Tampil di Doodle Google, Inilah Rasuna Said Sang Singa Betina dari Sumbar

Rasuna-Said-Doodle-Google.jpg
(Tangkapan Layar/Doodle Google)


RIAUONLINE, PEKANBARU - Wajah Rasuna Said atau Hajjah Rangkayo Rasuna Said dipampang di tampilan doodle google pada hari ini yang bertepatan dengan hari kelahirannya 14 September.

Bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said, lahir di desa Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 1910. Ia merupakan anak Haji Muhammad Said atau yang kerap disapa Haji Said yang tak lain juga merupakan seorang aktivis pergerakan di Sumatera Barat.

Besar dari lingkungan keluarga terpandang dan berpendidikan, Rasuna Said kecil sejak dulu konsen terhadap pendidikan. Karena pendidikan yang mempuni dan semangatnya itu, maka tak heran Rasuna Said besar dengan jiwa aktivis dan pemikiran-pemikiran kritisnya sampai ia pernah dijebloskan ke penjara.

Rasuna Said mengenyam pendidikan formal di Pesantren Ar-Rasyidiyah. Menariknya, Rasuna Said menjadi satu-satunya siswa perempuan di pesantren yang didominasi siswa laki-laki tersebut.

Di tahun 1923 jenjang pendidikan Rasuna Said meningkat. Ia melajutkan pendidikannya di Sekolah Madrasatu lil Banat atau sekarang populer disebut Sekolah Diniyah Putri di Padang Panjang, Sumbar.

Menurut catatan ilmiah "Peran Hajjah Rangkayo Rasuna Said dalam Memperjuangkan Hak Perempuan Indonesia", pendidikan Rasuna Said di Diniyah Puteri hanya sebentar, tepatnya tiga tahun. Pada 1926 ia kembali ke rumah, karena bencana alam gempa bumi dan letusan Gunung Merapi saat itu.

 

 


Kendati demikian, Rasuna Said tak berhenti menyicipi dunia pendidikan. Ia meneruskan pendidikannya ke Sekolah Putri (Meisjesschool) di bawah kompi Haji Abdul Majid. Walaupun hanya sebentar, di sekolah ini Rasuna mendapatkan keahlian memasak, menjahit, dan urusan rumah tangga lainnya.

Pada tahun ini pula menjadi titik awal bagi Rasuna Said berkecimpung di dunia politik dalam gaung Sarekat Rakyat. Rasuna Said ketika itu dipercaya menjabat sekretaris cabang yang banyak beraktivitas sebagai penulis.

Berbekal minat dan pengetahuan yang tinggi akan dunia politik, Rasuna Said memilih masuk organisasi Persatuan Muslimin Indonesia (PMI atau Permi) di tahun 1930 setelah memutuskan keluar dari Sarekat Rakyat.

Tahun 1930 merupakan momen Rasuna Said melanjutkan pendidikannya ke Sumatra Thawalib. Sekolah ini besar di bawah pimpinan Haji Udin Rahmani yang disebut bahwa Sumatra Thawalib ini merupakan hasil perkembangan dari Surau Djembatan Besi.

Besar di instansi pendidikan Sumatra Thawalib, kepribadian Rasuna Said berkembang menjadi sosok jiwa pejuang. Didikan yang bagus, menjadi batu lompatan Rasuna baik dalam bertutur dan tegas dalam berorasi karena pidato dan debat yang dilakoninya selama di Sumatra Thawalib.

Berkelindan dengan kegiatan publik speaking membuat sosok Rasuna dikenal sebagai orator ulung. Kemudian Permi sendiri merupakan organisasi yang dibuat oleh murid-murid dari Sumatra Thawalib.

Rasuna Said pun tampil memberikan pidato di openbar vereeniging dalam Kongres Perempuan Permi di Payakumbuh pada 1 sampai 21 November 1932. Berbagai sumber menyebutkan bahwa tiap aksi openbar vereeniging Rasuna Said dilakukan, Belanda tidak menyukainya lantaran dianggap melakukan penghasutan, makar untuk memberontak kolonialis Belanda.

Pada siang hari di 3 November 1932, Rasuna Said pun dijebloskan ke penjara Payakumbuh atas tuduhan melanggar artikel 153 Spreekdelict tentang larangan berbicara di muka umum atau yang disebut Pasal Vergader Verbond yang tak lain merupakan pasal karet yang disahkan pada 1 Agustus 1933.

Rasuna Said mendapat ancaman vonis satu tahun tiga bulan penjara setelah mengikuti pengadilan Landraad Payakumbuh pada 5 Januari 1933. Akhirnya, Rasuna harus menjalani masa tahanan selama sekitar satu tahun tiga bulan di penjara di Bulu, Semarang, Jawa Tengah.

Sementara Permi, bubar pasca kebebasan Rasuna Said. Lantas ia melanjutkan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja. Ia kemudian dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam, dan tahun 1935, sang orator ulung itu jadi Pemimpin Redaksi Majalah Raya.

 

 

Majalah Raya sendiri santer disebut sebagai portal pemberitaan radikal yang menentang penjajahan dan didokumentasikan sebagai media tonggak perlawanan di Sumatera Barat. Namun, Rasuna Said tak mampu berbuat banyak di Sumbar dan Permi, lantaran banyak tekanan dari polisi rahasia Belanda (PID) yang mempersulit ruang geraknya. Ia pun kecewa, lalu memutuskan untuk pergi ke Medan.

Di tahun 1937, di Medan, Rasuna Said mendirikan perguruan putri. Demi menyebarluaskan gagasan-gagasannya, ia membuat majalah mingguan bernama Menara Poeteri. Eksisnya Menara Poetri menjadi peran Hajjah Rangkayo Rasuna Said di bidang jurnalistik. Adapun majalah Menara Poetri fokus membahas tentang keputrian dan keislaman.