TESTIMONI Ketua KPU Riau Usai Dinyatakan Positif Covid-19.

ILHAM-KPU2.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau, Ilham Muhammad Yasir, dinyatakan positif Covid-19. Berdasarkan testimoni ditulisnya, Ilham sangat kuat menerapkan protokol kesehatan baik di rumah atau di kantor KPU. 

Tak jarang, ia menyemprot staf KPU Riau karena tidak memakai masker hingga petugas thermo gun tidak ada di tempat.

Lewat testimoni ditulisnya, Ilham juga mengajak warga Pekanbaru menerapkan protokol kesehatan dan jangan anggap remeh dengan ancaman Covid-19.

Baca selengkanya Testimoni Ketua KPU Riau Usai Dinyatakan Positif Covid-19:

Sepotong Cerita dari Penere 13

Jumat (11/9) akhir pekan lalu, saya dinyatakan positif Covid-19. Sungguh tidak percaya. Tapi itulah kondisi yang harus diterima. Sempat panik. Sebentar. Tapi tidak boleh terus-menerus. Karena saya harus percaya dengan hasil medis.

Kemarin kan saya sendiri yang meragukan apakah saya ini benar-benar kondisinya sehat? Sehat tidak terinveksi virus Covid-19. Keragu-keraguan yang sudah terjawab. Keraguan yang menjadi pertanyaan di dalam diri sendiri. Sampai kemudian mantap dan yakin untuk membuktikan harus dilakukan swab mandiri.

*

Sebenarnya sudah sejak Selasa (8/9) petang lalu saya sudah melakukan isolasi mandiri langsung di rumah. Petang itu sekitar pkl. 14.30 wib saya mengikuti swab mandiri di Hotel Mutiara Pekanbaru, dan hasilnya reaktif. Langsung seketika diambil sampel untuk diperiksa lebih lanjut melalui laboratorium atau PCR.

Kaget. Sudah pasti. Tapi sempat masih bercanda. Karena dua orang pegawai KPU Riau yang saya ajak ikut swab, pucat. Meskipun mereka berdua non-reaktif. Tapi mengetahui saya yang reaktif, mereka tak percaya. Karena mereka tahu selama ini saya paling disiplin menerapkan protokol Covid-19. Selalu menegur langsung jika di sekretariat KPU ada yang tidak pakai masker. Beberapa kali komplain karena air dan sabun cuci tangan kosong. Dan mencari petugas yang memegang thermo gun karena tidak standby di pos layanan tamu.

*


Sabtu (12/9) pagi lalu sekitar pukul 08.00 wib, kepala sekolah SMP Maddani Pekanbaru dikabarkan meninggal dunia. Di pagi hari yang sama dokter muda di Puskesmas Gunung Sahilan, Kampar juga meninggal dunia. Keduanya meninggal dunia di RSUD AA setelah dinyatakan kritis, dan ststusnya positif Covid-19.

Tapi apakah Covid-19 sebagai penyebab utama keduanya meninggal? Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Namun selalunya menurut para dokter medis Covid-19 hanya perantaranya atau pemicunya saja. Ada penyakit lain yang ada di dalam tubuhnya sudah ada. Begitu datang Covid-19, penyakit yang sudah ada itu semakin kronis dan merenggut nyawa si pasien.

*

Sebenarnya, sejak awal saya inginnya diisolasi di rumah sakit. Bukan isolasi mandiri. Karena menyadari betul risiko orang yang terinveksi virus Covid-19. Korban meninggal terus berjatuhan. Tak terhitung lagi jumlah angkanya.

Apalagi jika saya melakukan isolasi mandiri di rumah. Siapa yang bisa menjamin kondisi saya baik-baik saja. Saya beberapa kali meyakinkan bahwa saya orang dengan gejala, bukan orang tanpa gejala (OTG). Berita di Metrotv itu keliru. Saya yang merasakan. Sejak isolasi mandiri hari Selasa saya sudah merasakan gejala demam panas.

Karena kondisi ruang isolasi di RSUD Arifin Achmad (AA) penuh, saya bisa memahami. Dan lagian hasil PCR juga belum keluar. Saya sabar menunggu, meskipun suasana batin sudah tidak karuan. Karena lamanya hasil PCR dari Labkes keluar. Saya setengah protes, apa tidak ada upaya ya bagaimana hasil PCR di Labkes bisa cepat keluar. Kenapa Labkes Unand Padang bisa satu hari keluar cepat seperti rapidtest? Pastinya, jika hal ini berlarut-larut akan membahayakan nyawa yang seharusnya bisa ditolong dapat segera ditolong. Karena hasil PCR nya sudah jelas Covid-19.

Setelah resmi menyandang positif Covid-19, Jumat (11/9) saya tak serta merta bisa diisolasi di RSUD AA. Tapi harus menunggu dan menyakinkan dulu. Karena ruang isolasi penuh. Pagi Sabtu diberitakan ada dua pasien Covid-19 meninggal. Satu seorang dokter muda dan satu lagi seorang kepala sekolah SMP. Mungkin ruang isolasi yang kosong yang ditinggalkan oleh kedua pasien yang meninggal inilah yang sekarang saya tempati di Penere 13 RSUD Arifin Achmad. Semoga kedua almarhum mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Amal ibadahnya sebagai dokter dan guru selalu mengalir di alam barzakh sana. Aamiin.

*

Melalui penggalan narasi di atas, saya hendak menyampaikan pesan ke kawan-kawan saya tercinta. Mungkin masih ingat, di bulan Maret 2020 lalu, saya pernah agak risau dan cerewet ingin memastikan di Kepulauan Meranti, khususnya di Kota Selatpanjang tidak ada orang yang tertular Covid-19.

Kekhawatiran saya waktu itu cukup beralasan. Mengingat fasilitas kesehatan di sini waktu itu masih banyak belum siap. Dan di bulan Februari-Maret, penerbangan dari Batam ke Wuhan infonya masih beroperasi (tempat dimana virus Covid pertama kali ditemukan red). Sebagian besar warga keturunan Tionghoa yang menempati 75 persen Kota Selatpanjang, biasa bepergian ke Tiongkok. Ada yang untuk berwisata, tapi tidak jarang yang pulang ziarah ke kampung leluhurnya. Belum lagi lalu lintas orang masuk dari dan ke Malaysia serta Singapura yang selalu ramai setiap harinya. Mereka transit di Selatpanjang, Kepulauan Meranti.

Kembali ke fasilitas kesehatan. Kalau pun ada, di sana hanya satu yaitu RSUD di Tebing Tinggi. RSUD yang dibangun sewaktu statusnya Puskesmas, ketika Kepulauan Meranti masih bergabung dengan Kabupaten Bengkalis. Saat itu, RSUD ini pun belum disiapkan serta dirancang untuk melayani pasien Covid-19. Baru sekarang ini sepertinya sudah bisa menerima dan merawat pasien.

Tapi bagaimana kalau itu kejadiannya di belakang Selatpanjang, seperti Lukun, atau di seberang seperti di Tanjung Rangsang dan tempat-tempat yang aksesnya sulit dijangkau. Seperti yang kemarin terjadi di Tasik Putri Puyuh. Semuanya terkejut-kejut. Langsung jumlah kasusnya untuk Meranti mendaki. Satu klaster dari Temboro Jawa Timur. Seorang santri yang pulang kampung di bulan Ramadan, tanpa disadari telah terinveksi saat perjalanan pulang.

Dari yang ketika itu Meranti nol Covid-19 bersama Kuantan Singingi, dan Rokan Hilir, langsung jadi 12 kasus. Dan sekarang Rokan. Hilir, Kuantan Singingi juga terus muncul kasus Covid-19. Praktis, di 12 kab/kota di Riau tidak ada lagi yang bebas dari Covid-19. Bahkan di map warnanya sudah merah menyala semua.

*

Selama di Meranti kemarin, saya hanya beraktifitas dari penginapan di Hotel Indo Baru ke KPU Meranti saja. Dari tanggal 3 September malam mengikuti simulasi penerimaan pendaftaran, dan di tanggal 4 nya seharian mendampingi penerimaan pendaftaran bakal pasangan calon.

Karena harus mengurusi salah seorang calon dari Meranti yang Positif Covid-19, saya putuskan harus pulang cepat ke Pekanbaru untuk berkoordinasi dengan pihak RSUD AA di tgl 5 pagi. Dan sesegera mungkin untuk melakukan swab mandiri.

Ada hikmahnya juga rencana mau ketemuan sama Monok, Dedi dkk, dan rencana ketemu Eti ambil madu saya batalkan, dan Senin-Selasa mau nemui Mak di seberang (balik kampung, red) saya batalkan juga. Jika posisi saya katakanlah di Meranti waktu itu sudah positif, pasti posisi saya carrier dan akan banyak kawan-kawan yg bisa tertular, dan jika di seberang tak dapat dibayangkan bagaimana mak saya jika tertular.

Tapi semua selalu ada hikmahnya, yang paling penting kita harus waspada, pakai masker, jaga jarak dan jangan pernah anggap remeh wabah ini, krn posisinya sudah ada 'bergentayangan' di mana-mana. *

Pinere 13, 17 September 2020