Mutia Rasakan Manisnya Rp 24 Juta Per Bulan Jadi Petani Pepaya Californa

Pepaya-California.jpg
(Hidayatul Fitri/Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU – Pepaya merupakan buah yang banyak digandrungi masyarakat Riau. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudahnya papaya ditemukan di Pekanbaru. 

 

Mutia Wulandari, akrab disapa Mutia. Perempuan ramah berusia 24 tahun  ini merupakan pengusaha muda budidaya buah pepaya. Ia memulai usaha budidaya papaya sejak tahun 2018. Tidak banyak anak muda saat ini mau mengembangkan usaha di bidang pertanian.

 

 

 

Ia mengaku tertarik dengan dunia pertanian karena latar belakang keluarga suka berkebun. Sehingga, Mutia pun memilih kuliah jurusan Agribisnis.

 

“Saat kuliah saya mengikuti praktikum dan berkunjung ke petani pepaya, dari situ saya tertarik, sepertinya papaya ini menguntungkan,” kata Mutia.

 

Ketertarikannya pada pepaya membuat ia memberanikan diri mengajak orangtuanya untuk usaha budidaya pepaya. Orangtuanya pun setuju dan mau memberikan kesempatan kepada Mutia untuk mengembangkan inisiatif dan ilmu yang ia dapatkan sebagai mahasiswa pertanian. 

 

Kebun seluas 1 hektar yang mulanya ditanam melinjo ditebang kemudian diganti dengan tanaman pepaya. Saat memulai budidaya papaya Mutia masih berstatus sebagai mahasiswa. Sehingga tanaman papaya miliknya dijadikan bahan penelitian skripsi sebagai syarat mendapat gelar sarjana. 

 

“Saya berpikir untuk menjadikan pepaya yang ditanam ini bisa menjadi bahan skripsi saya,” ujarnya.

 

Kendala-kendala sempat dirasakan saat awal mula membudayakan pepaya. Kendala tersebut diakui Mutia karena kurangnya pengalaman. Papaya harusnya sudah bisa menghasilkan dalam waktu 8 bulan. Adanya hama dan penyakit menjadi kendala utama. Sehingga tanaman pepaya lambat menghasilkan buah. 

 

“Tanaman sempat busuk, tidak menghasilan atau gagal panen sudah saya rasakan,” katanya. 

 

Adanya kendala tidak menyurutkan semangat Mutia untuk terus mengembangkan usaha budidaya pepaya. Mutia berusaha menganalisis dan mempelajari budidaya tanaman yang ia tekuni. 

 

Ia berusaha untuk memperbaiki kondisi tanaman melalui penggunaan pestisida dan pemberian pupuk yang tepat. Sehingga secara perlahan tanaman mulai bisa menghasilkan buah bagus dan bisa di panen. 

 

Dalam jangka waktu tiga hari hingga seminggu tanaman pepaya milik Mutia mampu menghasilkan 500 kilogram pepaya. Ia menjual pada agen atau tengkulak seharaga Rp 3.000 per kilogram. 

 

“500 kilogram dikali Rp 3.000 kan lumayan bisa menghasilkan sekitar Rp 1,5 juta per minggu, bahkan kebun sawit saja belum tentu bisa untungnya seperti itu” ungkapnya. 

 

Mutia terus merasakan peningkatan produksi pepaya miliknya. Ia mengaku, tanaman pepaya seluas satu hektar sempat menghasilkan 400 kilogram hanya dalam waktu 4 hari. 

 


Hasil manis keuntungan dirasakan Mutia seperti manisnya rasa pepaya yang ia tanam. Sehingga, ia memutuskan untuk terus mengembangkan usaha budidaya pepaya ini dengan melakukan perluasan lahan. 

 

Ia juga berinisiatif untuk melakukan pembibitan sendiri agar terjamin bibit yang ia tanam merupakan bibit jenis pepaya California. Menurutnya, papaya California lebih banyak diminati masyarakat. 

 

Rasanya yang manis, warna menarik dan ukuran tidak terlalu besar serta tidak terlalu kecil menjadi alasan Mutia memilih jenis pepaya tersebut. Selain itu, jika pembibitan dilakukan sendiri akan lebih hemat pengeluaran modal.

 

“Kalau bibit beli harganya lumayan juga, satu bibit harganya Rp 3.000 sedangkan dalam satu hektar butuh jumlah bibit yang tidak sedikit. Selain itu, kalau bibit beli terkadang setelah berbuah baru ketahuan jenisnya tidak sesuai” katanya.

 

Saat ini Mutia sudah memiliki 2 hektar tanaman papaya menghasilkan dan 2 hektar masih dalam proses penanaman. Sehingga total luas lahan papaya ia miliki saat ini 4 hektar. 

 

Teknik menanam papaya tidak jauh berbeda dengan tanaman lainnya secara umum. Namun, papaya menurut Mutia merupakan tanaman yang agak manja.

 

“Ketika banjir bisa mati, ketika kekeringan juga bisa menyebabkan tanaman tidak berbuah,” ucapnya.

 

Mutia menyarankan saat musim kering papaya harus rajin dilakukan penyiraman. Ia memilih teknologi penyiraman menggunakan sistem irigasi agar lebih efektif dan efisien tenaga dan waktu.

 

Proses pemupukan dilakukan menggunakan jenis pupuk kandang dan pupuk NPK. Pemberian pupuk dilakukan secara berkala dan diselingi dengan pemberian pestisida.

 

“Misalnya jika bulan ini sudah diberi pupuk kandang maka bulan selanjutnya diberi pestisida dan di bulan berikutnya baru diberi pupuk NPK,” jelasnya.

 

Namun, Mutia juga menyarankan untuk rajin mencari informasi tentang tanda-tanda kebutuhan tanaman pepaya dalam perawatan.

 

Pemanenan biasa dilakukan setiap tiga hari sekali. Buah dipanen masih dalam kondisi mengkal. Satu pohon setidaknya mampu menghasilkan 4 buah papaya dalam sekali panen. 

 

Pemanenan harus dilakukan secara hati-hati dengan tidak melukai buah lainnya dan buah yang akan dipanen tersebut. Sebab jika buah terluka maka akan berpotensi lebih mudah terserang hama dan penyakit. 

 

Buah mengkal yang dipanen berciri kulitnya mulai menguning, terutama pada bagian ujung buah. Ia memilih buah mengkal untuk dipanen agar rasa buah tetap manis dan tidak perlu menggunakan bahan tambahan untuk mempercepat pemeraman.

 

Tanaman pepaya mampu terus menghasilkan hingga berusia 3 hingga 4 tahun. Setelah itu, pepaya baru akan ditanam ulang dengan bibit baru.

 

Berkembangnya usaha budidaya papaya dirasakan oleh Mutia membuat ia memilih untuk tidak lagi menjualkan pepaya kepada tengkulak. Berdasarkan hasil analisis ia lebih memilih untuk usaha memasarkan pepaya sendiri. 

 

“Saat itu ketika dijual ke tengkulak rasanya rugi, karena buah yang kecil-kecil tidak dihitung, padahal sebenarnya banyak juga yang suka pepaya ukuran kecil,” ujar Mutia. 

 

Harga jual papaya langsung ke warung-warung lebih tinggi yaitu Rp 4.000 per kilogram. Sedangkan jika langsung kepada konsumen bisa mencapai Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per kilogram. Disinilah ilmu yang Mutia dapatkan saat menjadi mahasiswa Agribisnis diterapkan.

 

“Dari situ saya berpikir lebih baik dipasarkan sendiri saja,” katanya. 

 

Mutia, mengungkapkan, ia merogoh kocek untuk modal usaha budidaya papaya dalam satu hektar yaitu sekitar Rp 20 juta dengan ketentuan tidak termasuk harga lahan. Sebab lahan ia gunakan memang sudah ada milik keluarga. 

 

“Tapi dengan pendapatan yang diterima bisa lebih dari itu,” jelasnya.

 

Bayangkan saja, dalam satu minggu ia mampu menghasilkan Rp 1,5 juta per hektar. Jika lahan 4 hektar yang sudah ia tanamani papaya semua menghasilkan dengan baik maka ia bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 24 juta per bulan. Omzet menggiurkan inilah membuat Mutia sangat tertarik usaha budidaya pepaya.

 

Mutia sudah menjalin kerjasama dengan sebuah supermarket bernama Fresh Mart sejak awal tahun 2020 untuk memasarkan hasil produksi pepaya miliknya. Tidak hanya itu, Mutia sekarang sedang dalam proses untuk memasarkan buah pepaya ke sebuah supermarket ternama di Pekanbaru.

 

Riset dan analisis pasar sangat penting dilakukan pelaku usaha. Bagi Mutia, kunci sukses usaha budidaya papaya adalah di pemasaran.

 

“Kalau pemasaran udah pegang, nanti ide-ide lain akan mengikuti,” ucapnya.

 

Memasuki era serba digital membuat Mutia juga ingin mengikuti perkembangan zaman. Sehingga ia mengambil peluang untuk memasarkan buah paeaya dengan menggunakan media sosial.

 

“Karena saya lihat pasarnya sekarang semua di media sosial, lebih asik juga” kata Mutia.

 

 

Mutia berharap usaha budidaya pepaya miliknya ini bisa lebih berkembang, lebih banyak peminatnya dan bisa menjalin kerjasama dengan instansi ternama dalam hal pemasaran hasil produksi.

 

Jika ingin memesan dan menikmati buah pepaya California maka dapat langsung di pesan melalui Instagram @pepayapku atau langsung ke 081271962255.