Laporan: SAHRIL RAMADANA
RIAU ONLINE, SIAK - Badan Anggaran DPRD Kabupaten Siak menyatakan hanya dua BUMD di daerah setempat yang masuk katagori sehat dalam memberikan deviden. Sisanya, belum sesuai harapan.
"Kami berkesimpulan, tata kelola BUMD Kabupaten Siak secara umum belum sesuai dengan harapan. Dari enam BUMD yang ada, hanya dua yang sehat yakni PT Permodalan Siak (PERSI) dan PT Bumi Siak Pusako (BSP)," kata Juru Bicara Banggar, Syamsurizal dalam keterangan tertulis kepada Riauonline, Rabu (14/7/2021).
Dikatakannya, empat BUMD yang tidak sehat itu yakni PT Bank Riau Kepri (BRK) yang realisasinya di tahun 2020 hanya sebesar Rp5,6 miliar. Ini mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2019 sebesar Rp7,7 miliar. PT SPS hanya memberikan deviden Rp46 juta untuk tahun 2020. PT SPE bahkan belum bisa memberikan deviden kepada Pemkab Siak karena masih mengalami kerugian.
Di tahun 2018 lalu, PT SPE juga mengalami kerugian yang besar yakni Rp8,7 miliar. Kerugian tersebut disebabkan karena kegagalan PT SPE dalam memenangkan tender di perusahaan perminyakan.
Sementara Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB), sampai saat ini belum dapat memenuhi kewajibannya sebagai BUMD yang merupakan salah satu pendapatan daerah dari sektor kekayaan daerah yang dipisahkan. KITB baru masuk dalam rencana jangka menengah nasional untuk pembanguan SPAM dari Kementerian PUPR.
"Artinya, PT Siak Pertambangan Energi (SPE) dan Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) sama sekali tidak memberikan duit masuk bagi daerah. Maka itu kami minta kepada Pemkab Siak untuk melakukan kebijakan yang stategis terhadap semua BUMD, terutama kepada PT SPE dan KITB," kata pria yang akrab disapa Budi tersebut.
Menurutnya, PT SPE dan KITB bisa belajar ke PT PERSI. Pada tahun lalu, PT PERSI telah merealisasikan pendapatan sebesar Rp1,3 miliar, angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp1,2 miliar. Bahkan tahun ini, deviden yang dari perusahaan tersebut sudah terealisasi mencapai Rp1,6 miliar lebih.
"Kalau PT BSP, tahun 2020 lalu realisasi pendapatannya sebesar Rp59 miliar. Itu pun masih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar Rp65 miliar. Sementara untuk tahun 2021 deviden yang telah dihitung sebesar Rp15 miliar dengan target Rp50 miliar," kata dia.
Maka itu, ia meminta kepada Pemkab Siak harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap BUMD yang kinerjanya kurang memuaskan. Terkhusus PT SPS. Sebab, perusahaan tersebut merupakan BUMD pertama yang didirikan di Pemkab Siak.
"Untuk PT SPE dan KITB hampir setiap tahunnya mengalami kerugian. Secara keuangan dapat dikategorikan perusahaan tersebut telah gagal total atau bangkrut," kata Syamsurizal.
Bahkan, kata Budi, jika mengacu pada Pasal 125 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, kedua BUMD tadi sudah masuk dalam kriteria BUMD yang boleh dibubarkan.
"Ya, kalau dari analisis investasi, penilaian tingkat kesehatan, dan hasil evaluasinya tidak baik lagi, sudah bisa dibubarkan. Sebab tidak memberikan PAD bagi daerah. Padahal sudah bertahun-tahun beroperasi," kata dia.