Hari Ini Berusia 238, Yuk Cari Tahu Sejarah Kota Pekanbaru di Sini

Pekanbaru-Tempo-Dulu.jpg
(Koleksi Gallery Arsip Dinas Perpustakaan dan Kersipan (DISPUSIP) via Instagram/arsip_pekanbaru)


Laporan: Dwi Fatimah

RIAUONLINE, PEKANBARU - Tepat hari ini, 23 Juni 2022 Kota Pekanbaru merayakan hari jadinya ke-238. Sejak dahlu, ibukota Provinsi Riau ini merupakan daerah yang terus berkembang.

Letak Pekanbaru strategis di Pulau Sumatera, tepatnya di bagian tengah. Salah satunya, keberadaan Sungai Siak yang dalam dan tenang sehingga memudahkan untuk jalur lalu lintas.

Pekanbaru terus berkembang untuk penyediaan fasilitas perkotaan yang membuat wilayahnya semakin luas. Pada 1960 wilayah Pekanbaru seluas 16 Km persegi, saat ini luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632,26 Km persegi dengan jumlah penduduk pada 2020 sebanyak 983.356 jiwa.

Pekanbaru terletak di tepian Sungai Siak dan pada awalnya merupakan sebuah kota kecil yang memiliki pasar atau disebut pula Pekan bernama Payung Sekaki atau Senapelan. Pada abad ke-18, wilayah yang kini menjadi Pekanbaru ini berada pada lingkar pengaruh Kesultanan Siak, dan Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah atau dikenal pula Marhum Pekan, secara luas dianggap sebagai pendiri kota Pekanbaru modern.

Pekanbaru menjadi sebuah "kota kecil" pada tahun 1948 dan kotapraja pada tahun 1956, sebelum ditetapkan menjadi ibu kota Provinsi Riau sebagai pengganti dari Tanjung Pinang pada tahun 1959.

Dahulu, nama Pekanbaru dikenal dengan nama "Senapelan". Saat itu, Pekanbaru dipimpin seorang kepala suku disebut Batin. Daerah ini terus berkembang menjadi kawasan pemukiman baru. Seiring berjalannya waktu berubah menjadi Dusun Payung Sekaki yang terletak di muara Sungai Siak.

Pada 9 April 1689 telah diperbaharui sebuah perjanjian antara Kerajaan Johor dengan Belanda, yakni VOC. Dimana dalam perjanjian tersebut Belanda diberi hak yang lebih luas, di antaranya pembebasan cukai dan monopoli terhadap beberapa jenis barang dagangan. Selain itu, Belanda juga mendirikan Loji di Petapahan yang saat itu merupakan kawasan yang maju dan cukup penting.


Kapal Belanda tidak dapat masuk ke Petapahan, maka Senapelan menjadi tempat perhentian kapal-kapal Belanda. Selanjutnya, pelayaran ke Petapahan dilanjutkan dengan perahu-perahu kecil.

Dengan kondisi ini, Payung Sekaki atau Senapelan menjadi tempat penumpukan berbagai komoditi perdagangan, baik dari luar untuk diangkut ke pedalaman maupun dari pedalaman untuk dibawa keluar. Barang-barang dari dalam yang mau diangkut ke luar berupa bahan tambang, seperti timah, emas, barang kerajinan kayu dan hasil hutan lainnya.

Pada perkembangan selanjutnya, Payung Sekaki atau Senapelan memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan. Letak Senapelan yang strategis dan kondisi Sungai Siak yang tenang dan dalam membuat perkampungan ini memegang posisi silang, baik dari pedalaman Tapung maupun pedalaman Minangkabau dan Kampar.

Hal ini juga merangsang berkembangnya sarana jalan darat melalui rute Teratak Buluh atau Sungai Kelulut, Tangkerang hingga ke Senapelan. Wilayah ini sebagai daerah yang strategis dan menjadi pintu gerbang perdagangan yang cukup penting. Perkembangan Senapelan sangat erat dengan Kerajaan Siak Sri Indrapura.

Semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di Senapelan, ia membangun istana di Kampung Bukit dan diperkirakan istana tersebut terletak di sekitar lokasi Masjid Raya sekarang. Kemudian, sultan berinisiatif membuat pekan atau pasar di Senapelan namun tidak berkembang.

Kemudian, usaha yang dirintis tersebut dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali yang bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah, meskipun lokasi pasar bergeser di sekitar Pelabuhan Pekanbaru sekarang.

Secara geografis Kota Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur Lintas Timur Sumatera. Sehingga membuatnya terhubung dengan beberapa kota seperti Medan, Padang dan Jambi dengan wilayah administratif diapit oleh Kabupaten Siak pada bagian utara dan timur sementara bagian barat dan selatan oleh Kabupaten Kampar.

Kota ini dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur dan berada pada ketinggian berkisar antara 5-50 meter di atas permukaan laut. Kota ini termasuk beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34,1 deajat celsius hingga 35,6 derajat celsius dan suhu minimum antara 20,2 deajat celsius hingga 23,0 deajat celsius

Sebelum tahun 1960 Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km persegi yang kemudian bertambah menjadi 62,96 km persegi dengan 2 kecamatan yaitu Kecamatan Senapelan dan Kecamatan Limapuluh.

Selanjutnya pada 1965 menjadi 6 kecamatan, dan tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas wilayah 446,50 km persegi setelah Pemerintah Daerah Kampar menyetujui untuk menyerahkan sebagian dari wilayahnya untuk keperluan perluasan wilayah Kota Pekanbaru, yang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1987. Kemudian pada tahun 2003 jumlah kecamatan pada kota ini dimekarkan menjadi 12 kecamatan.