Kala Koper Bung Karno Dicuri Orang Awak di Minangkabau

Soekarno-saat-menikmati-makan-bersama.jpg
(Rosodaras Wordpress.com)


RIAU ONLINE - Bung Karno bersama keluarganya tiba di Padang saat kota itu chaos pada 26 Februari 1942 usai perjalanan panjangnya dari Bengkulu.

Toko-toko yang ditinggalkan pemilinya dijarah. Sebagian penduduk memilih mengungsi. Sementara aparat keamanan kolonial sibuk menyelamatkan diri masing-masing. Begitu pula para serdadu KNIL, bukannya mempersiapkan perlawanan terhadap pasukan Jepang yang akan datan, malah lari pontang-panting.

Bung Karno lantas bertindak. Dibantu temannya, Woworuntu yang dikenalnya sejak masa pembuangan di Bengkulu, Bung Karno mengumpulkan masyarakat di sebuah lapangan dekat sebuah pasar.

"Saudara-saudara, saya minta kepada saudara-saudara untuk mematuhi tentara yang akan datang. Jepang mempunyai tentara yang kuat. Sebaliknya kita sangat lemah. Tugas saudara-saudara bukan untuk melawan mereka. Ingatlah, kita tidak punya senjata. Kita tidak terlatih untuk berperang. Kita akan dihancurleburkan, jikalu kita mencoba-coba melakukan perlawanan secara terang-terangan. Kita harus mencari kemenangan yang sebesar-besarnya dari musuh ini. Maka dari itu, saudara-saudara, hati-hatilah. Rakyat kita harus diperingatkan suapya jangan mengadakan perlawanan. Walaupun bagaimana, hindarkanlah pertumpahan daerah di saat-saat permulaan. Jangan panik. Ketentuan pertama yang diberikan oleh pemimpinmu adalah menaati orang Jepang. Percaya kepada Allah Subhanahuwata'ala bahwa Ia akan membebaskan kita," kata Bung Karno dalam pidatonya sebagaimana dimuat dalam otobiografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, seperti dikutip dari Historia.di, Minggu, 29 Mei 2022.

Setelah rapat akbar itu, Bung Karno lantas mengisi hari-harinya dengan berkeliling mengorganisir kelompok-kelompok perjuangan sembari memberi penerangan kepada penduduk agar tak mengadakan perlawanan ketika Jepang tiba.

Seminggu kemudian, penduduk menyambut kedatangan Jepang dengan gempita. Toko-toko yang dibuka paksa oleh pasukan Jepang langsung diserbu penduduk miskin dan dijarahi.

Empat hari kemudian, Bung Karno ke Bukittinggi memenuhi permintaan panglima pasukan Jepang di Sumatera, Kolonel Fujiyama.

"Di sanalah aku mengadakan pertemuan yang sampai sekarang tidak banyak orang mengetahuinya, akan tetapi sesungguhnya merupakan pertemuan yang maha-penting. Pertemua yang menentukan strategiku selanjutnya selama peperangan. Pertemuan yang sampai sekarang memberikan cap kepadaku sebagai 'kolaborator Jepang'," kata Bung Karno.



Dalam pertemuan itu, terjadi kesepakatan kerjasama kedua bangsa. Sebagai bayaran untuk kesediaan Bung Karno bekerjsama guna menertibakan rakyat, Kolonel Fujiyama memenuhi syarat yang diajukan Bung Karno untuk bebas berpolitik memperjuangkan kemerdekaan negerinya.

Bung Karno, setelah perundingan itu, makin aktif berkeliling ke berbagai daerah untuk mengimbau massa-rakyat agar tertib sambil terus mengorganisir perjuangan kemerdekaan. Aktivitas itu sepenuhnya dilakukan dengan bantuan rakyat, karena Bung Karno menolak hampir semua tawaran fasilitas yang diberikan Jepang.

Jepang senang sekaligus bingung melihat kepatuhan rakyat pada Bung Karno. Bahkan, Kolonel Fujiyama bingung saat Bung Karno bisa dengan mudah memperoleh obat tablet kalsium.

"Yang tidak kusampaikan kepadanya ialah, bahwa di Padang banyak orang Tionghoa punya toko yang bisa mencarikan apa saja kalau mereka mau. Dan kalau untuk Sukarno mereka mau," sambung Bung Karno.

Bung Karno yang dengan memperoleh atau menyediakan banyak hal sulit diperoleh, bahkan oleh Jepang, membuat Jepang bingung. Misalnya saat beras langka, Bung Karno justru menyediakan berton-ton beras yang dihimpun dari berbagai kalangan masyarakat.

Bung Karno ternyata rutin melakukan perjalanan Padang-Bukittinggi. Selain karena keindahan alamnya, banyak hal penting yang dilakukan Bung Karno di pusat kota pemerintahan Jepang di Sumatera Barat itu. Salah satunya menyelamatkan Anwar, seorang aktivis kemerdekaan yang ditangkap Jepang karena terlibat sabotase.

Di Bukittinggi pula Bung Karno dan Ibu Inggit pernah mengalami sial. Saat menginap di rumah kawannya, Munadji, koper yang dibawanya dicuri maling.

"Melayanglah tasku itu, di dalamnya kalung emas kepunyaan Inggit dengan liontin pakai berlian," kata Bung Karno.

Berita itu pencurian Bung Karno itu menyebar ke seluruh penjuru kota setelah kejadian tersebut diceritakannya kepada Anwar St. Saidi, pendiri Bank Nasional. Para pemimpin masyarakat segera bahu-membahu bersama masyarakat mencari si pencuri.

Dua hari kemudian, koper beserta seluruh isinya yang dicuri seorang Tionghoa pendatang itu ditemukan ulama setempat. Tapi, menurut Hasjim Ning yang merupakan keponakan Bung Hatta, pencurinya bukan orang Tionghoa sebagaikan dipercaya Bung Karno dan masyarakat.

"Ketika kedaulatan RI telah diakui Belanda, banyak temanku dari Sumatera Barat datag ke Jakarta. Aku tanyai mereka tentang peristiwa pencurian kopor Bung Karno di Bukittinggi pada awal masa pendudukan Jepang itu. 'Ah yang mencurinya memang orang awak'. Karena malu pada Bung Karno, dikatakan saja yang mencuri itu Cina. Padahal, mana berani Cina di sana menjadi pencuri. Apalagi mencuri milik Bung Karno, seorang pemimpin yang sangat dihormati rakyat itu. Terutama pula, di masa itu orang-orang Cina sedang mati kut, harta dan jiwanya lagi terancam. Inyik Djambek yang menemukan pencurinya," kata kawan-kawan Hasjim sebagaimana dikutip Hasjim dalam otobiografinya Pasang Surut Pengusaha Penjuang. "Inyik Djambek itu ialah Syekh Moh. Djamil Djamberk. Mertua Ucu Bariah, adi ketiga Bung Hattta."