Tak Ada Bantuan, Warga Miskin Pekanbaru Makan Nasi Putih Lauk Cabai

Marni.jpg
(Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Seorang janda tua di Pekanbaru, Marni mengaku sudah dua hari ini dia hanya makan seadanya pasca Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

 

Marni merupakan warga di RW 2, Kelurahan Tangkerang Barat Kecamatan Marpoyan Damai. Namun, hingga hari ini belum ada pendataan yang dilakukan apalagi pembagian sembako.

 

Marni sendiri saat ini tercatat sebagai warga di kawasan tersebut meski berpindah-pindah rumah kontrakan selama 12 tahun, Anik tinggal bersama tiga orang anaknya.

 

Dikatakan wanita yang kerap disapa Anik ini, dia sudah mencoba menanyakan kabar pendataan yang tengah dilakukan pemerintah, baik ke RT maupun ke RW setempat.

 

Marni dan temannya

 

Marni (kanan)

 

 Namun, RT dan RW mengaku tidak ada pendataan apalagi pembagian sembako.

 

"Semenjak PSBB ini, apalagi yang mau kita makan, gak ada lagi. Karena kan untuk mencari kehidupan di luar tidak bisa lagi, bantuan pemerintah lah yang paling kita harapkan," kata Anik, Sabtu, 18 April 2020.

 

Sementara, ketua RW di daerahnya malah melakukan tindakan pembagian bantuan berdasarkan Anak Menantu Ponakan dan Ipar (AMPI). Dimana, RW hanya memberi bantuan kepada orang-orang yang dekat dengan dia saja.

 

"Yang mampu dan masih saudara pasti dapat, janda di depan sana itu malah tidak dapat," tambahnya.


 

"Saya sudah tanya ke RT, RW, mereka bilang 'Apa yang mau dibagi? Tidak ada yang mau didata apalagi dibagi sembako', saya tanya ke Lurah, katanya semua diserahkan ke RT dan RW. Jadi nasib kami ini bagaimana?" ujar Marni kepada Riau Online, Sabtu, 18 April 2020.

 

Selama ini, kata Marni, dirinya memang tidak memiliki penghasilan tetap dan hanya bergantung dengan anaknya yang sudah bersuami. Saat ini, anak dan menantunya juga tidak bisa bekerja karena covid-19.

 

Anaknya, sambung Anik, merupakan karyawan di salah satu bioskop di Pekanbaru dan hingga hari ini masih di rumah pasca kebijakan physical distancing. Begitu juga dengan menantunya yang bekerja di salah satu store di Mall SKA.

 

"Semenjak ada Covid ini, kami tidak ada aktivitas apapun, uang masuk tidak ada lagi, anak bujang (laki-laki) saya sedang mencari kerja sekarang, saya hanya menggantungkan hidup dari anak bungsu saya, kerja di Indomaret," tuturnya.

 

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hari ini saja, Anik hanya makan nasi putih dengan lauk cabe giling yang diberi sedikit garam. Itupun cabe hasil pemberian saudaranya.

 

"Saya sudah siap makan tadi, hanya makan cabe merah dan garam saja. Karena tidak ada lagi yang bisa dimakan," tuturnya.

 

Tetangga Anik, Yus juga mengalami hal yang sama. Yus merupakan janda dengan enam orang anak dan biasa berjualan di depan SD.

 

Yus merupakan tetangga depan gang rumah Anik, sebelumnya suami Yus bekerja sebagai pedagang ayam, namun sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Yus harus menggantungkan hidup dari berjualan ciken (ayam goreng).

 

Namun sejak sekolah diliburkan dia tidak bisa berjualan lagi.

 

"Ini anak buk Yus sedang masak mie, karena tidak ada yang bisa dimakan lagi," kata Anik.

 

Kemudian tetangga lainnya, Eli juga mengeluhkan hal yang sama, sebab ia tidak dapat bantuan  dari pemerintah. Padahal, kebijakan PSBB nyata-nyata membuat penghasilan suaminya tidak ada lagi.

 

Suami Eli merupakan pedagang di pasar kaget, sedangkan Walikota Pekanbaru, Firdaus menegaskan bahwa aktivitas pasar kaget ditiadakan selama masa Covid-19, masyarakat hanya boleh transaksi jual beli di pasar resmi.

 

"Kalau tidak ada pasar kaget, ya kami tidak bisa jualan," ujar Eli.

 

Anik sendiri memiliki kedekatan dengan beberapa pejabat, baik eksekutif maupun legislatif, karena selama ini Anik dikenal sebagai pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dibidang pendampingan pengobatan bagi orang-orang miskin.

 

Satu-satunya bantuan yang diterima oleh Anik adalah pemberian anggota DPRD Kota Pekanbaru Dapil Tenayan Raya - Sail, itupun ia bagi dengan tetangganya yang senasib dengannya.

 

Anik mengaku tidak tahu mau mengadu pada siapa, sehingga ia hanya menyampaikan keluh kesahnya melalui media sosial Facebook. Namun, belum ada respon baik dari pihak pemerintah.

 

"Kami hanya bisa berkoar-koar di Facebook saja, apalagi melihat banyak orang yang memposting dapat bantuan di daerah lain, kenapa kami tidak dapat?" tutupnya.