Sabang sampai Merauke tergabung dalam media Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengikuti worskhop secara online dengan tema Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi.
Workshop ini merupakan kolaborasi AMSI dengan BNI tentang edukasi perlunya keamanan digital perbankan milik pribadi.
Dalam workshop kali ini, ada empat narasumber dihadirkan yakni Direktur Literasi dan Edukasi keuangan OJK, Horas Tarihoran, Guru Besar Ilmu Komputer Sains Universitas Sampoerna, Prof Teddy Mantoro, Pemimpin Redaksi KBR.id, Citra Dyah Prastuti dan Pemimpin Divisi Manajemen Resiko Bank BNI, Rayendra Minarsal Gunawan.
Selain itu, Direktur Eksekutif AMSI, Adi Prasetyo juga memberikan tanggapannya terkait pentingnya keamanan data pribadi perbankan ini.
"Ini adalah kerja sama awal yang baik antara AMSI dengan BNI. Kami mengemasnya dalam bentuk workshop berlanjut dengan fellowship nantinya," ujar Adi.
Selanjutnya, Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas Tarihoran juga menjelaskan, untuk menguatkan perlindungan keamanan konsumen, belum lama ini OJK telah mengeluarkan peraturan Nomor 6/POJK.07/Tahun 2022 tentang perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan.
"Perubahan di era keuangan digital membutuhkan jaminan keamanan siber. Harus ada regulasi yang bisa menjamin keamanan, bukan hanya inovasi saja. Kalau tidak ada jaminan keamanan, bisa menurunkan kepercayaan pasar,” ujar Horas.
"OJK punya keterbatasan, jadi harus bekerjasama dengan pelaku jasa keuangan dan juga media terutama untuk terus melakukan edukasi dan literasi," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Manajemen Risiko Bank BNI, Rayendra Minarsa Gunawan, BNI berkomitmen penuh melindungi nasabahnya 24 jam selama sepekan penuh melalui call center yang bisa diakses untuk berkonsultasi dan meminta bantuan tentang keamanan digital atas aset-asetnya.
Selain itu, BNI juga mempunya tim khusus fraud detection yang selalu memantau anomali-anomali transaksi.
"Ada beberapa jenis kejahatan pengambilalihan data nasabah yang cukup dikenal. Cara paling konvensional berupa skimming dan cara kedua yang sangat soft berupa Social Enginering,” ujarnya.
Skimming adalah praktik kejahatan perbankan yang mengincar nomor PIN, password, atau pun nomor CVC kartu kredit atau ATM nasabah.
Pelakunya biasanya memasang bezel palsu di mulut mesin ATM, memasang router, memakai skimmer, hingga memasang kamera tersembunyi di mesin ATM.
Sedangkan Social Enginering adalah praktik kejahatan perbankan dengan memanipulasi kesadaran calon korban dengan rekayasa drama memainkan perasaan, seperti mama minta pulsa, kabar gembira mendapat hadiah atau undian, hingga ancaman anggota keluarganya sakit dan permintaan mengirim sejumlah uang.
Teknik ini sangat lembut, sehingga korban acapkali tak terasa telah memberikan informasi sensitif seperti password, PIN dan sistem keamanan lainnya.
“Kalau aset data korban sudah diambil, mereka bisa mengirim malware,” kata Rayendra.
Sementara itu, Guru Besar Komputer Sains Universitas Sampoerna, Prof Teddy Mantoro, memberi pembekalan kepada para jurnalis seputar tren-tren kejahatan siber yang terjadi di berbagai negara dan perlunya antisipasi bagi regulator, dunia industri jasa keuangan, maupun masyarakat
Menurut Teddy, secara teknikal, serangan siber bisa dibagi menjadi dua. Pertama serangan siber yang membutuhkan klik dari korban, dan kedua serangan zero klik.
Tipe serangan siber kedua dikenal dengan nama ZeroDay Malware, yakni serangan siber paling berbahaya dan susah dideteksi karena tidak membutuhkan klik apapun dari korban atau orang yang ditarget pelaku.
"Malware siber ini paling dahsyat karena pelaku bisa menginstal malware, hanya dengan pelaku mengetahui nomor handphone kita. Dulu dikenal Pegasus, sekarang dikenal dengan nama Zeus,” papar Teddy.
Teddy berpesan, agar aman dari peretasan data pribadi, perlu langkah antisipasi seperti menjauhi gawai saat sedang emosi, memakai password yang kuat dan berbeda untuk setiap aplikasi dan gawai, mengaktifkan pengaturan keamanan pribadi, memakai jaringan internet sendiri.
Media harus mengambil peran dalam meningkatkan literasi digital, menjadi problem solving dengan informasi dan edukasi masyarakat.
"Saya mau kritik, jangan kebanyakan iklan terutama iklan pop up yang membuat kita susah membaca karena ditutup iklan secara berlebihan,” terangnya.
Pembicara terakhir, Citra Dyah Prastuti, menggarisbawahi ancaman terhadap data pribadi dalam dunia perbankan yang kian digital sangat nyata.
Namun, sebelum membuat liputan atau artikel, jurnalis terlebih dahulu harus memahami lebih mendalam tentang berbagai hal yang terkait dengan isu tentang keamanan digital perbankan, perlindungan data pribadi.