RIAU ONLINE, PEKANBARU - Walikota Pekanbaru mengatakan manusia silver di persimpangan jalan di Pekanbaru merupakan bentuk ekspresi kreatifitas seni. Firdaus juga memaklumi fenomena ini selama manusia silver tidak mengganggu lalu lintas dan melakukan kegiatan yang meresahkan masyarakat.
Pengamat Perkotaan Universitas Islam Riau sekaligus Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Riau, Mardianto Manan mengatakan, manusia silver menganggu, baik lalu lintas maupun wajah Kota Pekanbaru.
"Satu kata saja, mengganggu. Kalau memang ini bentuk kreatifitas, silakan walikota merawat dan memelihara itu," katanya.
Selain itu, Mardianto juga mengkritik ucapan Firdaus sebab dirasa bertolak belakang dengan larangan dan aturan yang ada terkait gelandangan dan pengemis (gepeng). Menurut Manan, manusia silver tidak murni berkesenian, akan tetapi lebih tetap disebut peminta-minta atau pengemis.
"Walikota pernah bilang, mengharapkan masyarakat jangan mau menyumbang (kepada gepeng). Apabila tetap melakukannya, penyumbang dan yang disumbang akan diberi sanksi denda. Jadi kalau satu sisi dilarang menyumbang, satu sisi dijaga kreatifitasan peminta sumbangan, ini mana yang benar jadinya?" tanyanya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini berujar, secara kasat mata memang tampak kreatif, tapi kreatif yang menurutnya tidak benar. Lagipula manusia silver itu bukan gaya kreatif aja, tapi ada kantong di depannya untuk meminta sumbangan.
Lebih lanjut, Mardianto mengungkapkan, keberadaan manusia silver berpotensi menimbulkan masalah-masalah baru. Terutama pada kesehatan si manusia silver itu sendiri, dan efek-efek sosial lainnya.
"Itu kimia lo yang dipakai di badan, bahaya. Tidak berbaju. Bahkan bisa dibilang telanjang. Enggak tahu mana laki-laki mana perempuan. Auratnya kelihatan. Belum lagi nanti kecelakaan, entah dicemooh lalu terjadi perkelahian, dsb. Nanti sudah terjadi, ha baru sadar ini bahaya," pungkasnya.