Tudingan Nasir Lifting Bumi Siak Pusako Turun Drastis, Riki: Itu Alamiah

Industri-migas4.jpg
(AFP)

Laporan Hendra Dedafta

RIAU ONLINE, SIAK-Humas Bumi Siak Pusako, Riki Hariansyah angkat bicara soal menurunnya lifting BSP belakangan ini. Dia menampik bahwa BSP salah urus sehingga tak mampu mengelola sumur migas.

Pernyataan itu dilontarkan menanggapi tudingan Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir, bahwa PT BSP tidak mampu mengelola lapangan migas dan menyinggung soal profesionalitas di dalam tubuh BSP yang dianggapnya menjadi alat keluarga penguasa daerah.

Kontrak yang dilakukan BOB pada Blok CPP dilakukan sejak 2002 dan bakal berakhir pada Agustus 2022. Selanjutnya, BSP yang ditunjuk untuk mengelola blok migas itu hingga 2042.

Namun, rencana ini justru ditentang habis-habisan oleh anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir, Nasir berpendapat PT BSP tak mampu mengelola lapangan migas dengan baik. Kerja sama operasi BOB yang dilakukan Pertamina pun sia-sia.

Selain itu Nasir juga menyinggung profesionalitas yang ada di dalam tubuh BSP yang dianggapnya jadi alat keluarga penguasa daerah, anak mantan Bupati Siak Arwin AS di BSP dan anak Gubernur Riau Syamsuar di Badan Operasi Bersama atau BOB.

"Pengurus perusahaan ini dari Bupati ke keluarganya seperti anak Bupatinya, dan lain-lain gitu-gitu aja enggak ada profesional dikembangkan di sini," ungkap Nasir.

Putra mantan Bupati Siak Arwin AS ini mengatakan terkait liffting BOB dari 2002 skitar 40 ribu barel sekarang menjadi 9 ribuan, menurutnya adalah penurunan secara alamiah saja, tidak ada hal khusus atau salah pengelolaan pengelolaan.

"Inikan pengelolaan lapangan kerja energi yang tidak terbarukan, jadi semua energi tidak terbarukan tidak bisa akan kembali lagi kecuali kita menemukan lapangan baru atau lapangan besar," tambah Riki.

Dia membandingkan di tahun 2002 BSP atau BOB 40 ribu, liffting Nasional pada saat itu 1,5 juta barel per hari, BSP 40 ribu, di 2002 Cervon 600 ribu BSP juga 40 ribu.


"Seluruh liffting Nasional sampe saat ini turun, jadi tidak ada hubunganya dengan penurunan liffting disebabkan karena BSP atau BOB salah dalam pengelolaan lapangan," katanya.

Penurunan itu secara Nasional dan seluruh dunia.

"Hari ini saja produksi Nasional 750 ribu barel perhari. BOB 9 ribu, blok Rokan yang dikelola Pertamina sekarang 170 ribu dulu mereka 600 ribu," katanya.

Hanya saja BSP mampu menahan laju penurunan. rata-rata setahun bisa menahan sekitar 7% dan juga melakukan upaya-upaya optimalisasi, menambah cadangan-cadangan sumur baru.

"Jadi tidak ada hubunganya minyak kita di tangan BSP menjadi turun," katanya.

Seluruh liffting target produksi ditetapkan oleh SKK migas ada penetapannya. SKK migas menetapkan sekian ribu misalnya setiap tahun.

"Kita harus mengejar target itu, sekararang target itu tercapai atau tidak," katanya.

BSP beberapa tahun terakhir targetnya tidak terpenuhi bukan berarti bahwa secara Nasional tidak terpenuhi,

"Kita selalu melebihi target bahkan diatas 100% sering juga kami melakukan pencapaian diatas target," tutup Riki.

Terkiat dinasti keluar di BSP, Rikin mengaku  sebanyak 85 persen karyawan BUMD merupakan putra daerah, dari 300 karyawan BSP. Dia mengatakan dirinya adalah putra daerah dan anak mantan bupati.

"Untuk di Siak yang namanya BUMD tentu satu sama lain ada hubungan. Hubungan erat entah dari keluarga kakek atau nenek, Namanya putra daerah tidak mungkin satu sama lain tidak ada yang berkaitan darah," ucap Riki.

Karyawan BUMD semuanya punya kompetensi dan sertifikasi yang memadai sehingga mereka menduduki posisi itu.

 

"Menurut saya bisa dibilang menjadi alat keluarga penguasa daerah atau sistim dinasti apabila dari pimpinan tertinggi sampai kroni-kroninya semua dari satu keluarga adik-beradik, sepupu atau saudara misalnya," tambahnya.

Apalagi lanjutnya dia dan putra Syamsuar tidak di posisi pengambil kebijakan strategis dan di wilayah kerja yang berbeda.

"Saya di BSP dan anak Gubri Syamsuar di BOB kan jauh tidak ada hubunganya," katanya lagi.