Pledoi, Kuasa Hukum Minta Tiga Jaksa Diduga Peras Guru Dibebaskan

sidang-jaksa.jpg
(defri)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sidang lanjutan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri di Indragiri Hulu (Inhu), Hayin Suhikto kembali dilanjutkan dengan agenda Pledoi (pembelaan) dari penasehat hukum terdakwa.

Sidang yang dilakukan secara virtual ini menghadirkan tiga orang terdakwa kasus pemerasan Kepala Sekolah di Inhu yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Saut Maruli Tua Pasaribu.

Ketiganya yakni, Hayin Suhikto selaku mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Indragiri Hulu, dan dua orang stafnya Ostar Alpansri sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) dan Rionald Febri Rinando sebagai Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Barang Rampasan.

Menurut penasehat hukum terdakwa, Rudianto Manurung meminta hakim ketua untuk memutuskan perkara ini dengan putusan yang seadil-adilnya.

"Dalam fakta persidangan, JPU tidak dapat membuktikan secara jelas, bahwa Hayin Suhikto terlibat dalam pemerasan terhadap Guru (Kepsek) SMP di Indragiri Hulu (Inhu)," ucap penasehat hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Pekanbaru ruang Soebakhti, Senin, 22 Februari 2021.

Sebelumnya, dakwaan JPU Eliksander Siagian dalam sidang secara virtual itu mengatakan, bahwa terdakwa Hayin Suhikto beserta dua stafnya diduga terbukti melakukan pemerasan dengan total Rp1,5 miliar.

"Terdakwa Hayin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun, dan denda Rp50 juta atau subsider 1 bulan kurungan badan," ucap Eliksander di dalam persidangan, Selasa, 9 Februari 2021 lalu.

Sedangkan dua orang lainnya, Ostar dan Rionald dituntut pidana penjara masing-masing selama 2 tahun. Keduanya juga dituntut membayar denda masing-masing Rp50 juta.


Dalam tuntutannya, JPU menyebutkan barang bukti berupa uang Rp1.505.000.000 yang disita dari Pahala Eric Silvandro, dikembalikan ke guru, melalui Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP se-Kabupaten Inhu, Eka Satria.

"Terdakwa juga mengakui tidak pernah menerima uang dari Guru sebagaimana yang telah dikatakan JPU dalam persidangan," tambah kuasa hukum terdakwa.

Rudianto Manurung juga mengatakan bahwa Hayin Suhikto selama menjabat tidak ada catatan buruk yang melekat pada dirinya, sehingga meminta hakim untuk membebaskan terdakwa.

"JPU tidak dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan keterlibatan terdakwa, serta saya meminta JPU mengembalikan nama baik terdakwa," pungkasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU disebutkan, ketiga terdakwa didugaan melakukan pemerasan terhadap kepala SMP negeri di Inhu, Kamis, 10 Desember 2020 lalu. Para terdakwa didakwa melakukan pemerasan Rp1,5 miliar.

Dijelaskan, perbuatan para terdakwa terjadi pada bulan Mei 2019 sampai dengan Juni 2020 lalu. Hayin menerima uang Rp 769.092.000, Ostar menerima Rp275 juta dan satu unit iPhone X sedangkan terdakwa Rionald menerima uang Rp115 juta.

"Seluruh dana diterima Rp1.505.000.000,. Penerimaan itu bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya terdakwa selaku penyelenggara negara," kata JPU.

Uang itu berasal dari 61 kepala SMP negeri di Inhu. Penerimaan uang itu berawal ketika kepala SMP itu menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2016 hingga 2018. Ada laporan pengelolaan dana diduga diselewengkan.

Bukannya melakukan penyelidikan,
dan pelaksanaan tugas sesuai prosedur yang berlaku terhadap adanya dugaan Tidak Pidana Korupsi dalam pengelolaan dana BOS itu, para terdakwa justru meminta uang kepada para kepala SMP agar kasus tidak dilanjutkan.

Tindakan para terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pasal 10 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 23 huruf d, e dan f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Selanjutnya, Pasal 4 angka 1 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 4 huruf d, Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007 perihal Kode Etik Perilaku Jaksa, Peraturan Jaksa Agung Nomor 006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI.