RIAU ONLINE, PEKANBARU-Sejumlah warga di Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau diberi sanksi adat oleh ninik mamak setempat.
Pasalnya, warga tersebut memprotes adanya dugaan galian C atau pengerukan batu liar di aliran Sungai Kampar di desa tersebut yang dianggap dapat merusak lingkungan dan aliran sungai.
Namun, protes itu justru berujung sanksi adat yang diberikan oleh ninik mamak setempat. Sanksi yang diberikan, yakni denda membayar dengan kambing.
Wawan (28), salah seorang warga yang kena denda setelah memprotes adanya pengambilan batu di sungai itu.
"Saya sebagai Wakil Ketua Pemuda Desa Tanjung yang turut kena denda. Denda bayar satu ekor kambing. Tapi, denda tidak akan saya bayar karena tidak ada aturan adat yang saya langgar," ujar Wawan, Sabtu, 10 September 2022.
Wawan menjelaskan dirinya dituduh menghalangi pengambilan batu yang disebut ninik mamak untuk pembangunan Masjid baru di desa.
Padahal, menurut Wawan pengambilan batu itu tidak dimusyawarahkan ninik mamak dengan pemuda, mahasiswa maupun nelayan.
Dia mengaku kaget saat melihat eskavator mengeruk batu sungai. Di tengah sungai sudah dibuat jalan sepanjang lebih kurang 300 meter.
"Saya tidak tahu apakah batu itu diambil untuk pembangunan masjid atau digunakan untuk apa. Soalnya saya dan warga lainnya tidak diajak musyawarah. Kalau untuk membangun masjid, tidak mungkin kami larang, tentu kami mendukung sepenuhnya," terangnya.
Melihat hal itu, dia bersama warga termasuk sejumlah nelayan meminta alat berat berhenti bekerja.
Wawan menyebut, alasan menyetop alat berat bekerja, karena sebelumnya atas nama pemuda, mahasiswa, nelayan dan bahkan pihak desa, sudah sepakat menolak adanya galian C.
"Dulu kami sudah sepakat tidak ada lagi galian C di Sungai Kampar di kampung kami. Karena dulu banyak galian C di sini, batunya dijual keluar. Tidak ada manfaatnya ke desa. Makanya saya pertanyakan kemarin kenapa ada lagi galian C, tapi malah kami dipanggil ninik mamak dan didenda adat. Kami malah dituduh menghalangi pembangunan masjid. Kan tak masuk akal," papar Wawan.
Wawan mengatakan, bukan dirinya saja yang kena denda adat, melainkan ada seorang nelayan.
Mereka yang didenda ini dianggap menghalangi pembangunan masjid.
"Yang baru didenda baru saya dan satu nelayan. Tidak menutup kemungkinan warga dan nelayan yang protes galian C didenda juga. Ninik mamak menuduh kami menghalangi pembangunan masjid. Padahal, kami hanya mempertanyakan untuk apa batu itu diambil."
"Kalau untuk membangun masjid, mestinya dimusyawarahkan. Kami khawatir batu itu dijual untuk keuntungan pihak tertentu. Jadi, ninik mamak itu denda kami tanpa dasar, makanya kami tak akan bayar denda itu," tutup Wawan.
Sementara itu, Yusmar (52) salah seorang nelayan yang menyetop adanya galian C tersebut.
Dia mengaku, galian C berdampak kepada mata pencarian nelayan.
"Galian C ini bukan hanya merusak sungai, tapi juga jadi susah dapat ikan," akui Yusmar.
Dia sendiri menyebut bakal didenda karena ikut protes galian C itu.
"Saya termasuk dituduh menghalangi pembangunan masjid. Padahal, kalau untuk pembangunan masjid tentu kami tidak akan melarang. Tapi kan kami nelayan tak pernah diajak musyawarah, jadi tidak tahu apakah batunya untuk bangun masjid."
"Karena protes itu kami disisihkan. Bahkan, kawan kami dua orang didenda adat. Saya juga berpotensi didenda nantinya, tapi takkan saya bayar karena saya tidak salah melarang galian C," ujar Yusmar.
Yusmar menceritakan, beberapa lalu ada galian C beroperasi tanpa izin di Sungai Kampar. Batu itu diambil untuk keuntungan pihak tertentu.
Saat itu, ia bersama nelayan dan warga memberhentikan eskavator yang sedang bekerja.
Bahkan, pihak kepolisian dan TNI waktu itu turun langsung untuk menutup galian C.
"Dulu aparat sudah datang ke lokasi galian C minta ditutup. Kami sepakat tidak ada lagi galian C di sungai. Tapi, sebulan yang lalu ada lagi galian C di lokasi yang sama, makanya kami hentikan. Alasan ninik mamak katanya batu untuk pembangunan masjid, tapi kenapa tidak dimusyawarahkan dengan kami. Jadi, setelah kami pertanyakan, kawan kami malah didenda tanpa dasar," sebut Yusmar.
Yusmar meminta Lembaga Adat Melayu Kampar, agar mengevaluasi tindakan ninik mamak Desa Tanjung yang menghukum warga tanpa dasar.
"Kami sebagai warga berharap kepada Lembaga Adat Melayu Kampar bertindak atas tindakan ninik mamak desa kami yang menghukum warga tanpa ada melanggar adat," tegas Yusmar.
Ninik Mamak Desa Tanjung, Basir saat dikonfirmasi membenarkan adanya warga yang didenda adat.
Menurutnya, warga didenda karena menyetop eskavator yang mengambil batu di sungai.
Protes warga itu membuat ninik mamak tersinggung dan memberikan warga denda.