RIAUONLINE, PEKANBARU- Rezki Febri, pria asal Pekanbaru kini menjadi Konselor Adiksi BNNP Riau. Siapa sangka bertahun-tahun sebelumnya ia pernah terjerumus memakai narkoba.
Selama 17 lamanya pria yang akrab disapa Kiki bergelut dengan barang haram tersebut. Ia pun tidak menampik bahwa banyak hal buruk yang ia alami selama menjadi pecandu.
"Keluarga kewalahan menghadapi saya, kuliah tidak selesai dan gaji pekerjaan habis untuk beli barang haram saja," ceritanya saat diundang dalam ROL Cast.
Pada tahun 2013, kata Kiki, ia lulus tes di satu bank BUMD di Pekanbaru. Ia pun lulus dan sempat berhenti menggunakan narkoba. Namun tetap saja godaan untuk mencicipi barang haram sulit dielakkan.
"Saat itu gaji pertama saya tetap belikan ke narkoba. Dua tahun bekerja akhirnya hancur juga," kenang Kiki.
Hingga pada 2019 ia memutuskan untuk benar-benar berhenti kecanduan narkoba. Pada 12 September 2019 Kiki membulatkan tekad pergi ke tempat rehabilitasi narkoba Lido di Bogor, Jawa Barat.
"Keluarga kaget ketika saya putuskan untuk pergi rehabilitasi. Didaftarkan sama orang BNN. Saya Diapresiasi, katanya, dari 100 orang yang mereka antar ke lido, hanya Rezki yang datang atas keinginan sendiri," ujarnya.
Dirinya sempat merasa bahwa rehabilitasi itu tempat yang buruk. Namun ketika sampai di lokasi, kata Kiki, ternyata tidak seseram yang dipikirkan. Pola pikir mulai berubah, punya banyak teman dan hidup lebih teratur.
Rezki Febri Konselor Adiksi BNNP Riau
"Rehab tidak sekejam yang dipikirkan. Dulu memang kabarnya tempat rehabilitasi terkesan kejam. Ada alasannya, dulu kebanyakan pemakai putau. Efek pemakaian putau lebih parah. Mereka kerap menyakiti diri, sakau dan jorok. Makanya terkadang dimandikan tengah malam, menghilangkan rasa nyeri," terang Kiki.
Menurutnya, saat ini program rehabilitasi semakin maju. Sekarang program rehab pun lebih pada pendekatan persuasif.
"Sekarang, pemakaian putau di Pekanbaru sudah hampir tidak ada. Untuk sabu, inek dan ganja mereka tidak ada sakau. Pemakai justru lebih sensitif dalam perasaan, percaya diri down. Karena itu program rehabilitasi juga lebih soft. Dari hati ke hati, bahkan lebih kekeluargaan," jelasnya.
Kiki bercerita kemewahan yang ia rasakan ketika di panti rehabilitasi. Di sana tersedia fasilitas seperti pengobatan hingga tambal gigi.
"Makan teratur, asupan gizi cukup, tempatnya bersih. View gunung Salak yang selalu bikin rindu. Ketika keluar dari kamar, rasanya seperti saat ada di villa. Suasana enak dan udara sejuk. Jadi saya merasa kayak pergi liburan, tau tau saya udah mau pulang aja," kenangnya.
Ia berujar, salam di Lido dirinya merasa diberikan keluarga baru. Mereka yang datang sama-sama punya masalah sama. Tujuannya ingin berjuang lepas dari narkoba. Mereka pun saling mendukung dalam berjuang.
"Ketika di Lido ada empat program. Kita diberi kegiatan yang luar biasa padat. Setiap pagi ada lingkaran, kita cerita bagaimana feeling setiap harinya. Berbagi cerita dan feedback," ucap Kiki.
Menurutnya, masa tersulit saat pemulihan ketika menjalani 14 hari pertama. Mereka dibatasi keluar sekali sehari. Hanya boleh 15 sampai 30 menit dan diawasi tim medis.
"Karena masa itu kita pemutusan zat, biasanya di masa itu banyak timbul penyakit penyerta lainnya. Karena tubuh berusaha mengeluarkan zat l-zat buruk. Masa perubahan fisik dan perbaiki diri."
Setelah enam bulan direhabilitasi, Kiki pun keluar Lido pada Februari 2020. Ia merasa menjadi orang baru. Kedisiplinan di panti rehab menjadikannya lebih baik dari kehidupan sebelumnya.
"Pola pikir saya pun lebih baik setelah rehab. Lebih baik saya habiskan uang buat sedekah dari pada kasih ke bandar,"
Kiki pun berpesan agar jangan sampai orang mendekati barang haram atau narkoba. Ia menyebut, pemakaian narkoba hanya menunda masalah dan menimbulkan masalah baru.
"Kalau dulu, selain untuk lari dari masalah, orang pakai narkoba buat keren-kerenan. Kalau sekarang, pakai narkoba itu kolot, kuno. Maka berhenti saja," paparnya.