Kak Seto Sarankan PTM Dihentikan, Ini Alasannya

kak-seto.jpg
(Laras Olivia/Riau Online)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menyarankan pemerintah tidak terburu-buru dalam melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka atau PTM.

Pria yang akrab disapa Kak Seto ini menyebut, selama pandemi, hak utama anak adalah hak hidup dan selamat. Karena Indonesia peringkat tertinggi di dunia untuk jumlah anak yang meninggal karena Covid-19.

"Saya mohon PTM jangan terlalu ditekankan untuk segera dilaksanakan. Anak bisa berpotensi tertular Covid-19. Di negara maju bahkan sudah setop lagi belajar tatap muka. Dari awal, yang paling kami tegaskan, mohon jangan buru-buru PTM," tuturnya.

Dari hasil tinjauan ke lapangan, Kak Seto mendapati masih ada sejumlah sekolah belum siap untuk PTM. Ketidaksiapan dalam fasilitas penunjang protokol kesehatan, pengawasan di kelas dan penunjang lainnya.

"Anak itu daya analisis memahami bahaya itu masih sangat lemah. Mereka berpotensi berkerumun, bergandengan jika tidak diawasi dengan ketat. Sangat berbahaya," ujarnya.

Ia menilai, untuk melakukan PTM harus ada lima tahapan siap. Pertama siap wilayah, yaitu zona Covid-19 hijau atau kuning. Kedua adalah siap anak, yaitu anak sudah siap menaati protokol kesehatan. Ketiga siap keluarga, keluarga siap mendampingi, memesankan atau menyiapkan bekal.



Keempat adalah siap sekolah. Sekolah menyediakan air mengalir, sabun, handsanitizer, dan tempat duduk yang berjarak. Terakhir, siap infrastruktur. Anak-anak tidak boleh bergandengan tangan atau berdesakan di angkutan umum.

"Menurut saya ada baiknya dihentikan dulu. Karena yang terpenting anak di rumah bisa gembira dulu. Keluarga dilibatkan, kita buktikan dalam pandemi inilah keluarga bisa lebih kompak," paparnya.

Terkait pembelajaran daring, Kak Seto menjelaskan, berdasarkan catatan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada 11 persen anak mengalami depresi. Beberapa di antaranya sudah dirawat di RSJ.

"Tercatat 2-3 anak bunuh diri karena merasa tidak siap. Dikarenakan tidak semua anak mengalami fasilitas teknologi. Mungkin ada permasalahan sinyal, kuota habis, keterbatasan laptop atau gawai," ungkap Kak Seto yang juga didampingi Ketua LPA Kota Pekanbaru.

Berdasarkan Surat Edaran Kemendikbudristek Nomor 4 tahun 2020, pembelajaran daring memberikan pelajaran yang bermakna bagi siswa. Menurut Kak Seto, bermakna itu mudah ditangkap, jelas dan tidak menuntut penuntasan kurikulum untuk kelulusan ataupun kenaikan kelas.

"Jadi masalah ini sudah sangat kompleks. Kami sudah memohon kepada Kementerian Pendidikan agar dinyatakan dengan tegas nanti semua anak naik kelas. Ini agar tidak ada diskriminasi. Mungkin di kota sudah mempelajari semua, tapi yang di desa belum tentu," terangnya.