Idealisme Akademisi yang Ramai-ramai Gabung Demokrat Dipertanyakan

Aidil-Haris2.jpg
(Sigit Eka Yunanda)

Laporan Bagus Pribadi

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Riau (Umri), Aidil Haris, menanggapi fenomena ramainya akademisi bergabung ke Partai Demokrat Riau.

 

Aidil mengatakan tak ada yang salah dengan akademisi yang bergabung dengan partai politik (parpol) selagi mumpuni menjalankan tujuan parpol. Menurutnya, indikator utama parpol menyoroti akademisi guna pemenangan kontestasi Pemilu 2024.

 

"Jadi akademisi berbondong-bondong masuk Demokrat ya pasti harapan parpol mereka mampu menjalankan tujuan parpol itu, tak hanya masuk aja," katanya saat dihubungi riauonline.co.id, Kamis, 3 Februari 2022.

 

 

Sebagai akademisi, ia berharap kepada Ketua DPD Partai Demokrat Riau, Agung Nugroho, dapat memberi ruang akademisi dalam koridornya guna mendukung partai secara tatanan ideal teoritis. Tak hanya itu, dengan adanya akademisi memungkin parpol meminimalisir perilaku menyimpang.

 

"Kita lihat saja nanti kondisi riilnya, karena kondisi di parpol ya banyak pertimbangan yang tak sesuai dengan pemikiran akademisi," tuturnya.

 

Lebih lanjut, menurutnya sebenarnya jika prinsip ideal secara konseptual diimplementasikan dalam praktik akan lebih baik. Tapi hal itu, katanya, Jika akademisi mampu mengontrol suatu parpol.

 

"Tapi kan kenyataan sejauh ini para akademisi tak sanggup dan malah terkontaminasi politik praktis yang tak lagi mengenal idealisme akademisi," terang Aidil.

 

Menurut Aidil, posisi idealisme akademisi bakal luntur dalam parpol dan itu tak bisa dipungkiri. Karena secara praktis tak lagi menjalankan konseptual teoritis  yang diaminkan akademisi.


 

"Sebenarnya konseptual teoritis dalam parpol itu ideal,  tapi politikus banyak yang tak mampu menjalankannya. Karena memang ilmiah, itu kan teori," jelasnya.

 

Berdasarkan pengamatan Aidil, selalu ada benturan antara kepentingan parpol dengan akademisi karena di luar konteks teoritis yang di pegang akademisi. 

 

"Misalnya tak ada politik uang dalam teoritis,  tapi secara praktis mereka ngotot harus ada politik uang. Padahal kan bisa saja tanpa itu, tapi ada proses yang harus dilalui dan politisi tak sanggup mengimplementasikan proses ideal itu. Dia maunya secara instan kasih uang, mau pilih," jelas Aidil.

 

 

Perihal ketentuan akademisi bergabung parpol, Aidil menjelaskan itu bergantung pada statuta perguruan tinggi masing-masing. Misalnya, dalam perguruan tinggi negeri tak bisa karena berstatus ASN, bahkan tenaga honor juga tak bisa.

 

"Kalau dosen swasta disesuaikan dengan aturan yayasan masing-masing kan," katanya.